Kemandirian MI Al-Ishlah Bekasi di Era Pandemi

8 Sep 2021
Kemandirian MI Al-Ishlah Bekasi di Era Pandemi

oleh: Nurman Kholis dan Ridwan Bustamam

(Peneliti Puslitbang LKKMO Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama)

 

Jakarta (Balitbang Diklat)---Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) menyelenggarakan Seminar Hasil Penelitian Standar Biaya Keluaran Umum (SBKU) pada 6—9 September 2021. Penelitian berjudul “Kajian Wacana Digital Keagamaan di Era Pandemi: Telaah terhadap Regulasi Bahan Ajar Pendidikan Agama Digital” merupakan yang pertama kali ditampilkan. Dalam laporan hasil penelitian yang dipresentasikan oleh Ketua Tim Ridwan Bustamam mengungkapkan permasalahan terkait dengan ketimpangan pada program digitalisasi pendidikan selama pandemi Covid-19.

Program tersebut telah dianggarkan untuk lembaga pendidikan di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi sebesar Rp. 3,7 triliun. Sekitar 500.000 laptop, akses poin, proyektor, konektor, dan speaker akan dibagikan ke 29.387 sekolah. Namun, program ini belum dianggarkan untuk lembaga pendidikan di bawah Kementerian Agama (Kompas, 6/8/2021).

Sementara itu, di lingkungan Kementerian Agama sendiri secara umum juga terjadi ketimpangan antara madrasah negeri dan madrasah swasta. Menurut Ketua Umum DPP Persatuan Guru Madrasah Indonesia (PGMI), Syamsuddin, selama pandemi banyak madrasah swasta yang setengah bankrut. Dengan demikian, guru-gurunya patut dikasihani sehingga memerlukan uluran tangan pemerintah agar PTM di madrasah swasta dapat berjalan secara maksimal (Republika, 30/08/2021).

Karena itu, Kepala Puslitbang LKKMO Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama M. Arskal Salim GP telah menugaskan kepada tim penelitian ini untuk melakukan observasi ke sekolah (SD, SMP, SMA) dan madrasah (MI, MTs, dan MA). Adapun jenjangnya sejak tingkat dasar hingga tingkat atas baik negeri maupun swasta di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan dan Bekasi, pada 21-29 Agustus 2021. Dari 18 sekolah dan madrasah tersebut, sebelumnya tim peneliti menduga ada salah satu madrasah yang kondisinya memprihatinkan, sebagaimana dikemukakan oleh Ketua Umum PGMI.

Namun, setelah lokasi madrasah itu didatangi pada 28 Agustus 2021 lalu, dugaan tersebut meleset. Hal ini sehubungan dengan bangunannya yang megah. Madrasah yang membuat tim peneliti takjub itu adalah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Ishlah, Jati Ranggon, Jati Sampurna, Bekasi. Menurut kepala lembaga pendidikan ini, Ujang Syahroni (62 tahun), MI Al-Ishlah didirikan  tahun 1974 dan bermula dari tempat yang sebelumnya kandang kambing. Pada awal didirikannya itu, ia juga pemegang kunci hingga yang paling dulu dan paling terakhir pulang. Selain mengajar, Ujang juga menyapu dan mengepel lantai madrasah.

Kedisiplinan Ujang yang juga diikuti para guru lainnya membuat MI al-Ishlah mendapat kepercayaan masyarakat di sekitarnya. Sebagai upaya madrasah agar semakin berkualitas, ia juga membuat aturan agar orang yang mengurus tata usaha tidak boleh adik dan juga anak-anaknya sendiri. Pada tahun 1981, madrasah yang juga mengajarkan baca tulis aksara Jawi (Arab-Melayu) dari kitab-kitab karya K.H. Abdulllah Syafii ini menghasilkan para lulusannya. Dari sebagian uang yang dikumpulkan selama mengajar selama tujuh tahun itu, Ujang dapat membeli vespa lama.

Kepercayaan masyarakat pun semakin meluas. Hal ini sehubungan dengan prestasi siswa MI al-Ishlah yang bukan hanya pada bidang agama Islam juga pada bidang ilmu pengetahuan alam hingga dapat bersaing dengan sekolah-sekolah dasar bertarap nasional. Padahal, uang pangkal untuk masuk madrasah itu sekitar dua juta rupiah dan SPPnya dua ratus ribu rupiah perbulan. Sedangkan, sekolah-sekolah lain, ada yang uang pangkalnya mencapai dua puluh jutaan dan SPPnya satu jutaan, dan bahkan lebih dari angka tersebut. Atas prestasinya ini, MI al-Ishlah pernah dinobatkan sebagai MI terbaik ke-3 se Jawa Barat, hingga pernah mendapatkan kunjungan sebuah perguruan tinggi dari Korea Selatan.

Karena itu, para wali siswa yang menyekolahkan anak-anaknya ke MI Al-Ishlah dalam perkembangannya secara umum kebanyakan dari mereka berekonomi menengah ke atas. Bahkan, sejak dua tahun lalu, profesi wali siswa sekitar 80 persen didominasi profesinya sebagai polisi dan tentara. Hal ini terjadi salah satunya karena kedisplinan di madrasah itu, sebagaimana mereka yang berkiprah dalam bidang militer dan juga biasa berdisiplin.

Mobil-mobil mewah yang mengantar para siswa pun sering parkir saat pagi dan siang atau sore di halaman madrasah ini. Meskipun demikian, Ujang saat pulang dan pergi dari madrasah ke rumahnya di Kranggan Bekasi selama puluhan tahun, tetap menggunakan vespa lama. Hal ini sehubungan dengan prinsipnya yang tidak mau memaksakan diri untuk membeli mobil dengan cara kredit hingga harus berhutang berikut bunganya selama belasan atau puluhan tahun. Karena itu, ia mengumpulkan uang selama sekian tahun hingga dapat memiliki mobil secara cash, dua tahun lalu.

Kemandiriannya secara pribadi juga berpengaruh kepada kemandirian MI al-Ishlah yang sejak tahun 2018 tidak menerima lagi sumbangan dari Kementerian Agama. Karena itu, selama pandemi Covid-19, madrasah tersebut tidak mengalami permasalahan secara ekonomis hingga dapat menjalankan pengajaran secara daring dengan lancar bagi para siswanya. Kemandirian tersebut juga berbuah ketegasan Ujang dan para guru lainnya kepada para wali siswa dan calon wali siswa. Hal ini sebagaimana para pendaftar ke sekolah ini yang sudah mengantre sejak satu dan dua tahun sebelum pendaftaran. Bahkan, ada anak yang baru berusia empat tahun sudah didaftarkan menjadi calon siswa madrasah itu. Karena itu, jika ada anak pejabat atau perwira tinggi yang ingin menyelang dari antrean pendaftaran itu, tetap ditolak oleh pihak madrasah ini. Wallahu a’lam bis-showab.[]

Nurman Kholis/Ridwan Bustamam/diad

 

 

 

Penulis: Nurman Kholis/Ridwan Bustamam
Editor: Dewindah
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI