RESPONSI MASYARAKAT DESA TERHADAP TAYANGAN TV BERMUATAN AGAMA

11 Jun 2007
RESPONSI MASYARAKAT DESA TERHADAP TAYANGAN TV BERMUATAN AGAMA

RESPONSI MASYARAKAT DESA 
TERHADAP TAYANGAN TV BERMUATAN AGAMA

Oleh: Abdul Azis 
Badan Penelitian Agama dan Kemasyarakatan 
1994/1995


Kehadiran media komunikasi massa merupakan gejala khas masyarakat modern yang ditandai oleh tingkat kompleksitas kegiatan yang tinggi. Perubahan sosial yang cepat dan standar hidup yang meningkat. Media komunikasi massa tersebut biasanya merujuk kepada radio, televisi (TV), penerbitan skala luas baik koran, majalah, atau buku, serta media rekaman. Bagi masyarakat yang sedang “menuju modern” seperti di Indonesia, berbagai jenis media komunika­si massa itu tidak selalu hadir dan mampu dikon­sumsi publik secara merata­. Pada masyarakat perko­taan, terutama di kota-kota besar, jenis-jenis media seperti disebutkan itu tersedia relatif massal. Tetapi bagi banyak warga masyarakat pedesaan ini diperkirakan meliputi sekitar 70% dari seluruh masyarakat Indonesia, barangkali hanya jenis media tertentu saja yang dapat atau yang mungkin dikonsumsi.

Tujuan penelitian ini ialah untuk memperoleh gambar­an mengenai responsi masyarakat desa Tegalgubug terhadap berbagai tayangan TV bermuatan agama dan fungsinya bagi mereka. Analisis mengenai fungsi ini penting ditekankan untuk mengetahui sejauh mana signifikansi tayangan bermuatan agama baik dalam konteks pembentukan pengetahuan (Knowledge building) para pemirsa maupun penyaringan dan seleksi hal-hal negatifyang dibawa serta oleh tayangan TV.

Tayangan TV bermuatan agama yang dikemas dalam bentuk yang langsung secara eksplisit menyampaikan pesan-pesan keagamaan kadangkala berfungsi sebagai media untuk melepaskan diri dari kepenatan kerja secara positif, meskipun bersifat suplementer juga, oleh karena untuk pendalaman ilmu agama atau memperoleh kekayaan pengalaman keagamaan. Warga Tegalgubug masih percaya pada ketepatgunaan pranata-pranata setempat seperti pengajian kitab, yasinan, selawatan dan sebagainya. Selain itu, waktu penayangan yang sering kali bersamaan dengan kegiatan keagamaan di kampung. 
Mereka telah menyebabkan pilihan harus dijatuhkan kepada kegiatan agama di kampung dan meninggalkan tayangaan di TV. Akan tetapi dalam kaitan denga tayangan bermuatan agama yang dikemas dalam bentuk tidal langsung seperti melalui sinetron atau sandiwara, tardapat kecenderungan meraka memandangnya  sebagai hiburan dan bukan sebagai dakwah, meskipun mereka umumnya setuju bila dakwah dikemas dalam bentuk sandiwara atau bahkan kuis.

Berdasarkan hasil penelitian ini menyarankan bahwa baik tayangan agama yang askplisit maupun yang impli­sit agaknya ditujukan pada para pemirsa di perkotaan. Mungkin ada baiknya sebagian penyiaran tayangan agama dirancang untuk dikonsumsi masyarakat desa seperti yang ditemukan di Tegalgubug.*** 

 

 
Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI