Berdayakan Balai Litbang Sebagai Penyedia Data Keagamaan

15 Mei 2012
Berdayakan Balai Litbang Sebagai Penyedia Data Keagamaan

Bogor, (15/05) – Plh Sekretaris Badan Litbang dan Diklat, Dr. H. Imam Tholkhah, MA, meminta balai litbang di seluruh Indonesia diberdayakan sebagai penyedia data keagamaan dalam rangka memperkuat data keagamaan yang telah tersedia di Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.

Hal tersebut dilontarkan Plh Sekretaris pada acara pembukaan “Orientasi Peningkatan Kualitas Tenaga Fungsional Litkayasa Tahun 2012” di Bogor, kemarin (14/5).  Beliau berpendapat bahwa balai litbang merupakan ujung tombak penyedia data dan diharapkan benar-benar menguasai data keagamaan di lingkungannya masing-masing.

 

Oleh karena itu litkayasa diharapkan dapat membantu peneliti mendapatkan data dasar bagi penelitian-penelitian di wilayah kerja balai tersebut. Litkayasa juga dituntut mampu menguasai teknik mencari, mengumpulkan dan mengkompilasi data.

Dikarenakan peran strategisnya, Badan Litbang dan Diklat membekali para peserta dengan materi “Teknik Pengelolaan Data Penelitian”  dan “Teknik Penyusunan Hasil Penelitian” dengan nara sumber dari BPPT.

Plh Sekretaris juga menyoroti masalah  yang selalu ada pada jabatan fungsional lainnya yaitu kenaikan pangkat.  Ada 3 penyebab yang dikemukakan oleh beliau yaitu pertama, pembinaan yang keliru.  Kedua, ruang sistem yang tidak memberikan peluang dan terakhir,  litkayasa sudah jenuh sehingga tidak bisa berkembang lagi.

Menjawab hal tersebut, pemberian materi “Penyusunan DUPAK Teknisi Litkayasa” dan “Prospek Jabatan Fungsional Teknisi Litkayasa” dirasakan pas bagi litkayasa.  Materi pertama akan disampaikan oleh nara sumber dari BPPT, sedangkan materi kedua akan disampaikan oleh nara sumber dari KEMENPAN.

Dalam orientasi ini, peserta juga akan dibekali dengan materi “Penyusunan Karya Tulis Ilmiah (KTI)” yang akan dibawakan oleh Peneliti Utama Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan.

Plh Sekretaris berharap dengan materi tersebut, litkayasa tidak menemui masalah berarti dalam penulisan KTI.  Beliau memaklumi bahwa budaya menulis belum menjadi kebiasaan bagi masyarakat Indonesia, bukan karena tidak mampu namun hanya masalah pembiasaan saja. (RPS)  

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI