Inilah Alasan Balitbang Diklat Libatkan Masyarakat untuk Reviu Kursil Pelatihan

20 Apr 2024
Inilah Alasan Balitbang Diklat Libatkan Masyarakat untuk Reviu Kursil Pelatihan
Kepala Balitbang Diklat Kementerian Agama RI Suyitno pada kegiatan Workshop Reformulasi Kurikulum dan Silabus Pelatihan Keagamaan Angkatan II, yang diselenggarakan oleh Divisi Kurikulum Tim Kerja Mutu dan Pengembangan Kompetensi yang diselenggarakan oleh Divisi Kurikulum Tim Kerja Mutu dan Pengembangan Kompetensi Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan di Bogor, Sabtu (20/4/2024).

Bogor (Balitbang Diklat)---Dalam konteks diklat keagamaan, inti dari kegiatan tersebut adalah memberikan pelatihan yang sesuai dengan tuntutan zaman dan kebutuhan organisasi atau institutional needs. Oleh karena itu, penting melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses reformulasi kurikulum dan silabus.

 

"Partisipasi masyarakat, terutama dalam hal pemberdayaan komunitas berbasis agama, akan menjadi kunci keberhasilan dalam merumuskan kurikulum dan silabus yang relevan dan efektif," ujar Kepala Balitbang Diklat Kementerian Agama RI, Suyitno, di Bogor, Sabtu (20/4/2024).

 

Dengan menggandeng masyarakat dalam proses perumusan kurikulum dan silabus, Kementerian Agama RI berharap dapat menciptakan pelatihan keagamaan yang lebih inklusif dan berdampak positif bagi komunitas dan masyarakat luas.

 

"Kita tidak lagi menggunakan materi yang sudah kadaluarsa atau out of date. Ke depan, proses reviu sangat penting untuk menjaga keunggulan kami sebagai penyelenggara pelatihan keagamaan," tegas Suyitno.

 

Pesan tersebut disampaikan Suyitno di hadapan seluruh peserta Workshop Reformulasi Kurikulum dan Silabus Pelatihan Keagamaan Angkatan II, yang diselenggarakan oleh Divisi Kurikulum Tim Kerja Mutu dan Pengembangan Kompetensi Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan.

 

Suyitno memadang pentingnya inovasi dalam pelatihan keagamaan, sebagai upaya meningkatkan kualitas pelatihan. Oleh karena itu, terdapat empat aspek penting yang harus dipertimbangkan. Pertama, reaction, respons peserta terhadap pelatihan untuk mengukur kepuasan peserta yang berhubungan dengan substansi diklat. 

 

"Penting bagi kita untuk memastikan bahwa instrumen yang digunakan terus diperbarui agar dapat memenuhi kebutuhan peserta," jelasnya.

 

Kedua, proses pembelajaran yang diukur adalah how to understand. Proses pembelajaran itu diukur oleh tercapainya atau tingkat pemahaman peserta didik yang diajar oleh widyaiswaranya. Jadi, kita tidak akan pernah puas sebelum para peserta diklat memahami.

 

“Ketiga, memastikan melahirkan behavior attitude. Ini untuk mengukur karakter, jadi lebih pada mengukur perubahan yang melahirkan sebuah karakter baru. Setelah melaksanakan diklat ada new motivation atau semangat baru,” sambungnya. 

 

Dari keseluruhan tersebut, yang terpenting menurut Suyitno adalah the result. Hasil dari semua proses diklat tersebut bisa terlihat dan berdampak. “Dampak tersebut tidak semata-mata diukur secara personifikasi, tetapi juga harus berdampak kepada institutional needs-nya,” terangnya. (Barjah/bas/sri)

 

Sumber: Abdul Muis

   

 

Penulis: Barjah
Sumber: Abdul Muis
Editor: Abas dan Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI