Catatan Penting Idulfitri

22 Apr 2023
Catatan Penting Idulfitri
Ustaz/Dai

Jakarta (Balitbang Diklat)--1. Sejarah Hari Raya Idulfitri

Idulfitri pertama dirayakan kaum muslimin tahun kedua hijrah. Puasa pertama, zakat pertama, jihad pertama, berujung pada hari raya pertama. Jika kita baca secara makro maka kita bisa memahami bahwa untuk mencapai kemenangan umat ini maka kita harus membangkitkan pendidikan Islam melalui puasa, membangkitkan ekonomi Islam melalui zakat, dan membangkitkan politik Islam melalui jihad. Kemenangan kaum muslimin saat pertama itu adalah kemenangan ganda: menang secara pribadi karena bisa melawan hawa nafsu dan menang sebagai umat dalam konteks politik.

Di zaman jahiliyah, kaum kafir Quraisy memiliki 2 hari raya, lalu Rasulullah menggantikan untuk kaum muslimin dengan 2 hari raya yang lebih baik.

Rasulullah ﷺ bersabda:

 عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى 

Artinya, “Dari Anas bin Malik, Rasulullah ﷺ bersabda, kaum jahiliyah dalam setiap tahunnya memiliki dua hari yang digunakan untuk bermain, ketika Nabi Muhammad ﷺ datang ke Madinah, Rasulullah bersabda: kalian memiliki dua hari yang biasa digunakan bermain, sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan hari yang lebih baik, yaitu Idulfitri dan Iduladha” (HR Abu Dawud & an-Nasa’i).

Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Risalah fil Aqaid menjelaskan bahwa dua hari yang setiap tahunnya digunakan untuk pesta pora oleh kaum jahiliyah itu disebut dengan hari Nairuz dan Marjaan. Dalam setiap tahunnya, dua hari ini digunakan untuk pesta pora, dan diisi dengan mabuk-mabukan dan menari. Dikatakan, bahwa Nairuz dan Marjaan merupakan hari raya orang Persia kuno. Setelah turunnya kewajiban puasa Ramadan, Rasulullah ﷺ mengganti Nairuz dan Marjaan dengan hari Idulfitri dan Iduladha. Tujuannya, agar umat Islam mempunyai tradisi yang lebih baik dan sejalan dengan apa yang disyariatkan oleh Allah Swt” (Lihat, Risalah fil Aqaid, juz 3, h. 68). 

Rasulullah ﷺ bersabda:

 عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ : مَنْ بَنَى فِى بِلاَدِ الأَعَاجِمِ فَصَنَعَ نَوْرُوزَهُمْ وَمِهْرَجَانَهُمْ وَتَشَبَّهَ بِهِمْ حَتَّى يَمُوتَ وَهُوَ كَذَلِكَ حُشِرَ مَعَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ 

Artinya, “Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah ﷺ bersabda: barang siapa membangun negeri kaum ajam (selain Arab), kemudian meramaikan hari-hari nairuz dan mihrajan mereka, serta meniru mereka hingga ia mati dalam keadaan seperti itu, maka ia akan dibangkitkan bersama mereka pada hari kiamat.” (HR. al-Baihaqi, as-Sunanul Kubra, juz 9, h. 234) 

Hari raya Idulfitri merupakan suatu hari yang harus dibanggakan, karena pada hari tersebut Allah menjanjikan ampunan bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah salat hari raya Idulfitri. Rasulullah ﷺ bersabda:

 عَنْ ابنِ مَسْعُوْد عَنِ النَّبِي ﷺ أَنَّهُ قَالَ اِذَا صَامُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ وَخَرَجُوْا اِلَى عِيْدِهِمْ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالىَ: يَا مَلاَئِكَتِيْ كُلُّ عَامِلٍ يَطْلُبُ أَجْرَهُ وَعِبَادِيْ اللَّذِيْنَ صَامُوْا شَهْرَهُمْ وَخَرَجُوْا اِلَى عِيْدِهِمْ يَطْلُبُوْنَ أُجُوْرَهُمْ أَشْهِدُوْا أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ. فَيُنَادِي مُنَادٍ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ اِرْجِعُوْا اِلَى مَنَازِلِكُمْ قَدْ بَدَلْتُ سَيِّئَاتِكُمْ حَسَنَاتٍ. فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: يَا عِبَادِيْ صُمْتُمْ لِيْ وَأَفْطَرْتُمْ لِيْ فَقُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ.  

Artinya, “Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dari Nabi Muhammad ﷺ, bahwa Nabi bersabda: ketika umat Nabi melaksanakan puasa pada bulan Ramadan dan mereka keluar untuk melaksanakan salat Idulfitri, maka Allah berfirman: wahai Malaikatku, setiap yang telah bekerja akan mendapatkan upahnya. Dan hamba-hambaku yang telah melaksanakan puasa Ramadan dan keluar rumah untuk melakukan salat Idulfitri, serta memohon upah (dari ibadah) mereka, maka saksikanlah bahwa sesungguhnya aku telah memaafkan mereka. Kemudian ada yang berseru, ‘wahai umat Muhammad, kembalilah ke rumah-rumah kalian, aku telah menggantikan keburukan kalian dengan kebaikan’. Maka Allah Swt. berfirman: wahai hamba-hamba-Ku, kalian berpuasa untukku dan berbuka untukku, maka tegaklah kalian dengan mendapatkan ampunan-Ku terhadap kalian. 

2. Makna dan Esensi Hari Raya

Menggunakan pakaian baru saat hari raya adalah sunnah sebagai wujud dari kegembiraan. Namun, itu bukan esensi dari Idulfitri. Syekh Sulaiman mengatakan:

 فائدة: جعل اللّه للمؤمنين في الدنيا ثلاثة أيام: عيد الجمعة والفطر والأضحى، وكلها بعد إكمال العبادة وطاعتهم. وليس العيد لمن لبس الجديد بل هو لمن طاعته تزيد، ولا لمن تجمل باللبس والركوب بل لمن غفرت له الذنوب. 

Artinya, “Faidah: Allah Swt. menjadikan tiga hari raya di dunia untuk orang-orang yang beriman, yaitu, hari raya Jumat, hari raya Fitri, dan Iduladha. Semua itu, (dianggap hari raya) setelah sempurnanya ibadah dan ketaatannya. Dan Idulfitri bukanlah bagi orang yang menggunakan pakaian baru. Namun, bagi orang yang ketaatannya bertambah. Idulfitri bukanlah bagi orang yang berpenampilan dengan pakaian dan kendaraan. Namun, Idulfitri hanyalah bagi orang yang dosa-dosanya diampuni” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasiyah al-Bujairami alal Khatib).

3. Antara Idulfitri dan Lebaran

Lebaran berbeda dengan Idulfitri. Lebaran itu adalah budaya yang semua orang boleh ikutan sekalipun orang itu tidak berpuasa di bulan Ramadan. Idulfitri adalah perayaan kemenangan yang tidak semua orang bisa ikut, karena orang yang menang hanya mereka yang berjuang. Perasaan senang gembira, bangga, haru hanya bisa dirasakan oleh mereka yang berjibaku, berjuang bahkan berdarah darah berjuang. 

Lebaran memiliki lima padanan kata, yaitu lebar-an, luber-an, labur-an, lebur-an dan, liburan.  

1. Lebar-an

Maknanya, kita harus berlapang dada memaafkan orang lain dan meminta maaf atas kesalahan diri. Diwujudkan dengan meminta dan sekaligus memberi maaf kepada sesama.

2. Luber-an

Luber dalam KBBI artinya melimpah, meluap. Melewati batas daripada batas yang ditentukan. Dengan luber maafnya semoga luber rezekinya, dan luber pula pahalanya sehabis Ramadan. 

3. Labur-an

Artinya, mengecat (nahasa Jawa). Hal ini berasal dari kebiasaan dari mayoritas orang Indonesia. Menjelang datangnya Idulfitri, kepala keluarga sibuk mengecat rumahnya agar tampak indah. Maka lebaran pun bermakna kita menjadi pribadi baru.

4. Lebur-an

Berarti menyatukan (bahasa Jawa). Artinya kita melebur dan berubah. Semangat perubahan itulah yang merubah leburan menjadi lebaran.

5. Liburan

Dalam kalender Nasional, Hari Raya Idulfitri adalah tanggal merah. Ini berarti hari libur.

Sedangkan untuk “makna Idulfitri” tidak seperti makna kata ‘lebaran’ yang dipengaruhi budaya, Idulfitri berasal dari dua kata “id” dan “al-fitri”. Id secara bahasa berasal dari kata aadaya’uudu, yang artinya kembali. Hari raya disebut id karena hari raya terjadi secara berulang-ulang, dimeriahkan setiap tahun, pada waktu yang sama.

Sedangkan kata ‘fitri’ memiliki dua makna, yaitu suci dan berbuka. Suci berarti bersih dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, dan keburukan. Sedangkan fitri yang berarti berbuka berdasarkan pada hadis Rasulullah saw.: ”Dari Anas bin Malik: Tak sekali pun Nabi Muhammad saw. pergi (untuk salat) pada hari raya Idulfitri tanpa makan beberapa kurma sebelumnya.”. Maksudnya berbuka setelah sebelumnya berpuasa.

Tuntunan Nabi Saat Hari Raya

A. Salat Idulfitri 

Salat Idulfitri hukumnya sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dikukuhkan). Bahkan, sebagian pendapat menyatakan fardu kifayah (kewajiban kolektif). Salah satu dalil kesunnahannya adalah

 فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ 

“Maka salatlah kepada Tuhanmu dan berkurbanlah” (QS. Al-Kautsar ayat 2). Mayoritas pakar tafsir menegaskan bahwa yang dimaksud salat di dalam ayat itu adalah salat hari raya (Idulfitri dan Iduladlha).

B. Mandi. Sunnah bagi siapa pun, laki-laki, perempuan bahkan wanita yang tengah haid atau nifas melakukan mandi Idulfitri. Kesunnahan ini juga berlaku bagi yang tidak menghadiri salat Idulfitri, seperti orang sakit. 

Contoh niatnya adalah

 نَوَيْتُ غُسْلَ عِيْدِ الْفِطْرِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى 

“Aku niat mandi Idulfitri, sunnah karena Allah”.  

Waktu mandi ini Lebih utama dilakukan setelah terbit fajar tapi boleh dilakukan mulai dari tengah malam (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib ‘Ala Syarh al-Khathib, juz 1, hal. 252). 

C. Menghidupi malam Id dengan ibadah

 مَنْ أَحْيَا لَيْلَتَيْ الْعِيدِ لَمْ يَمُتْ قَلْبُهُ يَوْمَ تَمُوتُ الْقُلُوبُ

 “Barangsiapa menghidupi dua malam hari raya, hatinya tidak mati di hari matinya beberapa hati” (HR. al-Daruquthni).

Kesunnahan ini bisa hasil dengan menghidupi sebagian besar malam hari raya. Riwayat dari Ibnu Abbas mengatakan cukup sesaat dengan cara salat Isya berjamaah dan bertekad melaksanakan salat Subuh berjamaah. Juga disunnahkan untuk memberbanyak doa, sebab termasuk waktu yang mustajab (diijabah) sebagaimana terkabulnya doa di malam Jumat, dua malam awal bulan Rajab, malam Iduladha dan malam Nishfu Sya’ban (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 281). 

D. Memperbanyak bacaan takbir

 وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ

“Dan sempurnakanlah bilangan Ramadan, dan bertakbirlah kalian kepada Allah” (QS. Al-Baqarah: 185). Ada dua jenis takbir Idulfitri. Pertama, muqayyad (dibatasi), yaitu takbir yang dilakukan setelah salat, baik fardhu atau sunnah.

Kedua, mursal (dibebaskan), yaitu takbir yang tidak terbatas setelah salat, bisa dilakukan di setiap kondisi. Takbir Idulfitri bisa dikumandangkan di mana saja, di rumah, jalan, masjid, pasar atau tempat lainnya. Salah satu contoh bacaan takbir yang utama adalah:

 اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلهِ الْحَمْدُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إلَّا إيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ

 (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz 3, hal. 54).

E. Makan sebelum berangkat salat id. Sebelum berangkat salat Idulfitri, disunnahkan makan terlebih dahulu. Anjuran ini berbeda dengan salat Iduladha yang disunnahkan makan setelahnya. Hal tersebut karena mengikuti sunnah Nabi. Lebih utama yang dimakan adalah kurma dalam hitungan ganjil, bisa satu butir, tiga butir dan seterusnya. Makruh hukumnya meninggalkan anjuran makan ini sebagaimana dikutip al-Imam al-Nawawi dari kitab al-Umm. (Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 1, hal. 592). 

F. Berjalan kaki menuju tempat salat dan membedakan rute jalan pergi dan pulang tempat salat id. 

Hukumnya sunnah berdasarkan ucapan Sayyidina Ali:

 مِنْ السُّنَّةِ أَنْ يَخْرُجَ إلَى الْعِيدِ مَاشِيًا 

“Termasuk sunnah Nabi adalah keluar menuju tempat salat id dengan berjalan” (HR. al-Tirmidzi dan beliau menyatakannya sebagai hadis hasan).

Berdasarkan hadis riwayat al-Bukhari, rute perjalanan pulang dan pergi ke tempat salat id hendaknya berbeda, dianjurkan rute keberangkatan lebih panjang dari pada jalan pulang. Di antara hikmahnya adalah agar memperbanyak pahala menuju tempa ibadah. Anjuran ini juga berlaku saat perjalanan haji, membesuk orang sakit dan ibadah lainnya, sebagaimana ditegaskan al-Imam al-Nawawi dalam kitab Riyadl al-Shalihin (Syekh Khathib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 1, hal. 591). 

G. Berhias 

Kesunnahan berhias ini berlaku bagi siapa pun, meski bagi orang yang tidak turut hadir di pelaksanaan salat Idulfitri. Khusus bagi perempuan, anjuran berhias tetap harus memperhatikan batas-batas syariat, seperti tidak membuka aurat, tidak mempertontonkan penampilan yang memikat laki-laki lain yang bukan mahramnya dan lain sebagainya (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 281). 

H. Tahniah (memberi ucapan selamat). 

Argumen umum persoalan tahniah adalah disyariatkannya sujud syukur dan ta’ziyyah saat mendapat nikmat atau terhindar dari bahaya. Demikian pula hadis riwayat al-Bukhari Muslim dari Ka’ab bin Malik dalam kisah taubatnya saat beliau tidak menghadiri perang Tabuk bahwa ketika beliau diberitau penerimaan taubatnya dan menghadap Nabi, Thalhah bin Ubaidillah berdiri dan memberinya ucapan selamat, maksudnya Nabi menyetujuinya. Demikian pendapat Imam Obnu Hajar Al Atsqolani.

Imam Syarwani mengatakan

 وَعِبَارَةُ شَيْخِنَا وَتُسَنُّ التَّهْنِئَةُ بِالْعِيدِ وَنَحْوِهِ مِنْ الْعَامِ وَالشَّهْرِ عَلَى الْمُعْتَمَدِ مَعَ الْمُصَافَحَةِ إنْ اتَّحَدَ الْجِنْسُ فَلَا يُصَافِحُ الرَّجُلُ الْمَرْأَةَ وَلَا عَكْسُهُ وَمِثْلُهَا الْأَمْرَدُ الْجَمِيلُ وَتُسَنُّ إجَابَتُهَا بِنَحْوِ تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنْكُمْ أَحْيَاكُمْ اللَّهُ لِأَمْثَالِهِ كُلَّ عَامٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ اهـ. 

“Redaksi guru kami (Syekh Ibrahim al-Bajuri); sunnah berucap selamat di hari raya dan lainnya berupa tahun dan bulan tertentu menurut pendapat mu’tamad (yang dibuat pegangan) beserta salam-salaman bila dengan satu jenis. Maka tidak boleh laki-laki bersalaman dengan perempuan, demikian pula sebaliknya. Dan sama dengan perempuan adalah laki-laki belia yang tampan. Sunnah menjawab ucapan selamat dengan redaksi semisal “Semoga Allah menerima kalian”, Semoga Allah menghidupi kalian untuk hal yang sama” “Semoga setiap tahun kalian berada dalam kebaikan”. (Syekh Abdul Hamid al-Syarwani, Hasyiyah al-Syarwani, juz 3, hal. 56). 

5. Jika terkumpul hari Jumat dan Hari Raya dalam satu hari

Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat.

Pendapat pertama mengatakan kewajiban Jumat tidak gugur. Karena ibadah sunnah tidak dapat menggantikan ibadah wajib.

Pendapat kedua mengatakan dapat menggantikan salat Jumat karena mereka berpendapat bahwa salat id ini hukumnya sama seperti salat Jumat yaitu fardhu 'ain.

6. Hal-Hal yang terkait salat id

Dasar disyari’atkannya: QS. Al Kautsar ayat 2, dan hadis dari Ibnu Abbas, beliau berkata, “Aku ikut melaksanakan salat id bersama Rasululloh, Abu Bakar dan Umar, mereka mengerjakan salat id sebelum khutbah” (HR. Buhori dan Muslim).

Cara salat Idulfitri

Salat Idulfitri dilakukan sebanyak dua rakaat, dengan niat salat Idulfitri. Contoh lafal niatnya: “nawaitu shalâta ‘îdil fithri sunnatan ma’mûman lillâhi ta‘âlâ (aku niat salat Idulfitri sunnah, bermakmum, karena Allah”. 

Di rakaat pertama, sebelum membaca surah al-Fatihah, sunnah takbir sebanyak tujuh kali, di rakaat kedua sebelum membaca surat al-Fatihah sebanyak lima kali.

Disunnahkan bagi laki-laki dan perempuan, dianjurkan berjamaah. Lebih utama dilaksanakan di masjid daripada di tempat lainnya, termasuk lapangan bila daya tampung masjid memadai. Bila sempit, maka lebih utama di lapangan.  Syekh Kamaluddin al-Damiri berkata: 

 (وَفِعْلُهَا بِالْمَسْجِدِ أَفْضَلُ)؛ لِأَنَّ الْمَسَاجِدَ خَيْرُ الْبِقَاعِ وَأَشْرَفُهَا وَأَنْظَفُهَا، وَلِأَنَّ الْأَئِمَّةَ لَمْ يَزَالُوْا يُصَلُّوْنَ الْعِيْدَ بِمَكَّةَ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ، وَهَذَا إِذَا اتَّسَعَ كَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَبَيْتِ الْمَقْدِسِ، وَإِلَّا .. فَالصَّحْرَاءُ أَفْضَلُ؛ لِأَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم صَلَّى فِي الصَّحْرَاءِ لِضَيْقِ مَسْجِدِهِ، فَلَوْ صَلَّى الْإِمَامُ بِهِمْ فِي هَذِهِ الْحَالَةِ فِي الْمَسْجِدِ .. كُرِهَ لِلْمَشَقَّةِ عَلَيْهِمْ. 

“Melakukan salat hari raya di masjid lebih utama, karena masjid-masjid adalah sebaik-baiknya, semulia-mulianya dan sebersih-sebersihnya tempat. Dan karena para Imam senantiasa salat hari raya di Mekkah di Masjidil Haram. Hal ini bila masjid luas, seperti Masjidil Haram dan Bait al-Maqdis. Bila tidak demikian, maka tanah lapang lebih utama, karena Nabi salat di lapangan sebab sempitnya masjid beliau. Apabila Imam salat bersama masyarakat dalam kondisi demikian di masjid, maka makruh, karena memberatkan mereka” (Syekh Kamaluddin al-Damiri, al-Najm al-Wahhaj, juz 6, hal. 456).

Khusus bagi perempuan, sunnah keluar rumah untuk salat Idulfitri di masjid, lapangan atau tempat lainnya bila ia adalah wanita tua yang tidak berpenampilan genit dengan syarat memakai pakaian sederhana tanpa parfum serta mendapat izin suami (bagi yang bersuami). Sedangkan bagi yang tidak memenuhi ketentuan tersebut, seperti wanita muda atau perempuan tua yang genit, yang lebih baik adalah salat Idulfitri di rumah, makruh bagi mereka keluar rumah untuk mengikuti salat Idulfitri, bahkan haram bila tanpa izin suami atau mengundang syahwat laki-laki yang bukan mahramnya (Syekh Abdul Hamid al-Syarwani, Hasyiyah al-Syarwani, juz 3, hal. 40). 

Waktu salat Idulfitri dimulai sejak terbitnya matahari sampai masuk waktu zuhur (tergelincirnya matahari), sunnah mengakhirkannya hingga matahari naik satu tombak (7 dzira’/ + 3,36 M), bahkan melakukan salat Idulfitri sebelum batas waktu tersebut hukumnya makruh, karena ada ulama yang tidak mengesahkannya (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz 3, hal. 39). 

Para ulama berbeda pendapat terkait jumlah khutbah. Sebagian mengatakan satu khutbah sebagian lain mengatakan 2 khutbah dan diselingi dengan duduk di antara 2 khutbah.

7. Kemungkaran yang biasa dilakukan tatkala IdulfFitri yang harus dihindari

Pertama, tasyabbuh (meniru-niru) orang-orang kafir dalam perkara yang menjadi ciri khas agama mereka.

Dari Ibnu ‘Umar, Nabi sallallahu alaihi wasallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031).

Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا

“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi no. 2695).

Kedua, tabarruj-nya (memamerkan kecantikan).

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

”Hendaklah kalian (para wanita) tetap di rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj dan seperti tabarruj orang-orang Jahiliyah yang dahulu…” (QS. Al-Ahzab: 33).

Ibnul Jauzi dalam tafsirnya menyebutkan dua keterangan ulama tentang makna tabarruj,

Pertama, Abu ubaidah,

التبرُّج: أن يُبْرِزن محاسنهن

“Tabarruj: wanita menampakkan kecantikannya (di depan lelaki yang bukan mahram).”

Kedua, keterangan az-Zajjaj,

التبرُّج: إِظهار الزِّينة وما يُستدعى به شهوةُ الرجل

“Tabarruj: menampakkan bagian yang indah (aurat) dan segala yang mengundang syahwat lelaki (non mahram).”

[Zadul Masir fi Ilmi at-Tafsir, 3/461].

Ketiga, berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahrom. 

Rasulullah bersabda 

لأَنْ يُطْعِنَ فِي رَأْسِ رَجُلٍ بِمِخْيَطِ مِنْ حَدِيْدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنَْ يَمُسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ   

"Seseorang ditusuk kepalanya dengan jarum besi lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya" (HR. Thabrani, Al Baihaqi, dan Arruyani dalam musnadnya).

َلاَنْيَقْرَعَ الرَّجُلُ قَرْعًا يُخْلِصُ اِلٰى عَظْمِرَ أْسِهِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ اَنْ تَضَعَ امْرَاَةٌ يَدَهَا عَلٰى رَأْسِهِ لاَتَحِلُّ لَهُ، وَِلاَنْ يَبْرُصَ الرَّجُلُ بَرَصًا حَتّٰى يُخْلِصَ الْبَرَصُ اِلٰى عَظْمِ سَاعِدِهِ لاَتَحِلُّ لَهُ

"Sungguh, jika seseorang dipukul sampai menembus tulang kepalanya adalah lebih baik daripada kepalanya disentuh oleh tangan seorang wanita yang tidak halal baginya. Dan sungguh, seandainya seseorang menderita lepra yang parah hingga menembus tulang lengannya adalah juga lebih baik baginya, daripada ia membiarkan seorang wanita meletakkan lengannya ke alas lengannya, padahal wanita itu tidak halal baginya " (HR. Abu Nu'aim).

Keempat, begadang saat malam Idulfitri. 

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَكْرَهُ النَّوْمَ قَبْلَ الْعِشَاءِ، وَلَا يُحِبُّ الْحَدِيثَ بَعْدَهَا

Nabi sallallahu alaihi wasallam membenci tidur sebelum isya dan beliau tidak menyukai obrolan setelah isya (HR. Ahmad, no.19781 dan Ibn Khuzaimah, no.1339).

Ada di antara kaum muslimin yang menjadikan malam id untuk begadang dengan bermain catur, kartu atau sekedar ngobrol tanpa tujuan. Akibatnya, tatkala pagi datang, kebanyakan dari mereka sulit menjalankan salat subuh secara berjamaah dan salat id.

8. Perayaan Idulfitri di berbagai negara

Pertama, umat Muslim yang berada di jalan-jalan Kota Baghdad dihibur dengan penampilan para musisi dan penyair yang menunjukkan kebolehan mereka. Tentu saja, hiburan tersebut bernilai positif dan tidak melanggar syariat (Buku Empire of the Islamic World karya Robin Santos Doak).

Kedua, para sultan Dinasti Mamluk (1250-1517 Masehi) di Mesir membagikan pakaian, hadiah, dan uang kepada masyarakat saat perayaan Idulfitri. Di India, para sultan Dinasti Mughal melakukan arak-arakan bersama pengawal kerajaan dalam merayakan Idulfitri (Buku Ege Yayinlari dalam Discover Islamic Art in the Mediterranean).

Ketiga, di masa Kesultanan Ottoman di Turki, ada tradisi membunyikan meriam setiap malam 1 Syawal dalam menyambut Idulfitri. Meriam ditembakkan ke udara untuk menandai berakhirnya bulan Ramadan.

Keempat, di Indonesia, tradisi halal bihalal identik dengan perayaan Idulfitri bagi warga Muslim Indonesia. Dalam buku Al Masalik wal Mamalik karya Ibnu Khordabdih dijelaskan, mayoritas watak masyarakat yang hidup sepanjang garis khatulistiwa merupakan orang-orang yang terbuka dan egaliter. Sikap tersebut pun identik dengan masyarakat Indoensia. Bahkan saat halal bi halal tak jarang non muslim pun ikut.

Ada 2 hal yang tak bisa lepas dari halal bi halal, ketupat dan sungkeman.

Kata ketupat yang berasal dari kata kupat dalam bahasa Jawa berarti mengakui kesalahan. Sehingga dalam lebaran ketupat pun dikenal dengan istilah sungkeman, memohon maaf dari orang yang lebih muda kepada yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan.

Hampir semua budaya di Indonesia memiliki filosofi yang dalam untuk direnungkan. Wallahu a'lam bisshowwab.

   

 

Penulis: Junaedi Putra
Editor: Sri Hendriani/Abas
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI