PERSEPSI DAN ASPIRASI MASYARAKAT TENTANG PENYIAPAN ULAMA MELALUI PENDIDIKAN PESANTREN

12 Feb 2007
PERSEPSI DAN ASPIRASI MASYARAKAT TENTANG PENYIAPAN ULAMA MELALUI PENDIDIKAN PESANTREN

PERSEPSI DAN ASPIRASI MASYARAKAT TENTANG PENYIAPAN ULAMA MELALUI PENDIDIKAN PESANTREN

Oleh: Husen Hasan Basri dkk., 
Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Tahun 2006, 75 hlm.


Terdapat pandangan masyarakat yang mengakui  besarnya fungsi pesantren sebagai basis penyiapan ulama. Tetapi, ulama yang dihasilkan lembaga pesantren saat ini tidak seperti ulama yang difahami zaman dahulu. Justru, akibat terjadinya transformasi pendidikan di pesantren dengan segala bentuk penambahan fungsi pesantren seperti sebagai pusat pengembangan ekonomi masyarakat, alumni pesantren tidak saja menjadi ‘ulama’ saja, melainkan juga dapat menjadi ‘ulama intelektual’ dan ‘intelektual ulama’. Ulama itu merupakan status sosial yang diberikan kepada orang yang mempunyai karakteristik keperibadian tertentu, terutama kedalaman pengetahuan agama dan keutuhan moral. Dengan demikian, status sebagai ulama merupakan pengakuan sosial yang terkait dengan moral agama. 
Penelitian ini berkesimpulan bahwa: 1) Komunitas pesantren baik kelompok warga pesantren maupun kelompok warga luar pesantren mempersepsi pesantren masih berfungsi sebagai lembaga penyiapan ulama karena itu lembaga pesantren dipersepsi oleh mereka mampu melahirkan kader ulama; 2)  Berkaitan dengan persepsi tersebut, baik kelompok warga pesantren maupun kelompok warga luar pesantren mengaspirasikan penyiapan ulama tetap dilakukan di pesantren karena lembaga ini paling mampu dalam mewujudkannya. Namun pesantren yang diaspirasikan akan mampu untuk mencetak kader ulama adalah: a) Pendidikan yang berorientasi pada mutu, kebenaran dan kebaikan bagi kepentingan bangsa dan negara; b) Pendidikan yang memiliki visi sebagai pusat studi Islam dan pusat pemberdayaan umat; c) Pendidikan yang memiliki misi menyelenggarakan kajian Islam dan sumber pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; d) Pendidikan yang kurikulumnya dirancang bekerjasama antara pesantren, Departemen agama, dan MUI; e) Pendidikan yang bahasa pengantarnya tidak saja bahasa arab dan bahasa Indonesia, tetapi ada bahasa Inggris dan kalau perlu bahasa daerah; f) Materi pendidikan ilmu ushul fikih dan ilmu mantiq merupakan materi pokok yang harus diajarkan di pesantren; g) Proses pembelajaran melalui diskusi dan bentuk penilaian hasil studi dilakukan melalui ujian; h) Ulama yang dihasilkan bukan ulama fikih.
Rekomendasi penelitian ini : 1)  Bentuk dan model pesantren apapun perlu penguatan terhadap fungsinya sebagai lembaga penyiapan ulama dengan cara menyelenggarakan program yang khusus menyiapkan ulama. 2)  Kepada Direktorat Pendidikan Keagamaan dan Madrasah Diniyah Depag perlu menyempurnakan kembali petunjuk pelaksanan pendidikan kader ulama (program ma’had aly).***

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI