ZIKIR BERSAMA DAN KESYAHDUAN SPIRITUAL

30 Nov 2018
ZIKIR BERSAMA DAN KESYAHDUAN SPIRITUAL

Saya berada di Cape Town selama delapan hari. Selama jangka waktu tersebut saya sempat mengunjungi empat kegiatan zikir bersama di masjid dan zawiyah (pondok zikir). Jumat malam, tanggal 30 Maret 2018 kegiatan zikir yang pertama  saya kunjungi bersama teman dari Indonesia dan Imam Adam Philander berlangsung di Taronga Road Mosque.  Zikir yang dibaca Wirdul Lathief. Wirid dan terjemah dalam bahasa Inggrirs sudah dibukukan. Penyelenggara wirid adalah Mahabbah Foundation, pengelola masjid. Semula masjid ini adalah rumah ibadah penganut agama lain. Gedung-gedung dan tanahnya dibeli sekitar enam tahun silam. Gedung utama diberi kubah, namun ada bagian tertentu yang menjadi ciri awal peruntukan bangunan dipertahankan.

Kami datang pada saat kegiatan sedang berlangsung. Kegiatan diikuti sekitar tujuh puluh orang laki-laki, termasuk beberapa remaja dan satu dua anak laki-laki. Peserta perempuan menempati ruang tersendiri dan luput dari pengamatan saya. Beberapa pemuka agama dan pemandu zikir duduk di barisan depan dekat mihrab, menghadap jamaah. Kegiatan zikir dilanjutkan dengan ceramah agama dalam bahasa Arab, disampaikan oleh seorang ulama yang masih muda. Kelihatannya, ia adalah tamu dari Timur Tengah  yang berkunjung ke Cape Town. Ceramah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh seorang ulama  yang berdiri di sampingnya. Pesan penceramah, di antaranya, majelis zikir mengobati penyakit. Peserta menghadiri majelis dengan fisik, hati dan pikiran. Majelis membawa manfaat pada diri peserta, keluarga dan generasi yang akan datang. Zikir harus berkelanjutan. Hubungan guru dan murid dipertahankan. Murid mengenang jasa gurunya. Kesan penulis, pesan tersebut mengukuhkan tradisi zikir bersama di Cape Town semenjak ratusan tahun sialm. Kegiatan dilanjutkan dengan salat Isya dan diakhiri dengan makan malam bersama. Satu baki nasi kebuli untuk empat orang.  

Kegiatan zikir kedua yang saya ikuti berlangsung di Masjid Nurul Latief pada hari Ahad pagi, 1 April 2018/14 Rajab 1439 H. Di Indonesia, bulan Rajab diisi dengan peringatan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw, tetapi di Cape Town kegiatan zikir disebut Maulid. Kegiatan ini berlangsung sejak bulan Rabiul Awal setiap hari Ahad selama empat hingga enam bulan. Tempatnya berpindah dari satu masjid ke masjid. Asosiasi dibentuk untuk mengatur kegiatan tersebut.

Saya bergabung sekitar pukul sepuluh tatkala kegiatan zikir telah berlangsung. Pesertanya sekitar tiga puluh orang. Satu orang bertindak sebagai pemimpin dan satu pendamping yang duduk di depan. Peserta dibagi menjadi dua kelompok yang bergantian membaca syair dalam kitab Maulid Syarafil Anam. Pemimpin terlebih dahulu membaca bagian kitab itu yang ditulis dalam bentuk prosa (natsr). Pemimpin dan dua kelompok memperoleh kesempatan membaca secara bergilir.

Kegiatan zikir berlangsung hingga jam 13.00, waktu salat Zuhur. Zikir berlangsung lama karena setiap satu baris syair yang terdiri dari dua kalimat diselingi dengan salawat kepada Nabi Muhammad Saw. Dua kelompok bersahut-sahutan dengan suara yang tinggi dan gembira dengan irama khas lokal. Kesyahduan spiritual sangat terasa ketika semua peserta berdiri sekitar lima belas menit melantunkan salawat. Hal yang sama dilakukan banyak orang pada saat pembacaan kitab Barazanji di Indonesia.

Kitab Maulid Syarafil Anam yang dibaca oleh pemimpin zikir sama dengan kitab yang beredar di Indonesia, pengantarnya dalam bahasa  Melayu/Indonesia dan ditulis dengan aksara Arab-Melayu. Teks lainnya dalam bahasa dan aksara Arab. Sementara pendampingnya memegang buku yang isinya ditulis tangan. Seorang peserta memegang kitab disertai terjemah dalam bahasa Inggris. Perhatian terhadap teks zikir ditunjukkan oleh banyak orang dengan berbagai macam cara. 

Peserta zikir bertambah satu demi satu hingga akhirnya mencapai sekitar enam puluh orang menjelang waktu Zuhur. Beberapa orang yang tak kuat duduk bersila lama memilih duduk di kursi di pinggir bagian belakang. Peserta datang dari tempat yang jauh. Sekitar sepuluh mobil diparkir di halaman masjid.  

Kegiatan zikir ditutup dengan doa oleh pemimpin zikir. Salah satu isi doanya ialah memohon secara khusus agar penulis senantiasa diberi rahmat oleh Allah Swt. Penulis dan Imam Adam Philander diberi kesempatan juga untuk mempin doa. Umat Islam di sini mengembangkan kebiasaan saling mendoakan bila bertemu. Kebiasaan lainnya ialah bersalaman dengan saling menempelkan pipi, tiga kali. Kalimat pertama yang diucapkan saat bersalaman adalah Assalamu alaikum dan menanyakan kabar. Satu dua orang menyapa penulis dengan ucapan, “Apa kabar?”  

Setelah salat jamaah Zuhur dan zikir serta doa bersama, Imam Adam Philander meminta  penulis untuk menyampaikan ceramah singkat. Ini hal yang lazim bila ada tamu.  Permintaan itu saya penuhi. Karena mengingat jamaah agak lelah, maka penulis hanya menyampaikan ceramah singkat. Tema yang saya bawakan ialah fungsi masjid sebagai tempat untuk menyucikan diri lahir dan batin bagi umat Islam. Ini adalah kesempatan kedua kali saya menyampaikan ceramah singkat di masjid ini. Setelah itu, seluruh jamaah diundang naik ke balkon untuk santap siang. Menu yang selalu disiapkan pada kegiatan makan setelah zikir adalah nasi kebuli. Minuman pengiring adalah aneka jus buah yang dikemas dalam botol besar.[]

H.M.Hamdar Arraiyyah

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI