Mengurai Benang Kusut GKI Yasmin
Jakarta (10 Februari 2015). Pendirian rumah ibadat menjadi salah satu faktor penyebab renggangnya hubungan antaragama. Tidak hanya dialami oleh komunitas agama tertentu, kesulitan dalam mendirikan rumah ibadat sering dialami oleh pemeluk agama minoritas.
Sebutlah kasus pendirian gereja Santo Stanislaus di Bekasi, kasus pendirian Masjid Al-Munawar di Kabupaten Tapanuli Utara, dan beberapa kasus lainnya. Beberapa kasus tersebut terjadi ketika pemeluk agama minoritas akan bermaksud mendirikan rumah ibadat.
Tidak sedikit kasus-kasus pendirian rumah ibadat berdampak pada renggangnya hubungan antaragama. Selain itu, beberapa kasus juga telah menarik perhatian masyarakat internasional.
Salah satu kasus yang ramai diperbincangkan oleh masyarakat internasional adalah gagalnya pendirian Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Kota Bogor. Gereja yang diinisiasi oleh Jemaat GKI Yasmin di tahun 2001, sampai saat ini tidak dapat diselesaikan.
Polemik terjadi ketika masyarakat setempat mempermasalahkan pembangunan gereja yang dinilai menyalahi perijinan. Di satu sisi, pihak GKI Yasmin mengklaim telah mengantongi surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dari pemerintah setempat.
Berangkat dari polemik di masyarakat, Akmal Salim Ruhana, Peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan berusaha menelusuri faktor yang melatarbelakanginya. Penelitian yang dilakukan di tahun 2011 juga berusaha menelusuri sejauh mana peran regulasi pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Sebagaimana diketahui, pemerintah, melalui Kementerian Agama telah mengeluarkan seperangkat peraturan tentang pendirian rumah ibadat. Salah satu regulasi yang mengatur masalah ini adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/ Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, DanPendirian Rumah Ibadat
Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam Jurnal Widyariset Volume 16, Nomor 1, Tahun 2013, Akmal juga berusaha mengungkap motif-motif sosial, ekonomi, maupun politik dalam kasus pendirian GKI Yasmin. Selain itu, ia juga berusaha menguak apakah kasus ini mempengaruhi kerukunan antarumat beragama di Kota Bogor.
Lalu, bagaimanakah temuan yang didapatkan di lapangan? Bagaimanakah peran regulasi dalam menyelesaikan permasalahan ini? Adakah kasus ini dilatarbelakangi oleh motif-motif lain selain masalah keagamaan? Dan bagaimanakah dampak yang ditimbulkan terutama dalam masalah keharmonisan antarumat beragama? Silahkan simak selengkapnya pada artikel berikut Mengurai Benang Kusut GKI Yasmin.[]
Ags/viks/ags