PERAN PTKI DALAM MENCETAK DA’I MODERAT

17 Jun 2016
PERAN PTKI DALAM MENCETAK DA’I MODERAT

Oleh: Hayadin

Peneliti pada Pusat Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan

Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI

hayadin006@gmail.com

 

Secara historis, kemunculan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) bermula dari Perguruan Tinggi Agama Islam,diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1950. Pertimbangan utama terbitnya peraturan tersebut adalah “bahwa dalam beberapa lapangan pemerintahan dan oleh masyarakat, banyak dihajatkan tenaga ahli dalam ilmu keagamaan pada umumnya. Untuk mencapai keahlian (kompetensi) tersebut, pelajar Indonesia saat itu terpaksa mengikuti pelajaran pada perguruan-perguruan tinggi di Luar Negeri yang tidak mempunyai hubungan yang seksama dengan madrasah-madrasah di Indonesia”. Maksud dari pembentukan PTAI, kemudian disempurnakan menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 1960, adalah untuk memberikan pengajaran dan menjadi pusat perkembangan dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang Agama Islam[2]

Sejalan dengan semangat tersebut, ditengah situasi dakwah yang kompleks dengan aktorbermacam-macam,peran dan fungsi PTKI dapat dirujuk kembali pada khittah-nya, yakni membangun jiwa umat Islam Indonesia yang terombang-ambing oleh keadaan. Peran strategis PTKI di era kontemporer menjadi penting karena beberapa faktor, antara lain: kehadiran organisasi keagamaan Islam transnasional, kehadiran perilaku kekerasan dan radikalisme berbasis agama, serta maraknya kasus penyimpangan dan penistaan agama. Munculnya paham dan gerakan radikal di tanah air pada dua dasawarsa terakhir, kebanyakan berasal dari dan berafiliasi dengan organisasi keagamaan dari luar negeri (transnasional). Mereka membawa paham dan mengajarkan antidemokrasi,anti barat khususnya Amerika, anti pemerintah, anti Pancasila dan UUD 1945. Secara umum, mereka dikategorikan sebagai Islam Takfiri,cenderung mengafirkan muslim lainbukan golongan mereka sendiri.[4]Demikian pula dengan Hizbut Tahrir (HT) bertujuan mendirikan khilafah Islamiyah dengan menggantikan pemerintahan yang sah, menjadi salah satu organisasi memengaruhi pemikiran mahasiswa pada banyak perguruan tinggi umum seperti IPB Bogor, ITB Bandung, UI Depok, UGM Yogyakarta, dan Unibraw[6]

Dalam konteks psikologi dakwah, fenomena radikalisme dalam Islam, hanya akan merusak citra positif dan membangun citra negatif ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin. Beberapa tindak kekerasan mengatasnamakan Islam atau menyebut dirinya dengan kelompok diasosiasikan dengan istilah Islam, melahirkan stigma negatif tertentu. Kini terdapat stigma tentang Islam yang sangat kental, terutama melalui media, yakni: 1) Islam adalah agama kekerasan dan teror; 2) Islam adalah perusak dan tidak memberi solusi; 3) Islam adalah agama yang ingin eksis sendiri di muka bumi dan tidak menghendaki adanya kelompok lain di muka bumi.[8] Disamping itu, PTKI juga memiliki sejumlah modal, yaknimahasiswa yang dinamis secara fisik, mental, dan intelektual.

Mahasiswarelatif berusia muda, secara psikologis memiliki daya tahan dan keuletan untuk mengemban tugas dan fungsi dakwah menyiarkan ajaran rahmatan lil ‘alamin.Modal intelektual yang berasal dari pelajaran beberapa SKS, antara lain: Bahasa Arab, Dirosah Islamiyah, Tafsir, Hadits, Aliran Modern dalam Islam, dan lain-lain.Mahasiswa memiliki waktu luang relatif banyak dan dapat digunakan untuk aktivitas positif sepertikegiatan dakwah. Waktu luang tersebut diperoleh karena banyak mahasiswa meninggalkan rumah orang tua untuk belajar tinggal sendiri, dan mengelola waktunya hanya untuk belajar. Dari segi ekonomi mereka mayoritas tidak atau belum sibuk bekerja untuk mencari nafkah. Banyak mahasiswamemperoleh biaya hidup dan biaya pendidikan dari orang tua, keluarga, atau lembaga beasiswa.

Para mahasiswa dan seluruh sivitas akademika pada lembaga PTKI dapat mengambil posisi sebagai aktor gerakan dakwah Islam Rahmatan lil ‘Alamin. Merujuk pada surat Al-Qur’an ke-16: 125  “Ajaklah ke jalan Tuhan-mu dengan hikmah, contoh yang baik (teladan), dan debatlah mereka dengan cara yang baik”

[2] Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1950tentang Perguruan Tinggi Agama Islam.

[4] Hayadin, “Tragedi Kecolongan Rohis” dalam  Jurnal Al-Qalam BLA Makassar, No. 2 Tahun 2013.

[6]Ahmad Rizky Mardhatillah Umar, “Melacak Akar Radikalisme Islam di Indonesia”dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 14, Nomor 2, November 2010, hal. 172.

[8] Hamdar Arraiyyah, “Mengembangkan Laboratorium Dakwah bagi Mahasiswa” dalam http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/arsip/artikel-ilmiah/mengembangkan-laboratorium-dakwah-bagi-mahasiswa.html.

[9]Al-Qur’an Surat An-Nahl, ayat125.

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI