MELETAKKAN DASAR INTEGRASI KEILMUAN DI MADRASAH

13 Mar 2019
MELETAKKAN DASAR INTEGRASI KEILMUAN DI MADRASAH

Oleh: H. M.Hamdar Arraiyyah

Madrasah mengemban misi integrasi keilmuan. Madrasah termasuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum dan kejuruan. Madrasah dibedakan dari sekolah karena satuan pendidikan ini berada dalam binaan Menteri Agama dan memiliki kekhasan agama Islam (Lihat PMA No. 60 Tahun 2015). Dengan demikian, integrasi keilmuan dimulai dari jenjang yang paling bawah, pendidikan anak usia dini (PAUD), yaitu Raudhatul Athfal (RA), pendidikan dasar, yaitu Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan pendidikan menengah yaitu Madrasah Aliyah (MA) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK). Sesuai dengan keragaman jenjang pendidikan tersebut, maka integrasi keilmuan juga mengambil bentuk atau corak yang berbeda pada setiap jenjang.

Integrasi dari segi bahasa (Inggris: integration) berarti: “1. the act or process of combining two or more things so that they work together; 2. the act or process of mixing people who have previously been separated, usually because of colour, race, religion, etc. (1. tindakan atau proses yang menggabungkan dua hal atau lebih sehingga sama-sama berperan; 2. tindakan menggabungkan orang-orang yang semula terpisah, karena perbedaan warna kulit, ras, agama, dsb.) (Turnbull, ed., 2010). Kedua pengertian tersebut relevan dengan integrasi yang dimaksud dalam tulisan ini, yakni setidaknya mencakup dua hal pokok, yaitu ilmu sebagai objek yang dipelajari dan dikembangkan, orang yang terlibat dalam proses belajar dan mengajar, yaitu guru dan murid.

Ilmu yang diintegrasikan dibedakan atas dua kategori besar, yaitu ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu pengetahuan umum. Ilmu-ilmu agama Islam adalah ilmu-ilmu yang menjelaskan tentang agama Islam, digali dan dikembangkan dari sumber-sumber utama agama Islam, yaitu Alquran dan Hadis. Landasan utamanya adalah wahyu yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Mengetahui. Awalnya wahyu itu diterima oleh manusia utusan Allah, yaitu Nabi Muhammad Saw. dengan perantaraan malaikat Jibril a.s. Ia menyampaikan kepada sahabat-sahabatnya yang kemudian menulisnya. Beberapa tahun setelah Rasulullah Saw. wafat, kumpulan firman itu dikodifikasikan dan mengambil bentuknya sebagai kitab suci Alquran yang dikenal dewasa ini. Penjelasan-penjelasan lisan Nabi Muhammad Saw. dan perbuatannya serta sikapnya yang menerangkan kandungan Alquran disebut dengan hadis atau sunnah. Ucapan Nabi Saw. pada hakikatnya juga mempunyai kedudukan sebagai wahyu, hanya saja hadis itu memiliki derajat kesahihan yang bertingkat-tingkat berdasarkan hasil verifikasi ulama hadis, karena tidak ditulis pada masa Rasulullah Saw. Verifikasi dilakukan pada dua hal, yaitu sanad (jalur periwayatan) dan matan (isi riwayat).   

Ilmu-ilmu agama Islam yang diajarkan di madrasah mencakup mata pelajaran Alquran, Hadis (digabung), Fikih (Hukum Islam), Aqidah, Akhlak (digabung), Sejarah dan Kebudayaan Islam. Satu mata pelajaran lainnya adalah ilmu alat, yaitu bahasa Arab. Kesemuanya ini baru merupakan ilmu dasar. Masing-masing ilmu mempunyai cabang lagi dan biasanya diajarkan dan diperdalam di PTKI (perguruan tinggi keagamaan Islam) sesuai dengan program studi.

Ilmu-ilmu umum adalah ilmu yang dikembangkan oleh manusia berdasarkan pemikiran, pengamatan, dan pengalaman tentang alam, termasuk diri manusia. Berdasarkan objeknya,  sejumlah ahli membedakan ilmu pengetahuan atas tiga kategori besar, yaitu ilmu alam, ilmu sosial dan ilmu budaya. Sejalan dengan pengelompokan itu, maka program di SMA dibedakan atas Program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Program Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Program Bahasa. Program yang sama berlaku di MA, hanya saja ada lagi satu program lainnya, yaitu Program Keagamaan.      

Landasan Integrasi Keilmuan

Bagi muslim, ilmu berasal dari Allah Swt. Allah menyebut diri-Nya dengan al-‘aliim, al-‘aalim dan al-‘allaam(Maha Mengetahui). Petikan ayat terkait di antaranya wa huwal khallaaqul ‘aliim (Dia Maha Pencipta Yang Maha Mengetahui), ‘aalimul gaibi wasy-syahaadah (Maha Mengetahui yang gaib dan nyata), dan ‘allaam al-guyuub (Maha Mengetahui yang gaib). Sejalan dengan hal itu, dikatakan  di dalam Alquran, misalnya, Ia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak ketahuinya (al-‘Alaq/96: 5). Tuhan Yang Maha Pengasih. Ia mengajarkan Alquran. Ia menciptakan manusia. Ia mengajarnya pandai berbicara (ar-Rahmaan/55: 1-4). Alquran menyebut ilmu sebagai anugerah yang diberikan kepada manusia. Mereka diberi ilmu (uutul ilma). Manusia diberi sedikit ilmu. Artinya, ilmu yang dimiliki manusia sebagai pribadi sangat terbatas. Pengetahuan yang sudah dimiliki bisa berkurang karena lupa atau hilang karena penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Selain itu, meskipun ilmu yang dikembangkan oleh manusia dari masa ke masa mengalami kemajuan, namun tetap memiliki keterbatasan. Pada setiap zaman tetap ada misteri dalam kehidupan di atas bumi yang belum dapat dipecahkan atau diatasi oleh sains.

Ilmu yang dikembangkan di madrasah menuntun siswa agar mengenal Penciptanya dan beriman kepada-Nya, mengkaji manusia dari berbagai sisinya, dan mengkaji alam di luar diri manusia. Manusia dan alam sekitarnya tidak hanya dilihat sebagai objek kajian semata, melainkan dilihat pula sebagai ciptaan Allah Swt. Cara pandang ini menjadi salah satu ciri yang melekat pada muslim di dalam proses belajar dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

Pengembangan ilmu dipandu oleh wahyu. Ilmu dikembangkan dan didekasikan untuk kemaslahatan manusia lahir dan batin, dunia dan akhirat. Orientasi ini diletakkan sejak awal ketika Alquran diturunkan. Wahyu pertama berisi perintah membaca dengan nama Tuhan yang telah menciptakan. Ini mengandung arti bahwa membaca atau belajar secara umum diarahkan untuk memperoleh rida Allah dan dengan cara yang Ia ridai. Berhubung objek yang harus dibaca atau dipelajari tidak disebutkan pada ayat itu, maka itu kemudian dipahami sebagai isyarat bahwa objek tersebut sangat luas, mencakup firman Allah atau ayat-ayat tertulis dan ayat-ayat berupa alam semesta. Alquran mengingatkan bahwa pada diri manusia terdapat tanda-tanda kebesaran Allah Swt., dan demikian pula pada alam semesta.    

Ayat-ayat Alquran berbicara tentang sifat-sifat Allah dan memberi gambaran tentang alam gaib seperti neraka dan surga, berbicara tentang makhluk malaikat dan makhluk jin yang hadir di sekitar manusia, namun tidak tampak dengan indra mata. Informasi semacam ini merupakan salah satu kekhasan kitab suci. Tak ada manusia yang mampu berbicara tentang hal-hal gaib tanpa bantuan wahyu. Akal manusia tak sanggup memahaminya dengan baik dan detail. Selain itu, Alquran berbicara tentang manusia, misalnya asal usul kejadiannya. Alquran berbicara tentang benda-benda di sekitar manusia seperti air, tanah, batu, dan pohon. Alquran juga berbicara tentang nyamuk dan unta, gunung dan laut, matahari dan bulan, langit dan bintang. Alquran juga berbicara tentang waktu. Objek-objek yang dibicarakan itu juga menjadi objek kajian sains.

Sejalan dengan keragaman objek yang perlu dipelajari, maka Alquran mengajak manusia untuk mendengar, membaca, melihat, mengamati, merenungkan, memahami, memperhatikan,  dan memikirkan.  Metode yang ditawarkan itu berlaku dalam sains. Beragam metode itu telah dikembangkan lebih jauh. Selain itu, ada hal yang spesifik yang ditawarkan oleh Alquran yaitu melihat dengan mata hati. Alquran mengajak manusia untuk melihat dengan mata hati kebenaran yang terkandung pada firman Allah dan peristiwa yang tak mampu diatasi manusia, seperti ketika ia menghadapi sakaratul maut.

Ayat-ayat Alquran yang menerangkan tentang manusia dan alam semesta ini perlu diperkenalkan kepada siswa madrasah sesuai dengan tingkatannya. Penjelasan tentang ayat-ayat itu dielaborasi dan diperkaya dengan temuan sains yang mapan. Misalnya, Dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tidak juga beriman? (al-Anbiya/21: 30). Pernyataan ini bersifat umum sehingga perlu dijelaskan lebih lanjut. Keterangan sains dalam kaitan ini bersifat penunjang dan diintegrasikan ke dalam metode tafsir yang sudah dikembangkan oleh ulama.

Peran Guru di Madrasah

Tugas guru Pendidikan Agama Islam (PAI) di madrasah pada semua jenjang adalah menanamkan dasar-dasar ilmu agama Islam yang kuat, dari aspek pemahaman, penghayatan dan pengamalan yang tercermin pada akhlak mulia. Hal yang sama dilakukan oleh guru mata pelajaran umum, yang menanamkan dasar-dasar pengetahuan umum. Dalam kaitan ini, ilmu umum diharapkan agar mengantar siswa lebih meresapi kebesaran Allah. Secara khusus, pada jenjang PAUD, Raudhatul, Athfal lagu-lagu dengan lirik yang bertema keagamaan dan alam sekitar sudah merupakan suatu bentuk integrasi yang cocok untuk dunia anak. Dengan cara itu, sejak dini anak sudah dibimbing untuk berdiri dengan dua kaki dalam menapaki kehidupan dunia, berdasarkan agama dan ilmu.

Misi integrasi keilmuan diemban oleh semua guru madrasah secara bersama-sama dan bersinergi. Guru PAI bertugas menerangkan ajaran agama sesuai dengan mata pelajaran yang diampu. Pada waktu menerangkan satu pokok bahasan, maka ketika ada hal-hal tertentu yang berhubungan dengan sains, maka sebaiknya hal itu dijelaskan. Sebagai misal, kewajiban menjalankan puasa Ramadan yang mengacu pada kalender Hijriyah (mata pelajaran fikih atau Alquran dan Hadis) sebaiknya dihubungkan dengan penjelasan seputar penanggalan syamsiah dan kamariah serta perbedaan di antara keduanya. Baik sekali jika guru mampu menerangkan dalil melaksanakan perintah agama berdasarkan penanggalan kamariah dan hikmahnya.

Pelatihan bagi guru madrasah untuk semua mata pelajaran diharapkan dapat meningkatkan kompetensi mereka dalam mengemban misi integrasi tersebut. Selain itu, diskusi rutin di antara guru madrasah untuk berbagi pengalaman perlu menjadikan tema tersebut sebagai salah satu topik bahasan. Pengurus organisasi profesi terkait seperti MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) dapat mengambil inisiatif untuk menyusun topik diskusi secara berjenjang. Hal yang tidak kalah pentingnya, adalah pengadaan dan pengembangan bahan bacaan yang dibuat oleh para pakar untuk membantu tugas-tugas guru madrasah di kelas. Karya tulis ahli agama Islam dan pakar sains dinantikan secara berkelanjutan dalam menunjukkan titik temu antara ajaran agama dan sains.         

MA dengan empat program yang ditawarkan merupakan suatu bentuk integrasi yang ideal pada jenjang pendidikan menengah pada masa sekarang. Secara umum, perbandingan mata pelajaran agama dan umum pada program umum (IPA, IPS dan Bahasa) adalah 30:70. Ini cukup baik bagi siswa yang bermaksud melanjutkan pendidikan pada program studi umum di perguruan tinggi. Sebaliknya, porsi jam mata pelajaran agama yang berbanding 70:30 dengan mata pelajaran umum cukup ideal bagi siswa yang berencana untuk melanjutkan pendidikan ke program studi agama di PTKI. Meskipun demikian, siswa pada semua program di MA dapat memilih program studi di PT yang diperkenankan, jika ia mempersiapkan diri dengan pelajaran tambahan yang intensif di luar kelas sesuai dengan minatnya.

Akhirnya, perlu dijelaskan bahwa dewasa ini Kementerian Agama mengembangkan Madrasah Aliyah Unggulan, yang terdiri dari: a. Madrasah Akademik, b. Madrasah Keterampilan dan Madrasah Keagamaan. Madrasah Akademik mengembangkan keunggulan kompetitif di bidang akademik, riset, dan sains. Madrasah Keterampilan mengembangkan keunggulan di bidang keterampilan atau kejuruan atau kecakapan hidup. Madrasah Keagamaan mengembangkan keunggulan kompetitif di bidang keahlian kajian keagamaan (tafqquh fiddin) (PMA No. 60 Tahun 2015). Pengembangan tersebut tetap dalam kerangka integrasi keilmuan, memberi dasar-dasar agama dan ilmu sesuai porsi yang diminati oleh peserta didik.[]

(Penulis adalah Profesor Riset Bidang Agama dan Tradisi Keagamaan)

Sumber gambar: google

________

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI