Susun Policy Brief Penyelenggaraan Haji, Ini 2 Poin Pentingnya!

23 Agt 2024
Susun Policy Brief Penyelenggaraan Haji, Ini 2 Poin Pentingnya!
Kepala Badan Litbang dan Diklat Suyitno saat memberikan arahan pada FGD Analisis Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024 di Jakarta, Jumat (23/8/2024).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama berupaya meng-capture penyelenggaraan haji dalam rentang satu dasawarsa. Tim analisis telah mengkategorisasi analisis berdasaran azas yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang  Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

 

“Kategorisasi menjadi sangat penting untuk melihat secara utuh penyelenggaraan haji selama sepuluh tahun. Pertama, melalui pendekatan yuridis yang berbasis hukum berdasarkan undang-undang haji dan turunannya,” ujar Kepala Badan Litbang dan Diklat Suyitno saat memberikan arahan pada FGD Analisis Kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024 di Jakarta, Jumat (23/8/2024).

 

“Ini menjadi penting karena setiap ada masalah, kita harus melihat ke aspek yuridis dan regulasi yang menjadi referensi penyelenggaraan ibadah haji,” imbuhnya.

 

Menurut Kaban Suyitno, regulasi menjadi starting point bagi analis kebijakan untuk menyusun policy brief. Setelah melihat regulasi, baru bisa menghasilkan rekomendasi.

 

“Solusi yang paling aman adalah berdasarkan regulasi. Maka, sekali lagi saya tekankan bahwa starting point pembahasan ini perlu diawali dari regulasi,” ungkapnya.

 

Penyelenggaraan haji memiliki 10 azas, yaitu syariat, amanah, keadilan, kemaslahatan, kemanfaatan, keselamatan, keamanan, profesionalitas, transparansi, dan akuntabilitas. Melalui analisis, diharapkan mampu melihat gambaran implementasi dari seluruh azas tersebut.

 

Kedua, lanjut Kaban, yang perlu dilihat adalah terkait ekosistem. Hal ini penting untuk melihat pelaksanaan haji yang sudah on the track atau tidak, selain dari aspek regulasi.

 

“Ekosistem haji bisa dilihat dari hal yang sifatnya administratif atau hal lain yang sifatnya konten (peribadatan). Aspek administratif bisa digunakan untuk mengukur berjalannya regulasi penyelenggaraan ibadah haji seperti pendaftaran, kesesuaian kuota, berbasis sistem,” katanya.

 

Sedangkan konten yang dimaksud adalah ruhnya ibadah haji, yaitu terkait peribadatan haji. Aspek ini berbicara terkait orang yang berbicara sah dan tidaknya ibadah haji.

 

Policy brief harus membahas mengenai seluruh aspek, bukan hanya  regulasi tetapi terkait pula soal fikih dan pelaksanaan ibadah haji,” tandasnya.

 

Pada kesempatan yang sama, Kepala Puslitbahg Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Arfi Hatim mengatakan FGD tersebut merupakan tindak lanjut analisis kebijakan penyelenggaraan ibadah haji berbasis data terbuka.

 

“Dari pertemuan, sudah ada beberapa masukan dari peserta yang nantinya akan disusun menjadi sebuah policy brief,” katanya.

 

Kapus Arfi mengatakan ini sudah menjadi tugas Badan Litbang dan Diklat sebagai supporting system yang mendukung Kementerian Agama dalam menyusun kebijakan. “Sebagai dapur yang meramu masakan bagi kebijakan, maka kita menyusun policy brief berbasis data dan informasi atau evident base,” ucapnya.

 

Menggandeng tim dari Tenaga Ahli Menteri Agama Bidang Analisis Pengembangan Kementerian dan Lembaga yang dipimpin Mahmud Syaltout, FGD memaparkan beberapa data yang berhasil diraih. Mereka mendapatkan 334 ribu data yang berasal dari open source seperti media online, media sosial, blog, dan lainnya.

 

“Data diperoleh bersifat kualitatif, maka kemudian diolah secara kuantitatif untuk dianalisis sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, kami juga melakukan analisis risiko berdasarkan azas yang tertuang dalam UU No. 8 Tahun 2019,” pungkasnya. (diad)

   

 

Penulis: Dewi Indah Ayu Diantiningrum
Sumber: Diad
Editor: Abas dan Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI