EVALUASI PROGRAM DIALOG KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA STUDI DI MANADO SULUT

22 Jan 2007
EVALUASI PROGRAM DIALOG KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA STUDI DI MANADO SULUT

EVALUASI PROGRAM DIALOG KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA STUDI DI MANADO SULUT

 

Oleh: A. Shadiq Kawu dan Arifudin Ismail

55 halaman

 

Badan Litbang Departemen Agama

Jakarta 2001/2002

Dialog sebagai salah satu bentuk kegiatan pembinaan kerukunan sudah lama dilaksanakan pemerintah sejak puluhan tahun lalu yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan dialog seperti Dialog antar Pemuka Agama, Tokoh Pers, Pemuda, Cendekiawan Muda, dan Dialog antar beberapa unsur terkait. Sejak program kerukunan diimplementasikan puluhan tahun lalu itu, program-program dialog di atas, belum dilakukan upaya evaluasi terhadapnya. Padahal, proyek secara manajerial berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi terhadap tingkat keterlaksanaannya atau keberhasilan program tersebut, sehingga dapat diperoleh masukan untuk perbaikan pengembangannya.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan evaluasi terhadap pelaksanaan program kerukunan hidup umat beragama khususnya program dialog antar umat beragama. Dengan demikian, apa yang diharapkan dari penelitian ini adalah dirumuskannya masukan (input) yang obyektif bagi perbaikan pelaksanaan dialog tersebut di masa yang akan datang.

Metode penelitian ini bersifat deskriptif-evaluatif, yang mencoba untuk menggambarkan pelaksanaan (implementasi) program dialog yang telah dilakukan dan memberikan penilaian terhadapnya.

Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan dialog yang melibatkan berbagai komponen umat beragama. khususnva di Manado Sulawesi Utara menyimpulkan beberapa hal, diantaranya: Dengan mengacu pada indikator efektivitas penyelenggaraan dialog, maka ditemukan beberapa hal, Pertama, materi yang didialogkan cenderung tidak berangkat dari penggalian kebutuhan peserta atau umat beragama itu sendiri, karena penyelenggaraan dialog selama ini kebanyakan dirancang oleh pemerintah dan materi yang dibahas sudah disiapkan oleh penyelenggara. Peserta dialog tidak diberi hak atau kesempatan untuk menentukan materi yang dibahas. Padahal, dialog akan berhasil apabila materinya digali dari peserta/umat itu sendiri, karena mereka yang paling merasakan dan memahami kondisinva. Apalagi yang didialogkan menyangkut permasalahan mereka; kedua,metode yang digunakan dalam pelaksanaan dialog cenderung monoton dengan pendekatan paedagogi yang non partisipatif. Peserta dialog dijadikan obyek belajar, dimana terdapat penceramah memaparkan ceramahnya kepada para peserta, seakan-akan peserta diundang hanya untuk mendengarkan ceramah dari orang-orang yang dianggap ahli.

Hasil evaluasi ini menyarankan agar dialog dikembangkan dengan model dialog partisipatif dimana peserta terlibat aktif dan menjadi subyek dialog.***

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI