Menyoal Eksistensi Program Studi Agama di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN)

29 Jan 2019
Menyoal Eksistensi Program Studi Agama di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN)

Oleh: Hayadin

Kordinator Penelitian Evaluasi Program Studi Agama di PTKI

Puslitbang Penda, 2018.

Email: hayadin006@gmail.com

 

Dalam pekan ini, pejabat di lingkungan Kementerian Agama menantang para pimpinan PErguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) di Indonesia untuk introspeksi diri terkait eksistensi program studi Islam di UIN dan IAIN. Tantangan tersebut dinyatakan oleh Menteri agama RI, Lukman Hakim Saifuddin.  Beliau mengajukan pertanyaan kepada panitia penerimaan mahasiswa baru - SPAN-PTKIN, mengenai fakta sepi peminat pada beberapa program studi agama.

Hasil penelitian Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan, Balitbang & Diklat Kemenag RI tahun 2018, dapat mengkonfirmasi dan menjawab tantangan tersebut. Berdasarkan riset pada sembilan Universitas Islam Negeri (UIN), beberapa prodi agama yang termasuk kategori langka peminat antara lain: Perbandingan agama atau studi agama-agama, Perbandingan Madzhab dan Hukum, Aqidah Filsafat, Ilmu Hadits, Pengembangan Masyarakat Islam, Pendidikan Guru RA, dan Pengembangan Masyarakat Islam. Jumlah mahasiswa yang memilih program studi agama seperti antara lain tersebut di atas, berkurang dibandingkan dengan program studi lainnya.

Beberapa program studi pernah menerima mahasiswa kurang dari satu rombongan belajar, bahkan kurang dari sepuluh mahasiswa. Pada beberapa UIN, seperti di Jogjakarta, Bandung, Semarang, dan Makassar, minat masyarakat (calon mahasiswa) terhadap prodi agama tersebut sudah mampu memenuhi jumlah kuota pertahun akademik. Meskipun peminatnya tidak sebanyak prodi lainnya

Penyebab sepinya peminat pada program studi agama secara umum karena kelemahan internal institusi peguruan tinggi keagamaan negeri dalam memasarkan program studi kepada stakeholders. Beberapa pimpinan madrasah mengaku tidak pernah dikunjungi oleh civitas akademika dari UIN atau IAIN sekitar madrasah. Justru mereka mendapatkan kunjungan dari Perguruan Tinggi Umum (PTU). PTU yang berada di sekitar madrasah menawarkan program studi umum, beasiswa, dan penjelasan arah karier dan profesi dari program studi yang ditawarkan di PTU. Penyebab lainnya adalah pergeseran pola pikir masyarakat yang jadi lebih pragmatis untuk mencari kerja atau menjajaki profesi tertentu melalui perguruan tinggi. Kuliah bukan hanya sekedar menuntut ilmu pengetahuan untuk menjadi lebih pandai. Tetapi untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan sebagai basis profesi dan karir yang menjamin masa depan. Dalam konteks yang kedua ini maka program studi agama, kurang laku dijual.

Hasil penelitian tahun 2018 menunjukkan bahwa sebanyak 44,6 % responden siswa madrasah Aliyah (MAN) memilih untuk lanjut di perguruan tinggi umum (PTU). Dan hanya 28,8 % responden siswa madrasah Aliyah (MAN) yang memilih untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKI). Sisanya memilih untuk lanjut ke perguruan tinggi luar negeri sebanyak 16,6%, dan lanjut ke Ma’ahad aliy sebanyak 3,7%  dan tidak memilih sebanyak 5,5%.

Responden (siswa MAN) yang memilih untuk studi pada perguruan tinggi di luar negeri, didorong oleh kesadaran dan motivasi untuk mengembangkan wawasan dan koneksi dengan dunia global, serta tertarik oleh kemajuan iptek di negara maju. Mereka yang memilih lanjut belajar di perguruan tinggi umum (PTU) didorong oleh kesesuaian minat dan jurusan yang akan dipilih, serta memandang bahwa PTU memiliki fasilitas belajar yang lebih lengkap. Sementara siswa yang memikih masuk ke PTKI dan mahad aliy lebih disebabkan oleh dorongan untuk memperdalam ilmu agama.

Dari 55 macam program studi yang dikembangkan oleh PTKIN berdasarkan PMA nomor 38 tahun 2017, pilihan lima prodi teratas (the top-five) siswa Madrasah Aliyah adalah: program studi Pendidikan Agama Islam, Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir, Sejarah Peradaban Islam, Psikologi Islam, dan Hukum Ekonomi Syariah (Mua'malah). Sementara lima prodi sepi peminat pilihan siswa madrasah Aliyah adalah: Bimbingan penyuluhan Islam, Manajemen Zakat dan Wakaf, Tadris Fisika, Manajemen Keuangan Mikro Syariah, Tarjamah.

Menghadapi kenyataan tersebut, pimpinan perguruan tinggi melakukan berbagai upaya untuk menarik minat mahasiswa pada musim penerimaan mahasiswa baru. Kebijakan universitas (PTKI)  mempertahankan eksistensi prodi agama langka peminat (keIslaman murni) dilakukan secara paralel atau pada masing-masing fakultas dan program studi.

Sebagai contoh, di Universitas Islam Negeri Syarif Kasim Riau, mengeluarkan kebijakan untuk memprioritaskan pemberian beasiswa bagi Prodi sepi peminat. Selain itu, pada musim penerimaan mahasiswa baru, universitas memberikan kesempatan kepada calon mahasiswa pada program stui langka peminat yang telah gagal dalam seleksi tahap I dan II untuk ikut lagi dalam seleksi tahap III, bahkan apabila pada seleksi pada tahap III pun tidak lolos, maka diberikan kesempatan sekali lagi untuk seleksi.

Di universitas Islam Negeri Arraniri Banda Aceh, juga membuat kebijaan serupa dengan meluluskan mahasiswa yang tidak di terima pada prodi lain dengan standar nilai lulus untuk masuk pada prodi Akidah Filsafat Islam (sebagai salah satu prodi langka peminat). Rektorat juga membuat kesepakatan dalam bentukmemorandum of understanding (MOU) dengan pemerintah daerah Aceh, untuk menampung alumni prodi sepi peminat dalam penerimaan pekerjaan. Rektorat juga memberikan beasiswa kepada mahasiswa pada prodi sepi peminat.

Disamping temuan tentang fakta sepi peminat pada program studi agama, penelitian ini juga menemukan kompleksitas masalah dalam pengelolaan program studi di PTKIN. Dalam hal sebaran dan pendirian program studi agama, belum didasarkan pada kebutuhan real masyarakat dan pasar kerja di wilayah/daerah di mana PTKIN berada. Kurikulum KKNI yang dibuat oleh program studi masih kurang operasional diterjemahkan dalam proses belajar-mengajar di tingkat prodi. Distingsi antar prodi kurang signifikan. Hal ini melahirkan pengangguran terdidik, atau orientasi profesi mahasiswa dan alumni PTKI yang tidak selaras dengan ilmu pengetahuan yang dipelajari di kampus.

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI