Hasanudin Ali: Negara Lain Ingin Belajar Bagaimana Kita Mengelola Keberagaman

5 Okt 2024
Hasanudin Ali: Negara Lain Ingin Belajar Bagaimana Kita Mengelola Keberagaman
Tenaga Ahli Menteri Agama Bidang Riset Hasanudin Ali pada Peluncuran Sekretariat Bersama dan Aplikasi Pemantauan Implementasi Moderasi Beragama (API-MB) di Jakarta, Jumat (4/10/2024).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Tenaga Ahli Menteri Agama Bidang Riset Hasanudin Ali menyampaikan pemaparan tentang pentingnya moderasi beragama dalam agenda Peluncuran Sekretariat Bersama dan Aplikasi Pemantauan Implementasi Moderasi Beragama (API-MB), yang berlangsung pada 3-5 Oktober 2024 di Jakarta.

 

Dalam kesempatan itu, Hasan ---panggilan akrab Hasanudin Ali-- berbagi pengalamannya saat mengikuti forum internasional di Uni Emirat Arab. "Mereka sangat mengapresiasi dan secara terbuka menyatakan keinginan untuk belajar dari Indonesia. Mereka ingin tahu bagaimana kita mengelola keberagaman yang luar biasa di sini, namun tetap bisa hidup damai," jelasnya di Jakarta, Jumat (4/10/2024).

 

Menurut Hasan, Indonesia telah menjadi rujukan bagi negara-negara lain dalam hal moderasi dan toleransi. Saat ini, tantangan yang dihadapi oleh semua agama, baik Islam, Hindu, Buddha, Kristen, maupun Katolik, adalah meningkatnya konservatisme. "Kita harus terus memperkuat nilai-nilai toleransi dan moderasi agar negara-negara yang belajar dari kita memahami bahwa Indonesia adalah negara yang toleran, moderat, dan rukun," tegasnya.

 

Dalam pemaparannya, Hasan juga mengungkapkan hasil riset yang dilakukannya di kampus-kampus, BUMN, dan berbagai lembaga. Dalam temuannya terdapat paham intoleransi yang banyak berkembang di kampus-kampus berbasis ilmu eksakta seperti teknik, kedokteran, dan MIPA. "Mungkin karena ilmu eksakta cenderung menggunakan bahasa biner, 0 dan 1, benar atau salah, tidak ada di tengah-tengah. Ini mirip dengan cara pandang konservatif yang melihat dunia dalam hitam-putih: halal-haram, surga-neraka," ungkapnya.

 

Hasan menyampaikan beberapa rekomendasi penting untuk mengatasi tantangan intoleransi yang semakin menguat, terutama di lingkungan kampus dan lembaga pendidikan lainnya. Hasan menekankan pentingnya memperluas perjumpaan dan dialog antaragama sebagai langkah awal dalam membangun pemahaman yang lebih mendalam terhadap perbedaan. 

 

“Perjumpaan dan dialog akan membantu kita saling memahami dan menghargai perbedaan, sehingga tercipta masyarakat yang lebih harmonis,” ungkap Hasan. Selain itu, Hasan juga menekankan perlunya penguatan sumber daya manusia melalui rekrutmen dan pelatihan, dengan memastikan bahwa individu yang terlibat di posisi strategis memiliki ideologi yang moderat. “Rekrutmen yang tepat akan memastikan bahwa para pemimpin dan pegawai di lembaga pemerintahan maupun swasta membawa semangat moderasi dan toleransi,” tambahnya.

 

Tidak kalah penting, Hasan menyoroti perlunya integrasi data dan informasi yang terkait dengan moderasi beragama. Dengan data yang terintegrasi, pemerintah dan lembaga terkait dapat memantau serta mengukur dampak dari upaya moderasi beragama yang dilakukan di setiap daerah. 

 

“Setiap daerah memiliki potensi konflik keagamaan yang berbeda, dan dengan data yang terintegrasi, kita dapat lebih efektif dalam mencegah dan mengatasi konflik-konflik tersebut,” ujar Hasan. Harapannya melalui upaya-upaya yang sistematis dan berkelanjutan ini, moderasi beragama dapat semakin diperkuat di Indonesia dan menjadi contoh nyata bagi negara-negara lain dalam menjaga keberagaman dan menciptakan kehidupan yang rukun dan damai. “Semoga apa yang kita lakukan hari ini bisa membawa dampak positif, tidak hanya untuk Indonesia, tapi juga untuk dunia,” pungkasnya. (Natasya Lawrencia)

   

 

Penulis: Natasya Lawrencia
Sumber: Natasya Lawrencia
Editor: Abas dan Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI