Sambut Tahun Politik 2024, Kemenag dan MUI Gelar Kolokium Agama-Agama Nusantara

11 Agt 2022
Sambut Tahun Politik 2024, Kemenag dan MUI Gelar Kolokium Agama-Agama Nusantara

Jakarta (Balitbang Diklat)---Menghadapi tahun politik 2024, Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar Kolokium Agama-Agama Nusantara (KARA). Kegiatan mengusung tema “Mencegah Politik Identitas dan Komodifikasi Agama dalam Pilpres 2024”, berlangsung pada 10 Agustus 2022 di Jakarta.

Plt. Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. Abu Rokhmad mengatakan ormas keagamaan di Indonesia adalah mitra Kementerian Agama. Instansi ini membutuhkan dukungan, kritik, dan saran untuk kebaikan pengelolaan kehidupan umat beragama di Indonesia yang dinamis dengan berbagai macam persoalannya.

Kaban Abu mengutip jargon MUI, yakni sebagai khadimul ummah (berkhidmat pada umat) dan shodiqul hukumah (mitra pemerintah). Pada jargon ini, MUI memiliki peran sebagai teman sejati bagi pemerintah untuk membangun, menjaga, dan merawat kebhinekaan negeri ini.

“Majelis agama dan ormas-ormas keagamaan menjadi mitra strategis bagi Kementerian Agama. Oleh karena itu, perlu kolaborasi dan kerja sama untuk menghadapi berbagai persoalan, khususnya dalam bidang kehidupan umat beragama menjadi fokus kita bersama,” ujar Kaban Abu di Jakarta, Rabu (10/8/2022).

Menurut Abu, kegiatan hari ini sangat penting karena mengambil tema yang sangat strategis dan antisipatif dalam menyambut perhelatan nasional pemilu. “Ada beberapa istilah politik identitas, identitas politik, komodifikasi agama, dan kriminalisasi politik. Ini perlu dijelaskan kepada masyarakat,” ungkapnya.

“Mungkin perlu dijelaskan juga sejak kapan politik identitas mulai digunakan saat kampanye. Menggunakan identitas sebagai media untuk menjaring suara dan mendapatkan keuntung-keuntungan politik,” kata Kaban Abu melanjutkan paparannya.

Perlu juga dijelaskan dengan bahasa yang sederhana kepada masyarakat, contoh bentuk politik identitas. Selain itu, perlu juga dijelaskan secara jernih apakah menggunakan alasan agama untuk memilih dalam suatu pemilu termasuk dalam politik identitas atau bukan.

“Pada kondisi ini kehadiran MUI perlu menjadi guardian of moral, menjadi kompas bagi kehidupan umat beragama. Sebab memang organisasi keagamaan yang netral tidak punya kepentingan yang bisa berbicara tentang politik identitas,” ujarnya.

Menutup paparannya, Kaban Abu berpesan agar ormas-ormas keagamaan diharapkan dapat mengantisipasi dampak agama digunakan sebagai alat politik. “Oleh karenanya, kami harap ormas-ormas dapat memandu dan membimbing masyarakat luas agar tetap menjaga agama tetap autentik,” tandasnya.

 

Jaga Kerukunan Umat Beragama

Dua tahun lagi Indonesia akan menghelat pemilihan umum. Seperti yang telah diketahui, gelaran nasional ini akan memunculkan politik identitas, maupun identitas politik yang tidak bisa dihindari.

Sekretaris MUI Dr. Amirsyah Tambunan mengatakan kondisi ini tidak dapat dihindari, namun sangat bergantung pada realitas politik di masyarakat. Bagi MUI, istilah-istilah tersebut akan berujung pada kepentingan politik.

“Jika kepentingan ini dapat diakomodir sesuai peraturan perundang-undangan—Indonesia yang sudah teruji kerukunannya—pemilu 2024 dapat berlangsung dengan langsung, umum, bebas, rahasia (LUBER),” ungkapnya.

Artinya, bagi Indonesia yang sudah merdeka selama 77 tahun, pemilu merupakan suatu rutinitas politik yang biasa dilakukan. Namun bagi sebagian orang yang kepentingannya tidak terakomodir, kondisi ini mengkhawatirkan.

“Dalam berpolitik harus siap kalah atau menang, namun bagi orang yang tidak siap secara mental, kondisi kalah akan menimbulkan phobia. Kami tidak ingin kondisi ini menyebabkan ketakutan bagi masyarakat, bagi kontestan, dan bagi bangsa ini,” katanya.

“Jika terdapat riak kecil di masyarakat, sebagai ormas, kita berharap dapat menjadi garda terdepan menjaga kerukunan umat beragama. Ormas-ormas ini menjadi social capital sekaligus human capital, ini artinya Indonesia memiliki kekhasan dibandingkan negara lain,” ujar Buya Amir.

Kerukunan ini perlu dirawat dengan ikhtiar bersama. Kolokium merupakan pertemuan para ahli, harapan kami dengan adanya kegiatan ini akan menghasilkan keputusan yang sesuai dengan kapasitas keahlian. Sehingga akan dijadikan rujukan dalam menghadapi kontestasi politik 2024.

Pada kesempatan itu, ketua panitia kegiatan Dr. Zainuddin Daulay mengatakan fokus utama kolokium adalah untuk menjaga dan merawat kemajemukan keragaman yang ada di Indonesia. Keragaman ini merupakan suatu anugerah yang diberikan Allah kepada seluruh alam sehingga perlu dijaga bersama.

Hadir pada kegiatan ini Plt. Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. Abu Rokhmad, Sekretaris Jenderal MUI Pusat Dr. Amirsyah Tambunan, Pimpinan MUI Dr. K.H. Yusnar Yusuf K, Pimpinan PGI Dr. Martin, Pimpinan KWI Romo Agustinus Heri, Pimpinan Walubi, Pimpinan Parisada Hindu Indonesia, Majelis Konghucu, serta utusan ormas keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, dan lainnya.[]

Diad/AR

 

 

Penulis: Dewindah
Editor: Rahmatillah Amin
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI