STUDI TENTANG GEREJA MASEHI INJILI DI TIMOR KOTA KUPANG – NUSA TENGGARA TIMUR

16 Apr 2007
STUDI TENTANG GEREJA MASEHI INJILI DI TIMOR KOTA KUPANG – NUSA TENGGARA TIMUR

STUDI TENTANG GEREJA MASEHI INJILI 
DI TIMOR KOTA KUPANG – NUSA TENGGARA TIMUR

Oleh: Tim Puslitbang Kehidupan Beragama
Puslitbang Kehidupan Beragama
Badan Litbang dan Diklat 2006


Suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa Protestantisme hadir dan berkembang dalam asuhan misi dan zending Belanda, dan karena itu sering disebut (dan diposisikan) sebagai “agama Belanda”. Istilah ini, jelas bernada pejoratif; namun juga harus dicatat, pada awalnya kekristenan memang hanya dipeluk oleh orang-orang Belanda, Indo serta para pegawainya di kota-kota besar, khususnya di Jawa. Baru pada tahap berikutnya kekristenan disebarluaskan kepada masyarakat umum, yang dilakukan oleh “kalangan swasta”, yakni oleh badan-badan misi dan zending yang otonom, walau masih dalam pengawasan ketat kekuasaan kolenial Belanda.

Pendekatan penelitian yang dipergunakan bersifat kualitatif difokuskan pada perolehan data deskriptif untuk memperoleh pemahaman makna. Karena itu, pendekatan naturalistik pun ditempuh dalam upaya menemukan, menggali dan menggambarkan realitas secara holistik.

Penelitian ini menghasilkan kesimpulan diantaranya adalah bahwa Nusa Tenggara Timur kini telah menjadi wilayah yang terbuka bagi segala sukubangsa, agama dan aliran-aliran kekristenan. Dominasi GMIT telah mulai memudar. Gereja-gereja aliran evangelikal dan kharismatik telah bertumbuh subur di Nusa Tenggara Timur. Pada umumnya yang menjadi anggota gereja-gereja aliran-aliran ini adalah anggota GMIT yang merasa kurang mendapat pelayanan. Oleh karena itu terjadilah praktek ”pencurian domba” yang menyebabkan adanya hubungan yang kurang serasi di antara mereka. Di samping itu GMIT harus meningkatkan pelayanannya terhadap warganya. Percakapan-percakapan oikumenes harus dilakukan di antara gereja-gereja yang ada dalam wilayah pelayanan GMIT.

Masuknya aliran Evangelikal dan Kharismatik di NTT telah menghidupkan kembali semangat ”gerakan roh” pada masa lampau. Di GMIT terdapat ratusan bahkan ribuan Persekutuan Doa. Mereka tetap menjadi anggota gereja dan peserta ibadah jemaat yang setia namun mereka mengadakan ibadah sendiri pada hari-hari tertentu. Persekutuan Doa ini menekankan hidup suci, pendalaman Alkitab, doa, puasa, karunia-karunia, penglihatan-penglihatan, doa penyembuhan dan pekabaran Injil. Untuk mencegah hal-hal yang negatif maka GMIT membentuk Badan Pengurus Persekutuan Doa namun badan ini kurang efektif. Bukan tidak mungkin persekutuan doa ini kelak akan mendirikan gerejanya sendiri atau berpindah ke gereja-gereja pentakostal atau gereja-gereja injili lainnya.

Berdasar data yang diperoleh penelitian ini merekomendasikan peran Departemen Agama untuk mengayomi seluruh aliran keagamaan perlu ditingkatkan sehingga perbedaan-perbedaan aliran tidak harus menjadi konflik. Para pemuka agama hendaknya menuntun para pemeluk/jemaat agar  mengakui dan menghargai perbedaan.***

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI