Tantangan Utama Umat adalah Gali Akar Tradisi Pluralitas

11 Okt 2010
Tantangan Utama Umat adalah Gali Akar Tradisi Pluralitas

MATARAM--Tantangan utama bagi umat Islam dewasa ini adalah menggali akar tradisi pluralitas pada penafsiran dan implementasi kitab suci. 

Ini ditegaskan Prof. H.Abdurrahman Masud, PhD, Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama dalam rangkaian Dialog Pengembangan Wawasan Multikultural antar Pemuka Agama Islam Pusat dan Daerah, bertajuk Merajut Mozaik Keragaman Melalui Pengembangan Potensi Ekonomi Keumatan di Mataram, NTB, Kamis (7/10)


Menurutnya, ini bisa dilakukan dengan mengembangkan kebudayaan toleransi, hubungan antarmadzhab dan organisasi serta asosiasi dalam dunia Islam yang dialogis dan damai. Islam itu satu adanya, tetapi manifestasi Islam juga beragam secara kultural. Tanpa memulihkan prinsip koeksistensi atau hidup berdampingan secara damai , umat Islam akan terjebak kembali pada pemikiran kaum Khawarij yang menganggap kebenaran hanyalah miliknya, paparnya. Ditegaskan Abdurrahman, peradaban Islam dapat kembali berjaya ketika umat mampu menjadikan perbedaan substansial sebagai aset atau modal sosial. Peradaban Islam mencapai titik puncak terjadi ketika harmoni, saling menghormati perbedaan penafsiran atau madzhab. Sebaliknya kemunduran peradaban Islam terjadi ketika perpecahan, fitnah, memutlakkan kebenaran relatif di kalangan umat, menghiasi, tegasnya.


Kegiatan yang dibuka oleh Gubernur NTB, Tuan Guru H. M. Zainul Majdi, MA tersebut diikuti antara lain oleh Ketua Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa, Pengurus Besar Nahdlatul Wathon Tuan Guru H. Suaidi,  Ketua DPP Dewan masjid Indonesia Natsir Zubaedi, Ketua FPI Habib Muhsin Ahmad Al-Attas, Ketua Pembina Iman Tauhid Islam (PITI) Anda Hakim. Juga hadir Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Muti serta Prof.Dr. H. Moh. Baharun pimpinan Persatuan Tarbiyah Islamiyah. Juga diikuti sekitar 60 pimpinan umat, para Tuan Guru, pimpinan Pondok Pesantren serta Lembaga Keagamaan Islam se-NTB.


Pada kesempatan yang sama, Bupati Lombok Barat, H. Zaini Azrani menegaskan bahwa mau tidak mau, seseorang dilahirkan dalam satu etnis tertentu. Namun dibesarkan dalam satu nasionalitas. Pada waktu yang sama, manusia juga dibesarkan di tengah-tengah arus globalisasi yang tentunya juga berpengaruh. Jadi intinya adalah bagaimana umat bisa menempatkan diri dan menggunakan lebih dari satu sosio kultural dalam kehidupannya.


Kearifan budaya lokal yang terus dipertahankan merupakan salah satu upaya atau media untuk terus merajut keharmonisan umat Islam. Berdasarkan hasil penelitian Badan Litbang dan Diklat kementerian Agama, di NTB terdapat sejumlah kearifan lokal yang mampu menjaga keharmonisan tersebut. Seperti kelaziman saling jot atau mengantar makanan, saling ajinan atau saling menghormati serta saling ayoin atau saling mengunjungi, papar Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Prof Dr. H. Abdul Djamil, MA. Potensi kerukunan lainnya di wilayah NTB adalah posisi sentral tokoh Muslim, terutama para Tuan Guru yang sangat dihormati, dipatuhi dan dijadikan panutan oleh masyarakat setempat. Bersama pemerintah setempat, para Tuan Guru dan tokoh Muslim lainnya, senantiasa membantu dan terlibat dalam upaya penyelesaian berbagai permasalahan sosial dan keagamaan.


Menurut Abdul Djamil, melalui kegiatan dialog antar pemuka agama Islam pusat dan daerah ini, diharapkan mampu memperlancar komunikasi antar pimpinan Ormas Islam. Ini juga bertujuan menyatukan visi dan misi bersama mengemban amanah dakwah para pemimpin agama Islam pusat dan daerah tentang pembinaan umat Islam yang lebih berkualitas dan dinamis di masa depan. Khususnya peningkatan kerjasama nyata dalam menanggulangi masalah-masalah kemiskinan dan kebodohan.

 

Ditambahkannya, melalui kegiatan dialog ini diharapkan akan dicapai kesepakatan-kesepakatan para pimpinan ormas Islam pusat dan daerah tentang upaya-upaya nyata dan kerjasama keduabelah pihak untuk meningkatkan kualitas umat baik material maupun spiritual. Juga diharapkan suatu rumusan dinamika kerukunan umat Islam di daerah, menyangkut potensi konflik dan integrasi sebagai bahan antisipasi bersama, kata Abdul Djamil.


Kegiatan ini selain diisi dengan dialog dan diskusi antar pemuka agama Islam pusat dan daerah, juga kunjungan silaturrahim ke sejumlah masjid yang telah memiliki kegiatan ekonomi, seperti koperasi dan lainnya. Setiap masjid yang dikunjungi akan mendapatkan dana bantuan sebesar 25 juta rupiah setiap masjid. Antara lain masjid Masjid Attaqwa, masjid Al Abror, masjid Al
Muttaqien serta masjid Al Istiqomah.

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI