SIMBOL-SIMBOL AGAMA MARAK DALAM KAMPANYE PARPOL

21 Nov 2005
SIMBOL-SIMBOL AGAMA MARAK DALAM KAMPANYE PARPOL

SIMBOL-SIMBOL AGAMA MARAK DALAM KAMPANYE PARPOL  

 

 Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelum-nya, pada Pemilu tahun 2004, rakyat diberi kekebasan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Sejarah pemilu dan perpolitikan masa lalu serta semangat reformasi yang menggelora nampak mendorong kontestan mengerahkan segenap kekuatan dan cara untuk menjadi pemenangnya, terutama pada masa kampanye. Berbagai pendekatan—sosial-politik, ekonomi, budaya, dan agama—ditempuh dan dipilih kontestan untuk membujuk memilih “jago”nya, dari pendekatan yang persuasif hingga pendekatan yang cenderung coersive dan represif. Dalam hal ini, selain pendekatan materi yang populer dengan sebutan “money politics,” pendekatan agama juga cenderung digunakan untuk kepentingan kampanye. Misalnya, penggunaan simbol-simbol agama oleh kontestan saat berkampanye di tengah komunitas beragama. 

 

 Untuk melihat sejauhmana pendekatan agama dipergunakan untuk kepentingan politik, terutama saat berkampanye, pada tahun 2004, Puslitbang Kehidupan Beragama, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan menyelenggarakan penelitiantentang Penggunaan Simbol-Simbol Agama untuk Kepentingan Politik di Indonesia. Penelitian, yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus (di Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi), memfokus pada penggambaran simbol-simbol agama (penggunaan ayat-ayat kitab suci, hadist (ucapan rasul, nabi, dsb.), tanda, salutasi relijius, penyebutan nama Tuhan, dsb.) yang dipergunakan kontestan Pemilu tahun 2004.  

 

Penelitian yang diharapkan berkontribusi bagi pengembangan kebijakan penggunaan agama dalam Pemilu mendatang, menghasilkan beberapa temuan pokok: 1)      Hampir semua partai politik (parpol) menggunakan simbol-simbol agama saat berkampanye dalam Pemilu 2004;2)      Penggunaan simbol-simbol agama dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Dalam hal ini, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Damai Sejahtera (PDS), dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) cenderung mempergunakan simbol-simbol agama secara terang-terangan (vulgar). Penggunaan symbol-simbol agama secara terselubung dan sophisticated  dilakukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Golkar yang memperhatikan tuntutan situasi real yang ada;3)      Penggunaan simbol agama dalam kampanye tidak selamanya efektif untuk memenangkan Pemilu. Terpilihnya pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla cenderung akibat kampanye yang mengusung simbol perubahan dan figur pribadi;4)      Penggunaan simbol agama pada Pemilu 2004 berakibat negatif yang melahirkan fragmentasi nilai keagamaan dan perendahan wibawa tokoh agama. 

 

 Berdasar temuan diatas, penelitian ini  memberi masukan kepada pihak terkait dalam hal ini pemerintah, parpol, dan warga masyarakat untuk tidak menggunakan simbol-simbol agama dalam kampanye Pemilu, apalagi menyinggung atau mendeskreditkan umat beragama lain, karena ditakutkan akan merusak hubungan antar umat beragama dan integrasi bangsa.(Choirul Fuad Yusuf).      

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI