Trend Cerai Gugat yang Makin Tinggi

18 Jun 2015
Trend Cerai Gugat yang Makin Tinggi

Jakarta (18 Juni 2015). “Alasan seseorang pasangan (istri) mengajukan cerai gugat sangat beragam, kompleks, tidak sederhana atau tidak tunggal.  Ada banyak alasan tersembunyi yang belum terungkap, bahkan tidak selalu menggunakan istilah hukum, seperti yang digunakan di Pengadilan Agama.   Bagi kalangan bawah/tidak terdidik, yang terpenting bercerai, lepas bebas dari beban kehidupan”.  Demikian terungkap hasil penelitian Puslitbang Kehidupan Keagamaan tentang Tren Cerai gugat di Kalangan Masyarakat Muslim di Indonesia.

Meskipun secara nasional, hampir semua daerah yang diteliti memperlihatkan data yang sama, namun penelitian ini berhasil menggambarkan alasan-alasan lain di luar mainstream yang perlu mendapat perhatian serius.  Pengaruh tidak langsung globalisasi dan perkembangan teknologi infomasi menjadikan pergeseran budaya yang semakin terbuka, terutama media sosial, salah satu penyebab ketidakharmonisan pasangan.

Dirjen Bimas Islam, Prof Machasin hadir selaku narasumber dalam seminar hasil penelitian ini menyampaian apresiasi terdapat hasil penelitian ini.  Machasin

Dr. Hasbi dari Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, menyatakan data Badilag MA, berdasarkan keadaan perkara yang masuk mulai tahun 2009 – 2014 perceraian dengan cerai gugas memperlihatkan trend yang meningkat.  Lebih lanjut Hasbi, penyebab perceraian secara umum diantaranya perkawinan tidak lagi dianggap Sakral, Lemahnya Peran Tokoh Agama dan Tokoh AdatLemahnya kontrol sosial, Lemahnya Sistem Kekerabatan, Industrialisasi/Globalisasi Teknologi informasi, Tingkat Pendidikan dan Budaya masyarakat yang semakin menipis

Hasbi menambahkan, terkait alasan banyaknya cerai gugat dalam masyarakat kita disebabkan oleh Kesetaraan Gender, Tidak ada lagi perbedaan status sosial ekonomi.  Banyak wanita yang memiliki penghasilan lebih baik daripada pasangannya.  Wanita memiliki hak yang sama dengan suami dalam mengajukan gugatan cerai.  Menanggapi hasil penelitian alasan cerai gugat yang banyak belum terungkap terutama kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dalam hal ini hakim-hakim peradilan agama  terus berupaya mengakomodasi UU KDRT dan Perlindungan Anak.

Temuan lain penelitian ini, yaitu respon struktur formal sangat lemah, seperti KUA terhadap lembaga perkawinan, dan PA terhadap perceraian.  Koordinasi dan komunikasi kedua struktur formal ini juga lemah sehingga isu perkawinan dan perkawinan menjadi parsial. Drama.  BP4 dan mediator di PA tidak mampu secara maksimal memediasi perceraian.

Untuk itu dalam penelitian ini dan berdasarkan pengalaman PA diperlukan Penguatan Peran Tokoh Agama (ulama), Penguatan peran tokoh masyarakat/adat, Penguatan peran Tokoh Keluarga, Penguatan peran Lembaga Mediasi, Penguatan Lembaga BP4, Mengaktifkan kembali penyuluhan hukum, Mengusulkan revisi terhadap peraturan perundang-undangan (Perlindungan hukum meninjau kembali pengirim TKW ke luar negeri),  dan akim PA harus lebih spesifik menggali penyebab Perceraian serta perlunya integrasi data antara Badilag, Kemenag dan Dukcapil dan instansi terkait. []

hb/ags

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI