Halalbilhalal dan Penguatan Persatuan

25 Mei 2022
Halalbilhalal dan Penguatan Persatuan

Mataram (Balitbang Diklat)---Halalbihalal terbukti menjadi salah satu alternatif solusi dalam meredam konflik. Fakta ini terungkap dalam Seminar dan Ekspose yang diselenggarakan oleh Balai Litbang Agama Semarang yang bekerja sama dengan UIN Mataram. Kegiatan diselenggarakan di Auditorium UIN Mataram dijadwalkan terselenggara pada 23 s.d. 25 Mei 2022.

Hari kedua (24/05), seminar mengangkat tema “Penguatan toleransi dan Identitas Sosial Melalui Halalbihalal Lintas Agama pada Masyarakat Kampung Gendingan, Yogyakarta”. Tema ini merupakan judul artikel yang ditulis oleh Aulia Rahmawati dan Joko Tri Haryanto (Makalah ini merupakan bagian dari artikel yang dimuat di Jurnal SMART Volume 6 Nomor 01 Juni, 2020. Dapat diunduh di https://blasemarang.kemenag.go.id/journal/index.php/smart/article/view/988.

Seminar menghadirkan Joko Tri Haryanti sebagai pembicara yang mempresentasikan makalahnya. Sementara, bertindak sebagai pembahas adalah Atun Wardatun, Ketua LP2M UIN Mataram dan Lalu Agus Setiawan, Dosen UIN Mataram.

Joko yang mewakili penulis dalam seminar ini memaparkan temuannya bahwa tradisi halahbilhalal yang dilakukan oleh masyarakat Gendingan, Yogyakarta merupakan bagian dari rekayasa sosial. “Halalbilhalal yang diinisiasi oleh warga dan diprakarsai oleh Ketua Rukun Warga (RW) diselenggarakan dalam rangka meredam potensi konflik masyarakat Gendingan,” ungkapnya.

Menurut Joko, masyarakat gandingan yang mayoritas beragama Islam, sempat merasa terusik dan curiga dengan warga non muslim yang sering memberikan hadiah kepada warga muslim. “Bagi sebagian warga muslim, kebiasaan ini merupakan upaya kristenisasi terselubung. Kondisi ini sempat membuat relasi sosial masyarakat Gendingan berada pada kondisi yang tidak nyaman, saling curiga,” tuturnya.

Dengan inisiasi sebagian warga dan disambut baik oleh aparatur RW setempat, diselenggarakan kegiatan halalbilhalal lintas pemeluk agama. “Halalbilhalal mengambil momen bulan Syawal sesaat setelah ritual salat Idulfitri bagi warga muslim. Kegiatan ini dilakukan melalui mekanisme pertemuan seluruh warga Desa Gendingan di balai pertemuan RW. Kegiatan melibatkan seluruh pemeluk agama, bahkan kepanitiaan halalbilhalal dikelola oleh masyarakat non muslim,” papar Joko.

Halalbilhalal yang diselenggarakan, terbukti mampu menghilangkan sekat kecurigaan. Halalbilhalal menjadi media dialog terbuka antarumat beragama sehingga kecurigaan-kecurigaan yang muncul dapat dinetralisir dengan hadirnya saling kepahaman.

Dalam tanggapanya, Lalu Agus menyampaikan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Aulia Rahmawati dan Joko Tri membuktikan bahwa kesamaan frekuensi, menjadi syarat mutlak terjadinya keselarasan. “Ibarat garputala, satu sisi akan ikut bergertar ketika sisi lain dipukul, hanya jika kedua sisi memiliki panjang yang sama,” ungkapnya.

Lalu Agus juga menyampaikan bahwa di Lombok terdapat tradisi yang senada dengan halalbilhalal, yaitu semeton sasak. Tradisi ini menjadi media harmonisasi antara masyarakat Islam dan Hindu. “Semeton sasak menjadi media bagi kedua pemeluk agama saling berkomunikasi. Tujuannya untuk menyamakan frekuensi guna mencari titik persamaan, bukan memperbesar perbedaan,” kata Lalu.

Pada kesempatan yang sama, Atun Wardatun dalam paparannya melihat bahwa tradisi halalbilhalal tidak hanya memiliki dimensi spiritual belaka. Halalbilhalal dapat dilihat dari perspektif spiritual, sosial, maupun pendekatan teori ruang publik.

Dalam konteks spiritual, halalbilhalal mengambil momen pasca 30 hari umat muslim menjalankan ibadah puasa yang sarat dengan pengalaman spiritual.

“Idulfitri merupakan momen dimana sisi kebaikan, setelah beribadah penuh selama sebulan, membuat manusia berada pada kondisi terbaik untuk saling memaafkan. Halalbilhalal menjadi bagian dari ibadah umat Islam kepada tuhannya,” ujar Atun.

Dalam konteks sosial, halalbilhalal sebagaimana temuan Joko, membuktikan dapat menjadi salah satu alternatif yang efektif dalam meredam konflik, merekatkan yang renggang, dan mengubah kesalahpahaman menjadi saling paham.

Adapun dalam konteks politik, menurut Atun, yang hari ini terjadi segregasi masyarakat akibat pilihan-pilihan politik maupun perbedaan-perbedaan pandangan, halalbilhalal harusnya dapat menjadi salah satu cara untuk menghilangkan semua itu. “Halalbilhalal harus mampu menyampaikan pesan persatuan,” pungkasnya. []

AGS/diad

 

Penulis: Arif Gunawan
Editor: Dewindah
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI