Bidang Lektur BLAM Kaji Catatan Harian KH. Ahmad Surur
Makassar (21 Februari 2019). Bidang Lektur Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi Balai Litbang Agama Makassar menggelar diskusi Kajian Manuskrip, di aula kantor, Kamis (21/02). Tema diskusi yang diangkat adalah “Tapak Tilas Tokoh Masyarakat KH. Ahmad Surur Al-Bugisy Al-Pammany”.
Diskusi yang dihadiri peneliti Balai Litbang Agama Makassar, beberapa lembaga penelitian, Badan Perpustakaan, Akademisi, dan pemerhati naskah di Makassar, ini menghadirkan Fadli Ibrahim sebagai narasumber.
“Diskusi dan kajian manuskrip merupakan salah satu tindak lanjut atas peluncuran Laboratorium Naskah yang kami (Balai Penelitian Agama Makassar) lakukan pada November 2018. Untuk saat ini, kami sudah mendigitalkan sebanyak 400 naskah. Nah, salah satu tujuan diskusi ini adalah untuk menjembatani agar temuan naskah kami bisa terekspose ke publik,” kata Kepala Balai Litbang Agama Makassar Saprillah, sebelum membuka sesi diskusi ini.
Menurut Saprillah, kajian manuskrip sangat penting saat ini, terlebih lagi pada era post truth, dimana banyak masyarakat awam sudah sulit menemukan dan mengenali kebenaran. Kebohongan dipandang sebuah kebenaran, dan sebaliknya, kebenaran pun dianggap kebohongan.
“Secara personal, saya menyenangi dunia klasik. Teks bagi saya adalah samudera luas yang menarik untuk diselami. Dalam konteks ini, kehadiran naskah itu tidak hanya untuk diketahui dan didigitalisasi, tetapi juga direkonstruksi. Kajian teks bisa juga membantu dan menjadi modal kita untuk menyusun epistemologi Islam Nusantara dalam pemikiran dunia. Yang terkenal saat ini hanya tradisi Masyriki (Timur) dan Maghribi (Barat),” kata Pepi, panggilan akrab Saprillah.
Sebelum memulai diskusi, Fadli Ibrahim berterus terang kalau dirinya sebenarnya berlatar belakang pendidikan teknik. Boleh jadi, ia tertarik menggeluti naskah-naskah klasik, lantaran mengikuti kakeknya. Meski begitu, hasil penelurusan Fadli terhadap naskah-naskah klasik telah melahirkan sejumlah artikel dan buku.
“Pengalaman saya mengulas manuskrip adalah bukan untuk perspektif keilmuan. Tetapi, hanya sebagai sumber untuk memberikan penggalan informasi dari rangkaian fase sejarah Islam yang masih berserakan di mana-mana. Buku yang saya terbitkan ini berasal dari catatan harian KH. Ahmad Surur,” ujar Fadli.
KH. Ahmad Surur al-Bugisi al-Pammani (1861-1932) adalah Imam Distrik Pompanua, Kabupaten Bone. Ia adalah putra dari Syekh Allamah Haji Abdul Majid, seorang ulama Bugis yang menetap dan belajar di Makkah selama 25 tahun. Semasa hidupnya, KH. Ahmad Surur mawakafkan dirinya untuk membina umat, merinitis pembangunan masjid, menguatkan tradisi Islam, dan meneruskan madrasah informal yang dirintis kakeknya, Syekh Haji Abdul Hayyi.
Madrasah tersebut menjadi inkubator calon Parewa Syara’ (iman khatib dan amil) pada masa Kerajaan Bone, atau pada era sebelum berdirinya pondok Pesantren di Sulawesi Selatan, seperti Madrasah As’adiyah Sengkang dan Madrasah Amiriyah Islamiyah Bone.
Jalannya disksusi sungguh menarik. Beberapa peserta terlihat antusias mengajukan pertanyaan maupun masukan kepada narasumber. []
siti arafah/irfan/diad