Pusaka Pusaka

Bulan Terbelah di Langit Amerika

Bulan Terbelah di Langit Amerika
Judul Buku Bulan Terbelah di Langit Amerika
Pengarang Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
Penerbit Gramedia Pustaka Utama
Tahun 2014
Deskripsi

Judul Buku    : Bulan Terbelah di Langit Amerika
Pengarang    : Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra

Penerbit        : Gramedia Pustaka Utama, 2014
Tebal            : 344 halaman

 

Buku ini merupakan fiksi tentang tragedi 11 September 2001. Walaupun fiksi, buku ini tetap menampilkan tempat, peristiwa, sejarah sesuai dengan faktanya. Buku yang dikemas dalam bentuk novel ini sangat enak dibaca. Bahasanya mengalir dan meresap. Penulis buku mengajak pembacanya untuk menyebarkan Islam yang rahmatan lil álamiin. Termasuk juga mengajak pembacanya mendapatkan motivasi spiritual secara universal yakni kedamaian.

Novel ini inspiratif, namun buku ini juga menyuguhkan sejarah mengenai hubungan Islam dan Amerika. Bercerita tentang suku Melungeon, Thomas Jefferson dan Al-Qur’an, dan potongan surat An-Nisa yang tertulis di salah satu pintu gerbang fakultas Hukum Harvard USA. Selain itu, novel ini juga mengungkapkan fakta bahwa Christophorus Colombus sebenarnya bukan penemu benua Amerika. Tertulis bahwa jauh sebelumnya, berkisar 300 tahun sebelum Colombus datang ke Amerika, benua itu telah dihuni oleh orang Indian, orang-orang bertubuh tegap berbalut jubah, berhidung mancung, dan berkulit merah. Pembaca akan terkejut pula ketika mengetahui bahwa dalam jurnal pelayarannya Colombus, ia melihat adanya kubah masjid yang indah di Selat Gibara. Hal itu menjadi bukti bahwa Islam hadir di Amerika jauh sebelum Colombus datang.

Novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” mengingatkan pembaca pada peristiwa black Tuesday 9 September 2001. Dunia seakan mengidap Islamophobia. Islam menjadi pesakitan, julukan teroris kemudian melekat bagi setiap penganutnya. Penyakit itu menular dari satu negara ke negara lain. Dunia begitu sensitif dengan segala hal yang berbau Islam. Islam divonis sebagai pihak yang bertanggung jawab atas segala bentuk terorisme yang terjadi di muka bumi. Muncul pertanyaan, “Would the world be better without Islam? Apakah dunia akan lebih baik tanpa Islam?”.

Dikisahkan Hanum dan Rangga, yang merupakan mahasiswa S3 di Wina, Austria menuju sebuah perjalanan impian mereka, yaitu mengelilingi benua Amerika. Kisah mereka bukan soal “jalan-jalan” melainkan perjalanan sebuah misi.  Rangga dengan tugas presentasi papernya, dan Hanum dengan tugas liputannya yang menguak berbagai hal seputar tragedi WTC 9/11 demi sebuah artikel berjudul "Would the world be better without Islam?"

Kisah Hanum ini berawal dari penugasan dari seorang bos, Gertrud Robinson. Hanum sebagai wartawan diperintahkan untuk menulis artikel di sebuah surat kabar Austria, yang bernama “Heute ist Wunderbar”, Today Is Wonderful, Hari Ini Luar Biasa. Hanum ditantang untuk menulis artikel berjudul “Would the world be better without Islam? Apakah dunia akan lebih baik tanpa Islam?” Bagi Hanum, itu adalah sebuah tugas besar dimana ia harus berkata “tidak” pada pertanyaan itu. Ia harus membuktikan bahwa dunia dan Islam adalah dua hal yang tak terpisahkan. Bagi Gertrud Robinson, Hanum adalah orang yang tepat untuk menjelaskannya, sebab ia muslim.

Misi mereka yang berbeda tersebut  pada akhirnya mempertemukan mereka pada Philipus Brown, seorang pengusaha dan penderma yang juga merupakan korban Black Tuesday 9/11. Semuanya terkuak ketika Philipus Brown bercerita tentang kisah di balik tragedi naas itu. Semuanya terungkap bahwa Amerika dan Islam adalah dua hal yang tak terpisahkan.

Novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” mengingatkan pembaca pada peristiwa Black Tuesday 9 September 2001. Dunia seakan mengidap Islamophobia. Islam menjadi pesakitan, julukan teroris kemudian melekat bagi setiap penganutnya. Penyakit itu menular dari satu negara ke negara lain. Dunia begitu sensitif dengan segala hal yang berbau Islam. Islam divonis sebagai pihak yang bertanggung jawab atas segala bentuk terorisme yang terjadi di muka bumi. Muncul pertanyaan, “Would the world be better without Islam? Apakah dunia akan lebih baik tanpa Islam?”.

Dikisahkan Hanum dan Rangga, yang merupakan mahasiswa S3 di Wina, Austria menuju sebuah perjalanan impian mereka, yaitu mengelilingi benua Amerika. Kisah mereka bukan soal “jalan-jalan” melainkan perjalanan sebuah misi.  Rangga dengan tugas presentasi papernya, dan Hanum dengan tugas liputannya yang menguak berbagai hal seputar tragedi WTC 9/11 demi sebuah artikel berjudul "Would the world be better without Islam?"

Kisah Hanum ini berawal dari penugasan dari seorang bos, Gertrud Robinson. Hanum sebagai wartawan diperintahkan untuk menulis artikel di sebuah surat kabar Austria, yang bernama “Heute ist Wunderbar”, Today Is Wonderful, Hari Ini Luar Biasa. Hanum ditantang untuk menulis artikel berjudul “Would the world be better without Islam? Apakah dunia akan lebih baik tanpa Islam?” Bagi Hanum, itu adalah sebuah tugas besar dimana ia harus berkata “tidak” pada pertanyaan itu. Ia harus membuktikan bahwa dunia dan Islam adalah dua hal yang tak terpisahkan. Bagi Gertrud Robinson, Hanum adalah orang yang tepat untuk menjelaskannya, sebab ia muslim.

 

Misi mereka yang berbeda tersebut  pada akhirnya mempertemukan mereka pada Philipus Brown, seorang pengusaha dan penderma yang juga merupakan korban black Tuesday 9/11. Semuanya terkuak ketika Philipus Brown bercerita tentang kisah di balik tragedi naas itu. Semuanya terungkap bahwa Amerika dan Islam adalah dua hal yang tak terpisahkan.

Pada novel ini, pembaca  dibuat terkagum-kagum dan terkejut tatkala menuntaskan halaman demi halamannya. Pembaca ikut larut ke dalam kisah di dalamnya. Sebuah buku tentang kisah perjalanan yang sarat akan makna dan membuat pembaca semakin mencintai Islam. Novel ini tak hanya cocok buat pembaca muslim saja, melainkan juga cocok buat seluruh masyarakat dunia agar paham bahwa “muslim is not a terrorist”, muslim bukan lah teroris. Pembaca akan paham bahwa dunia dan Islam adalah dua hal yang tak terpisahkan. Dunia tanpa islam adalah dunia tanpa kedamaian.

Dikisahkan tentang Perjalanan Hanum dan Rangga berlanjut dari Wina ke Amerika, dengan tujuan sebenarnya adalah untuk tugas. Hanum ditugaskan oleh Gertrud Robinson, bosnya di harian Heute ist Wunderbar untuk menulis artikel dengan tema “Would the world be better without Islam?” (Akankah dunia lebih baik tanpa Islam?). Sebuah topik yang sebenarnya sangat mengusik keyakinannya. Pada awalnya ia menolak tawaran Gertrud. Namun ia tidak bisa membiarkan artikel untuk topik tersebut digarap oleh Jacob, teman sesama wartawannya. Karena Jacob jelas akan menjawab ‘Ya’ dan mencari segala informasi dan data untuk ‘mengiyakan’ jawaban artikelnya. Akhirnya ia menerima tawaran Gertrud untuk menulis artikel tersebut. Karena dengan begitu, artikel tersebut memiliki kesempatan untuk menjawab ‘tidak’.

Buku Bulan Terbelah di Langit Amerika menampakkan  bagaimana kebencian bangsa Eropa dan Amerika pada Islam pasca WTC 9/11. Beratnya  perjuangan kaum muslim sebagai minoritas di Amerika untuk tetap memegang teguh akidahnya, dan bahwa Islam adalah Rahmatan lil 'Alamin.

Hanum dan Rangga secara gamblang, menggambarkan bagaimana Muslim di belahan dunia lain berusaha mempertahankan eksistensinya. Dengan permasalahan berbeda, bahkan lebih kompleks, mereka mampu bertahan di tengah mayoritas yang menghujat mereka. Jauh dari Muslim Indonesia yang notabene menduduki mayoritas. Sehingga secara tidak langsung Hanum dan Rangga berusaha mengajak para muslim Indonesia untuk menjadi agen muslim yang rahmatan lil alamin, dengan pemahaman-pemahaman yang berusaha mereka bagikan melalui buku ini. Buku ini sangat dianjurkan bagi mereka yang sedang mencari motivasi spiritual. Meski setiap orang memiliki keyakinan yang berbeda, namun tujuan spiritual mereka sama. Kedamaian. Gaya bahasa yang digunakan pun tidak sulit dimengerti, karena dikemas dengan bahasa novel pada umumnya. Bahkan cenderung menggunakan gaya bahasa novel roman.

Novel ini mengambil tempat, fakta sejarah, dan peristiwa yang dicantumkan tidak jauh dari faktanya. Keduanya juga menggunakan pendekatan sejarah dalam sebagian besar ceritanya. Karena Bulan Terbelah di Langit Amerika ini juga tidak lepas dari rujukannya terhadap mukjizat yang dimiliki Nabi Muhammad. Perpaduan antara fakta sejarah dan ilmiah, drama, perjalanan Hanum dan Rangga, fiksi yang dikemas dalam tragedi 11 September menjadi daya tarik bagi buku ini. Meskipun tidak serta merta buku ini bisa diterima oleh pembaca yang memiliki keyakinan berbeda. Karena perspektif yang digunakan sangat Islami, mengingat penulis (Hanum-Rangga) juga merupakan seorang muslim. Namun bagi mereka yang mau berpikir terbuka, buku ini mampu menambah ruang kebijaksanaannya dalam memahami sesuatu.

Novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika merupakan perpaduan antara berbagai genre buku yaitu drama, fakta sejarah dan ilmiah, traveling, spiritual, serta fiksi. Pembaca tak akan bosan membaca fakta sejarah dan ilmiah karena disajikan secara apik dalam novel ini. Sebagian pembaca mungkin bertanya-tanya tentang judul ini. Intinya penulis sengaja membuat penasaran para pembaca novel ini. Pembaca dituntut untuk melahap habis seluruh isinya agar kita sebagai pembaca bisa paham dan memperoleh jawaban mengapa judul bukunya seperti itu. Semuanya kan terungkap jelas ketika kita membaca bagian akhirnya.

Buku Bulan Terbelah di Langit Amerika bukanlah buku traveling tetapi sebuah kisah yang menyuguhkan perjalanan dengan pemaparan sejarah yang luar biasa serta sarat makna kehidupan.

Penulis: Hariyah  (Pustakawan Balitbangdiklat kemenag)


SEARCH

Translate