KAJIAN TENTANG PROSES SANTRINISASI UMAT ISLAM DI KABUPATEN MAGETAN

5 Feb 2007
KAJIAN TENTANG PROSES SANTRINISASI UMAT ISLAM DI KABUPATEN MAGETAN

KAJIAN TENTANG PROSES SANTRINISASI UMAT ISLAM DI KABUPATEN MAGETAN

Oleh: Wachid Sugiharto
91 halaman

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN AGAMA
DEPARTEMEN AGAMA RI 2001



Dengan mengikuti definisi Clifford Gertzh, bahwa abangan adalah muslim yang tidak taat menjalankan syariat Islam dan santri adalah muslim yang taat menjalankan syariat Islam, maka masyarakat desa kajian bisa dikatakan mutlak merupakan masyarakat santri. Di desa kajian varian masyarakat menurut corak tingkat keberagamaannya tidak hanya abangan dan santri, tetapi santripun dibagi dalam dua kategori yaitu santri tradisional dan santri puritan. 
Di desa Randu Arum ini tinggal sedikit saja jumlah penduduk muslim abangan di antara penduduk desa tersebut, termasuk masalah sistem keyakinan dan aktivitas keagamaannya. Keyakinan kepada Allah sebagai penyebab segala sebab kejadian di alam ini, Muhammad adalah utusan Allah, Kitab Al Quran adalah kitab suci bagi umat Islam, adanya malaikat dan adanya makhluk ghaib merupakan keyakinan yang mutlak bagi mereka, meskipun mereka masih mempercayai keyakinan pra Islam. Mahluk ghaib yang baik sering mereka sebut dengan Jin. Sedang makhluk ghaib yang jahat mereka sebut dengan syaitan, iblis, demit, medon, jerangkong, memedi dan sebagainya. 
Dalam aktifitas keagamaan mereka melakukan nyadran, wiwit, metik, dan bersih desa dan sebagainya, sedang dalam upacara daur hidup mereka mengikuti santri tradisional, yaitu dibungkus dengan idiom-idiom Islam. Dengan sistem beragama seperti ini mereka rela dan malah merasa dirinya sudah muslim, yang menurut Woord Waad sah juga dikatakan sebagai muslim.
Corak santri tradisional di desa kajian ini mendominasi sistem keberagamaan mereka, karena memang corak beragama seperti inilah yang sangat akomodatif terhadap budaya lokal sebagaimana yang masih sebagian besar dilakukan oleh muslim corak abangan, termasuk melakukan upacara sesaji. Yang tidak dilakukan oleh santri tradisional pada saat ini mungkin hanya nyadran, wiwit, metik dan bersih desa saja. Sistem upacara keagamaan yang lain masih sama persis ditambah dengan melaksanakan syariat Islam seperti syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji bila mampu.
Penelitian ini menyarankan bahwa peran Departemen Agama di desa kajian ini dan mungkin juga secara umum harus ditingkatkan. Departemen Agama jangan hanya sebagai lembaga pelayanan tekhnis belaka. seperti; nikah, talak, cerai rujuk dan haji saja, tetapi harus ada peran yang dimainkan dalam peningkatan kehidupan beragama secara utuh.***

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI