Pengalaman Bersama Buku

23 Apr 2021
Pengalaman Bersama  Buku

Jakarta (23 April 2021). Hari ini 23 April 2021, adalah  hari buku sedunia. Banyak sekali berseliweran di media sosial ucapan-ucapan terkait hari buku ini. Ya, buku bagi saya tetap menjadi sesuatu yang berkesan hingga waktu yang panjang.  

Saya teringat dalam suatu pertemuan salah seorang peserta mengatakan bahwa di era serba digital ini buku sudah beralih dari yang tercetak menjadi digital. Orang sudah beramai-ramai membaca buku di android pintarnya, tersaji dengan cepat dan mudah. Tinggal klik semua urusan terpenuhi. Sehingga tak perlu lagi buku tercetak.

Saya jadi termenung dengan ungkapan itu. Apa iya aktifitas membaca buku saat ini sudah bertranformasi besar-besaran ke versi digital? Saya belum tahu dan belum membaca penelitian lebih lanjut tentang hal ini. Namun demikian bisa saja, bagi sebagian orang mungkin sudah terbiasa membaca buku dengan perangkat elektroniknya bahkan hingga berjam-jam.  Tetapi bagaimana dengan yang lainnya?

Bagi saya, mungkin mewakili sebagian kecil yang lain belum bisa menikmati membaca buku versi digital seratus persen. Mengapa? Banyak faktor, salah satunya adalah kenyamanan dalam membaca. Saya tak memerlukan daya listrik. Saya sangat leluasa menggenggam, menandai, membawanya, juga meminjamkan kepada teman. Bahkan banyak teman-teman saya mengekspose foto bersama buku favoritnya di media sosial. Begitu bangganya mereka sudah membaca buku ini dan itu dan mereka share pengalaman dan yang mereka baca kepada khalayak ramai.

Bagaimana pengalaman saya? Pertama, saya punya kebiasaan membaca Al-Qur’an dan terjemahannya setiap hari. Saya merasakan kenyaman membacanya dengan versi tercetak. Saya pernah mencoba membaca Qur’an digital di HP android saya, tetapi saya tak mampu bertahan lama. Mata saya sakit dan perih. Saya tak ingin direpotkan untuk memasang segala perangkat elektronik untuk membacanya. Maka saya merasa lebih enjoy membaca versi tercetak.  Bahkan jika kita membaca sejarah, Al-Qur-an yang dibukukan sudah berlangsung berabad-abad. Dan itu masih bertahan hingga kini.

Kedua, saya tergabung dalam komunitas menulis bersama atau antologi. Hasilnya tulisan kami akan diterbitkan dalam bentuk buku. Animo teman-teman mengikuti komunitas menulis bareng dan menerbitkan buku cukup besar. Kami bukan hanya senang  berbagi pengalaman, inspirasi, pengetahuan, dan mengukir sejarah, tetapi kami senang memiliki karya dalam bentuk buku.  Dan lagi-lagi karya tersebut diterbitkan dalam bentuk  buku tercetak. Kami bangga dan senang dengan buku yang berhasil kami terbitkan.

Ketiga, beberapa teman kami yang bekerja di penerbitkan pernah mengeluhkan sepinya orderan pencetakan buku. Semakin banyak buku yang terbit secara  born digital, sehingga semakin sepi pencetakan buku. Hal ini memang tidak bisa dipungkiri. Terjadi kelesuan dan tutupnya beberapa penerbit, pencetakan, bahkan toko buku. Namun di sisi lain aktivitas menerbitkan buku tercetak masih diminati sebagian masyarakat termasuk saya.

Keempat, sebagai seorang yang bekerja di lembaga pemerintah, aktivitas menerbitkan buku tercetak di lembaga tempat saya bekerja masih berlangsung. Memang jumlah buku yang dicetak tidak sebanyak yang dahulu kala karena sebagian buku-buku tersebut sudah bisa diakses secara online. Tetapi penerbitan buku tercetak masih berjalan, tidak mati sama sekali. Bahkan beberapa pegawai di tempat saya bekerja sangat produktif sekali menulis dan menerbitkan buku tercetak. Tidak tanggung-tanggung, bahkan  bukunya diterbitkan oleh penerbit internasional.

Kelima, keseharian saya juga sangat dekat dengan buku. Buku-buku yang terpajang dalam rak buku di rumah saya sedikit banyak mengingatkan saya akan kehadiran mereka yang besar bagi kehidupan saya. Setiap ada kesempatan, saya akan membaca dan menjadikannya beberapa rujukan dalam aktivitas menulis saya. Kadang yang membuat saya sedih adalah, saya belum sempat membaca semua buku yang saya miliki. Atau saya sedih karena buku-buku bagus yang ada di peprustakaan belum sempat saya baca semuanya. Nah, katanya ini adalah salah satu kejahatan terhadapa buku, yaitu tidak membacanya.

Akhirnya, buku masih menjadi teman yang ramah dan hangat bagi saya. Sekali waktu saya cukup membacanya di perangkat android saya. Tetapi saya lebih memilih untuk membacanya pada versi tercetak. Meskipun buku memiliki keterbatasan ruang dan waktu,  tidak masalah bagi saya.  Saya tetap bisa membacanya sesering yang saya suka, kapan, di mana, dan dalam keadaan apa saja.

"Buku Adalah Teman Duduk Yang Tidak Membosankanmu, dan Penasehat Yang Tidak Mencari Kesalahanmu. Selamat Hari Buku Internasional.[]

HAR/diad

Penulis: Hariyah
Editor: Dewindah
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI