Benchmarking Tim Puslitbang Lkkmo Ke “Pintu Gerbang Menuju Dunia” Di Hamburg Jerman

22 Jun 2018
Benchmarking Tim Puslitbang Lkkmo Ke “Pintu Gerbang Menuju Dunia” Di Hamburg Jerman

Jerman (Balitbang) --- Tim Benchmarking Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama yang terdiri dari Asep Saefullah, Nurman Kholis, dan Novita Siswayanti berkunjung ke Hamburg pada Mei 2018. Konsul Jenderal Republik Indonesia (KJRI), Bambang Susanto pun menyambut kedatangan tim. Tim selanjutnya menyampaikan salam silaturrahmi berikut surat tugas dari Kepala Puslitbang LKKMO, Mohamad Zain terkait kegiatan benchmarking model kajian dan pengeloloaan khazanah keagamaan di Hamburg. 

Tim juga menyampaikan maksud diadakan kegiatan ini antara lain untuk mendukung visi Menag Lukman Hakim Saifuddin dalam rangka pendirian Pusat Kajian Manuskrip Keagamaan Nusantara. Melalui kegiatan ini tim juga berupaya menjajagi kemungkinan kerjasama yang diwujudkan dengan Memorandum of Understanding antara Puslitbang LKKMO dengan Centre for The Study of Manuscript Cultures (CSMC), Universitat Hamburg atau lembaga-lembaga terkait lainnya di Hamburg.

Berdasarkan koordinasi dengan pihak KJRI, pada hari-hari selanjutnya dengan tetap menjalani ibadah puasa Ramadhan, tim berkunjung ke Universität Hamburg. Tim ini disambut oleh Alan Darmawan, mahasiswa asal Indonesia yang sedang kuliah program doktor tradisi lisan Melayu. Ia pun selanjutnya mengantar tim hingga bertemu Prof. Jan van der Putten, Guru Besar Filologi pada Asia-Afrika Institut Universität Hamburg yang didampingi oleh Yanti dosen bahasa Indonesia pada kampus ini.

Prof. Jan pun yang fasih berbahasa Indonesia, memaparkan sekilas kondisi yang kondusif di Jerman dalam pemeliharan serta penelitian dan pengembangan kajian manuskrip. Menurut filolog asal Belanda ini, kondisi tersebut antara lain ditunjang oleh tradisi umumnya orang Jerman yang kritis. Tradisi berpikir masyarakat Jerman hingga banyak menghasilkan banyak pemikir ini berpengaruh terhadap bagusnya hasil penelitian orang-orang Jerman. Namun, hasil penelitian itu banyak juga yang tidak go internasional. Hal ini sehubungan kebanggan bangsa Jerman terhadap bahasa mereka sendiri yang secara gramatikal dan aspek-aspek lainnya yang rumit namun bisa bertahan hingga saat ini. Karena itu, bahkan ada filolog Jerman yang tidak bisa berbahasa Inggris padahal kajiannya terkait bahasa.

Demikian juga aspek penilaiannya terkait jurnal berbahasa Inggris. Banyak para petinggi kampus tidak peduli dengan urusan ranking ini hingga mereka tetap tidak mengembangkan penerbitan jurnal-jurnal berbahasa Inggris.

Kajian filologi yang kondusif di Jerman juga ditunjang oleh paradigma pemangku kebijakan di Jerman yang mengapresiasi dan memfasilitasi minat dan keahlian seseorang hingga dapat dikembangkan. Hal ini sebagaimana adanya Institut Asia-Afrika di Universitat Hamburg. Lembaga ini kajiannya semula secara khusus tentang negara tertentu seperti Indonesia hingga dulu bernama Indonesia. Mergernya kajian Indonesia dan negara-negara lain di Asia dan Afrika dalam satu lembaga ini merupakan upaya untuk mempertahankan kajian secara khusus tentang negara-negara dan secara umum tentang kedua benua itu.

Di sisi lain dengan mergernya kajian negara-negara dalam satu lembaga yang dikemas dengan nama dua benua itu, agar dalam mengkaji suatu teks misal berbahasa Indonesia tidak hanya secara obyektif tentang bahasa negara ini juga kaitannya dengan teks-teks yang berasal atau berbahasa negara-negara bertetangga dengan Indonesia dan dengan negara-negara lainnya yang satu benua. Dengan demikian, kajian negara-negara ini tetap bertahan meskipun pasang surut. Hal ini juga ditunjang oleh paradigma para petinggi terkait pendidikan di Jerman. Menurut mereka, mungkin saja ada suatu kajian yang saat ini kurang diminati, suatu saat 5 atau 10 tahun lagi diminati.

Prof. Jan pun pada kesempatan lain memandu tim untuk berkunjung ke Centre for The Study of Manuscript Cultures(CSMC), Universitat Hamburg. Lembaga ini didirikan dalam rangka menginventarisasi hingga mengkaji manuskrip (naskah yang ditulis tangan) dari berbagai penjuru dunia. Adapun salah satu kegiatan yang telah dikembangkan oleh CSMC adalah teknologi untuk mengungkap teks dari masa lalu yang hilang karena dihapus dan diganti dengan teks lain. Berkat teknologi bernama multispectal image ini, teks yang hilang itu bisa tampak terlihat. Hal ini misalnya ada tulisan dalam manuskrip yang dihapus lalu pada hapusan itu digoreskan dengan kata yang lain. Melalui teknologi ini, teks yang belakangan ditulis menjadi tampak gelap maka teks yang sudah dihapus itu dapat tampak kembali.

Tim Puslitbang LKKMO dengan diantar oleh Tommy, diplomat yang berdinas di KJRI Hamburg, selanjutnya berkunjung ke Museum fur Volkerkunde yang berlokasi di sebrang Universitat Hambur. Dari desain eksterior bangunan ini, tampak upaya Jerman dalam hal ini pemerintah kota Hamburg untuk menampilkan nuansa dunia. Hal ini sebagaimana pada gapura terdapat ucapan selamat datang dalam aksara Latin berbahasa Inggris dan Jerman serta beraksara dan berbahasa Arab.

Kepala Bagian Oceania museum ini, Dr. Jeanette Kokott pun menyambut kedatangan tim. Ia memandu perjalanan tim untuk sekilas melihat-lihat berbagai koleksi hingga memasuki ruang Direktur Museum Volkerkunde, Prof. Dr. Barbara Plankensteiner.

Dalam pertemuan yang menggunakan bahasa Inggris campur bahasa Jerman ini, Prof. Barbara menyatakan, koleksi-koleksi pada musium etnologi ini merupakan hasil eksebisi orang-orang Jerman ke berbagai negeri di dunia.

Karena itu, pada peringatan museum Volkerkunde yang ke-125, musium ini menerbitkan buku luks berketebalan 344 halaman yang dikemas dalam judul “Hamburgs Tor zur Welt” (Pintu Gerbang Hamburg Menuju Dunia).

Adapun koleksi dari Indonesia pada musium ini hanya terdapat dari Bali. Hal ini sehubungan dengan inisiasi seorang konglomerat di Jerman yang beristrikan perempuan dari propinsi yang dikenal dengan sebutan “Pulau Dewata” ini.

Dengan demikian, visi menuju dunia yang dicanangkan oleh Universitat Hamburg dan Museum Volkerkunde ini merupakan estafet visi para pemimpin Jerman dari masa ke masa. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Helmut Kohl sejak berhasil melakukan reunifikasi Jerman pada tahun 1990. Saat berkunjung ke Indonesia dan bertemu Presiden Soeharto pada tahun 1996, Kohl saat itu menyampaikan visi Jerman yang ingin menjembatani hubungan yang disebutnya Euro-Asia (Eropa-Asia). Visi tersebut berlanjut dan dikembangkan dari Euro-Asia menuju dunia. Hal ini sebagaimana kebijakan masa pemerintahan Angela Merkel yang menerima sejuta lebih pengungsi dari Suriah. Karena itu, penduduk Muslimnya menjadi lima jutaan hingga Jerman menjadi negara yang dihuni muslim terbanyak di Eropa.

Semoga visi pendirian Pusat Kajian Manuskrip Keagamaan Nusantara juga dapat berkesinambungan dari masa ke masa kepemimpinan di lingkungan kementerian Agama. []

nk/as/ns/diad

 

 
Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI