Reformulasi Pelatihan, Diklat Berbasis Komunitas Jadi Sorotan

29 Apr 2024
Reformulasi Pelatihan, Diklat Berbasis Komunitas Jadi Sorotan
Kepala Balitbang Diklat Kementerian Agama RI Suyitno (kiri dari kanan) dan Direktur Jenderal Bimas Islam Kamaruddin Amin (kanan) mengadakan pertemuan terkait pelatihan berbasis komunitas di Jakarta, Senin (29/4/2024).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Balitbang Diklat Kementerian Agama tengah memusatkan perhatiannya pada reformulasi pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia, terutama dalam bidang keagamaan. 

 

Untuk mewujudkan tujuan ini, hari ini Kepala Balitbang Diklat Kementerian Agama RI, Suyitno, mengadakan pertemuan penting dengan Direktur Jenderal Bimas Islam, Kamaruddin Amin, beserta stafnya.

 

Pertemuan berlangsung di Ruang Rapat Balitbang Diklat, lantai 17 Gedung Kementerian Agama, Jalan M.H. Thamrin No. 6, Jakarta Pusat. Agenda pertemuan membahas Pelatihan Keagamaan Berkelanjutan Berbasis Masyarakat.

 

Dalam pembahasan tersebut, diungkapkan bahwa setidaknya ada 26 jenis program pelatihan yang direncanakan. Program-program ini akan diselenggarakan dengan skema pelatihan Massive Open Online Course (MOOC) dan tatap muka. Beberapa di antaranya meliputi pelatihan manajemen masjid, media penyuluh agama, pengembangan kompetensi penghulu, penyuluh agama, serta manajemen zakat dan wakaf.

 

Pada kesempatan tersebut, Suyitno menjelaskan bahwa pelatihan berbasis pendidikan disebut sebagai pelatihan berbasis komunitas. “Ini berarti bahwa dalam proses pendidikan masyarakat, perlu dikawal pula oleh masyarakat,” ujar Suyitno di Jakarta, Senin (29/4/2024). 

 

Selain itu, Suyitno juga menjelaskan bahwa aspek berkelanjutan dalam pelatihan adalah penting. Bagaimana sebuah pelatihan dapat dipastikan memiliki kontrol mutu yang baik. Reformulasi pelatihan yang dirancang diharapkan akan menghasilkan keseragaman persepsi dan kualitas yang diinginkan. 

 

Core bisnisnya diklat Kementerian Agama itu adalah keagamaan, dari sekian mata diklat yang paling banyak adalah keagamaan, dan unsurnya adalah masyarakat,” ucapnya.

 

Maka, kata Suyitno, kami merancangnya dengan istilah Corporate University (Corpu) yang ini juga masuk di pakta integritasnya Balitbang Diklat.  

 

Dalam diskusi, salah satu persoalan mendasar yang diangkat adalah literasi keagamaan dan pemahaman konstitusi takmir. Keduanya merupakan tantangan besar karena masjid sering kali menjadi pusat kegiatan keagamaan masyarakat.

 

“Ini cukup menantang bagi kita semua, karena kita ketahui masjid adalah tempat perjumpaan paling intensif bagi masyarakat. Masjid juga kerap disebut sebagai pesantren raksasa,” imbuh Amin.

 

Tentang penyuluh, Dirjen Amin mengatakan bahwa mereka yang paling banyak diberikan amanah. Semua isu disuluh oleh para penyuluh. Menurutnya, para penyuluh ini harus ada pengembangan yang berkelanjutan, karena mereka dituntut untuk memiliki banyak kapasitas. (Barjah/bas/sri)

   

 

Penulis: Barjah
Sumber: Barjah
Editor: Abas dan Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI