PRODUKTIVITAS ASN DI TENGAH RAMADHAN DAN COVID-19

24 Apr 2020
PRODUKTIVITAS ASN DI TENGAH RAMADHAN DAN COVID-19

Oleh Efa Ainul Falah, MA

Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah sebuah profesi (UU 5/2014). Setiap profesi menuntut dua hal pokok, yaitu kompetensi dan produktivitas. Kompetensi meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu yang dipersyaratkan. Sedangkan produktivitas merupakan output atau keluaran yang jelas dan terukur dari seorang profesional ketika ia bekerja melaksanakan tugas dan fungsi sesuai prosedur. Kedua hal ini tidak dipisahkan bagaikan dua sisi mata uang yang saling melengkapi.

Sebagai sebuah profesi, ASN dituntut menunjukkan produktivitas kerja. Tidak ada reses atau jeda selama ia aktif sebagai ASN. Tidak ada pula waktu-waktu pengecualian untuk rehat dari produktivitas. Bahkan, semakin lama masa kerja yang dilalui dengan grade kepegawaian yang semakin tinggi, tuntutan produktivitas juga merangkak semakin bertambah. Hal ini seiring dengan bertambahnya gaji dan tunjangn yang diberikan negara. Tuntutan produktivitas ASN baru akan berhenti ketika tidak lagi menyandang status ASN baik karena pensiun atau sebab lainnya.

Tuntutan produktivitas yang tanpa kecuali itu berlaku juga di saat melaksanakan ibadah puasa Ramadhan (bagi ASN beragama Islam) dan juga di saat melaksanakan pekerjaan dari rumah (Work From Home/WFH) selama pandemi Covid-19. Meskipun jam kerja ASN selama Ramadhan dikurangi untuk memberi kesempatan melaksanakan ibadah bagi umat Islam, namun tidak berarti produktivitas menjadi turun. Demikian pula, meskipun tidak datang ke kantor selama wabah corona melanda, tidak berarti bekerja melaksanakan tugas dan fungsi menjadi libur. Dalam situasi tengah berpuasa dan juga tengah menghadapi Covid-19, ASN profesional tetap mampu menunjukkan produktivitasnya.

Puasa tidak dapat menjadi alasan turun atau terhentinya produktivitas. Puasa sejatinya menjadi ujian bagi umat Islam seberapa mampu menahan lapar dan haus meskipun tetap beraktivitas normal seperti di hari-hari lain. Kewajiban berpuasa bagi umat Islam tidak lantas membuat umat Islam bermalas-malasan atau berhenti bekerja. Keberhasilan ibadah selama Ramadhan di satu sisi dan bekerja secara produktif di sisi lain secara bersamaan justru menjadi tolok ukur kesuksesan.

Demikian juga di masa WFH, ASN tetap dituntut produktif. Kewajiban menjaga jarak fisik dan sosial yang membuat ASN tidak datang ke kantor tidak lantas bebas dari tugas dan fungsi. Tugas dan fungsi tetap melekat pada ASN meskipun bekerja dari rumah. Pemerintah tidak mengehentikan gaji dan juga tunjangan profesi atau kinerja dengan asumsi ASN tetap bekerja di rumah. Ini artinya produktivitas ASN selama WFH tetap berjalan. Bahkan, ASN tetap diwajibkan melaporkan pelaksanaan tugasnya selama WFH kepada atasan langsung.

Setiap bulan Ramadhan, ASN beragama Islam bekerja sebagaimana biasa. Dari tahun ke tahun hal tersebut sudah biasa dilaksanakan. Namun, untuk Ramadhan tahun 1441 H/2020 M ini, ASN harus bekerja di tengah dua situasi bersamaan yang tidak pernah dialami, yaitu puasa Ramadhan dan pandemi Covid-19. Situasi dan kondisi ini tentu memerlukan adaptasi yang membuat ASN benar-benar bekerja di luar kebiasaan (out of the box). Dalam beradaptasi ini pun diperlukan strategi bagaimana menjaga produktivitas di saat berpuasa dan juga di saat WFH.

Di saat darurat Covid-19 ini, mayoritas program dan kegiatan reguler di kementerian/lembaga memang terhenti. Hanya program dan kegiatan tertentu yang masih tetap berlangsung sesuai kebijakan pemerintah. Ketika  program dan kegiatan terhenti, praktis ASN tidak melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana biasa. Tugas harian seperti berangkat kerja, melaksanakan tugas di tempat kerja, mengelola kegiatan, melaksanakan pertemuan, melakukan perjalanan, dan lain-lain, sementara ditiadakan. Bila tidak ada pengkondisian dan strategi bagaimana melaksanakan tugas selama WFH, praktis ASN minim produktivitas, bahkan bisa nihil.

Dalam teori produktivitas, hasil kerja (output) berbanding lurus dengan sumber daya (input) yang dipergunakan. Output harus seimbang bahkan melebihi input agar sustainabilitas kegiatan produksi bisa terus berjalan. Kelangsungan perusahaan—dalam konteks ASN berarti organisasi pemerintahan—akan tetap survive bila individu pegawai produktif bekerja sesuai target. Sebaliknya, bila tidak produktif, atau produktivitasnya tidak mencapai target, nilai output yang dihasilkan akan lebih kecil dari input. Dalam kondisi seperti ini, perusahaan akan mengalami defisit bahkan kebangkrutan.

Meskipun kalkulasi kebangkrutan sebuah perusahaan dan pemerintahan tidak bisa disepadankan, namun adalah kewajiban ASN tetap menjaga produktivitas agar waktu yang dihabiskan selama WFH ini bermanfaat untuk negara. Terlebih di tengah beban anggaran belanja negara yang begitu besar, pengkondisian ASN tetap produktif minimal tidak menambah beban negara. Di sinilah pengabdian kepada negara dan rakyat Indonesia dihadirkan sebagai bentuk pelaksanaan nilai dasar ASN.

Bagaimana strategi agar produktivitas ASN tetap terjaga selama puasa Ramadhan dan darurat Covid-19 ini? Berikut tawaran strategi yang dapat dicoba dan dikembangkan sesuai kebutuhan:

  1. Mengoptimalkan peran pimpinan; selama berpuasa dan WFH, pimpinan menjadi kunci produktivitas pegawai di bawahnya. Fungsi kepemimpinan seperti mengatur, menggerakkan, memotivasi, mengawasi, dan mengevaluasi harus berjalan secara efektif. Pimpinan memberi pembinaan, arahan, bimbingan, dan penilaian secara intensif sehingga pegawai tetap aktif bekerja.
  2. Menstimulasi kreativitas dan inovasi; di tengah keterbatasan  selama berpuasa dan WFH, dibutuhkan kreativitas dan inovasi yang membuat pegawai dapat bekerja sesuai situasi dan kondisi tanpa mengurangi kualitas dan kuantitas hasil kerja. Ketika cara-cara biasa tidak dapat diimplementasikan, perlu cara-cara lain yang kreatif dan inovatif.
  3. Mengefektifkan koordinasi dan komunikasi; pada era digital seperti sekarang dengan ketersediaan perangkat komunikasi yang mudah diakses, ketidakhadiran ASN di satu ruang kerja tidak lagi menjadi kendala. Koordinasi dan komunikasi antar pegawai, antara pegawai dan pimpinan, antar pimpinan, serta antar unit, dapat dilakukan dengan mudah. Ketika pegawai tidak bisa bertemu, koordinasi dan komunikasi adalah jalan keluarnya.
  4. Membagi tugas pada setiap pegawai secara jelas; pembagian tugas bagi setiap pegawai baik harian, mingguan, maupun bulanan harus jelas sesuai dengan tugas dan fungsi. Tugas yang dibagi tidak terpaku pada kegiatan yang telah atau sedang dilaksanakan, tetapi bisa juga pada kegiatan yang belum dilaksanakan. Selama WFH, pegawai bisa ditugaskan mempersiapkan seluruh kegiatan yang akan datang baik dari sisi dokumen maupun desain kegiatan sehingga bila pada waktunya kegiatan sudah bisa dilaksanakan, sebagian sudah dipersiapkan dengan matang;
  5. Mengefektifkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK); umumnya ASN sudah memiliki smartphone sehingga dapat secara aktif terlibat dalam pekerjaan berbasis TIK. Perangkat TIK dapat menjadi katalisator keterbatasan ruang dan waktu selama melaksanakan WFH. []

Efa Ainul Falah/diad

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI