Konflik Sosial Bernuansa Agama: Studi Kasus Kerusuhan Di Ambon

25 Nov 2005
Konflik Sosial Bernuansa Agama: Studi Kasus Kerusuhan Di Ambon

Konflik Sosial Bernuansa Agama: Studi Kasus Kerusuhan Di Ambon

 

Puslitbang Kehidupan Beragama

Badan Litbang Agama dan Keagamaan

Departemen Agama RI, 2002, 42 halaman

 

H. Sudjangi

  

Penelitian ini bertujuan untuk merekonstruksi kerusuhan bernuansa SARA di Ambon, untuk dihimpun ke dalam sebuah monografi tentang kasus-kasus kerusuhan sosial, bagaimana bentuk­-bentuk pola hubungan sosial pasca konflik. Latar belakang penelitian adalah kebutuhan untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara; padahal konflik-konflik yang menggunakan simbol-simbol agama sangat berbahaya, dan akan merusak kehidupan harmoni masyarakat, yang telah terbentuk sekian lama. Dalam waktu 5 tahun terakhir sebelum kerusuhan banyak terdapat kejadian rawan sosial yang menelan banyak korban baik harta benda maupun jiwa. Penelitian ini semula berjudul “Konflik Sosial Bernuansa Agama Di berbagai komunitas”. Setelah dilakukan pengkajian dokumentasi mengenai kerusuhan yang banyak terjadi, penelitian difokuskan kerusuhan yang terjadi di Ambon karena banyak menelan korban dan melibatkan banyak etnis. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam kepada sejumlah tokoh kunci yang terlibat kerusuhan, para mediator, dan para tokoh peredam kerusuhan.

 

Pengamatan dilakukan pada lokasi-lokasi bekas kerusuhan dan obyek lain, studi dokumentasi dilakukan terhadap bahan-bahan yang diperoleh media massa, hasil-hasil kegiatan tentang ­kerusuhan-kerusuhan sosial yang telah disatukan berbagai pihak dan buku-buku teks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerusuhan Ambon semakin terdesaknya dan mengecilnya populasi umat Islam ­Ambon, yang sebelumnya mayoritas dan sejak penjajahan Belanda mendapat perlakuan istimewa. Kondisi tersebut membuat mereka ­marah kepada para pendatang, Bugis, Buton dan Makassar yang dianggap mendominasi ekonomi mereka. Peristiwa kerusuhan ­Ambon berkobar pada Hari Raya Idul Fitri 19-24 Januari 1999, didahului beberapa peristiwa dari bulan Nopember 1998. Pemicu kerusuhan adalah pertikaian antara sopir angkot dan kenek di Terminal Batumerah. Pada saat peristiwa terjadi di kota Ambon ­terkonsentrasi massa besar yang tidak jelas siapa penggeraknya. Waktu itu terjadi pengusiran, penjarahan dan pembakaran rumah orang-orang Islam, namun umat Islam dan Kristen saling menuduh tentang pihak yang memulai dan merencanakan kerusuhan.

 

Selain korban jiwa, juga menelan korban harta benda berupa rumah, kios, toko, pasar, kantor pemerintah, masjid, kendaraan roda 4 serta kendaraan roda dua. Upaya penyelesaian konflik dilakukan pemerintah dan berbagai pihak. Setelah dilakukan berbagai pertemuan dengan kedua belah pihak yang bertikai di Ambon pada tanggal 11-12 Pebruari 2002, Menko Kesra dan Menko Polkam memprakarsai perjanjian Malino II yang menghasilkan 11 butir kesepakatan perdamaian diantaranya: mengakhiri semua bentuk konflik dan perselisihan, menegakan hukum, dan pembentukan tim investigasi independen nasional untuk mengusut tuntas : peristiwa 19-1-1999, Front Kedaulatan Maluku, Kristen RMS, Laskar Jihad, Laskar Kristus, dan pengalihan agama secara paksa. Akhirnya sejak 6 Juni 2002 pemerintah mengeluarkan Keppres No.38 tahun 2002, tentang pembentukan Tim Penyelidikan Independen Nasional konflik Maluku, Tim yang beranggotakan 14 orang diberi waktu 6 bulan untuk memulihkan situasi di Ambon, namun bulan juli 2003 situasi keamanan belum sepenuhnya terwujud.*** (Muchit A. Karim)

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI