377 Buku Agama Dinyatakan Layak, PBAL2K Rampungkan Penilaian Tahun 2025

Jakarta (BMBPSDM)---Penilaian buku agama bukan sekadar proses administratif. Di balik setiap keputusan kelayakan, tersimpan tanggung jawab besar untuk menjaga kualitas konten keagamaan yang beredar di tengah masyarakat.
Pusat Penilaian Buku Agama, Lektur, dan Literasi Keagamaan (PBAL2K) Kementerian Agama RI resmi mengakhiri rangkaian proses Penilaian Buku Agama Tahun Anggaran 2025 melalui Sidang Penyelia Utama yang digelar pada 29 Juli 2025 di Jakarta.
“Di 2025 ini kita sudah bisa memberikan tanda layak ke sejumlah 377 buku, atau setara dengan 60,71% dari total jumlah yang telah dinilai sejumlah 621 buku. Ini merupakan hal yang cukup menggembirakan ketika berbicara persentase yang masih di atas 50%,” ujar Kepala Subbagian Tata Usaha PBAL2K, Sugeng Riyanto, mewakili Kepala Pusat dalam laporan kegiatan.
Sugeng juga menegaskan bahwa penilaian buku adalah proses yang dinamis dan tidak bisa diseragamkan. Objektivitas dan konteks keilmuan menjadi pijakan utama dalam menentukan layak tidaknya sebuah buku diterbitkan.
Proses penilaian ini sendiri telah berjalan sejak Januari 2025, dimulai dari penyempurnaan instrumen, revisi petunjuk teknis dan pelaksanaan, hingga penyusunan panel reviewer lintas bidang. Sidang final ini turut dihadiri oleh perwakilan dari Direktorat Pendidikan Islam (Pendis), KSKK Madrasah, serta Bimas Islam, Katolik, dan Hindu.
Dalam kesempatan yang sama, PBAL2K juga menyoroti pentingnya regulasi penilaian buku yang terintegrasi melalui satu pintu. Menurut Sugeng, pendekatan ini diperlukan agar proses penilaian tidak berjalan parsial dan menghasilkan koordinasi lintas direktorat yang lebih solid.
“Kita berharap regulasi tersebut dapat memberikan dampak dalam menghasilkan buku-buku yang berkualitas, mencerdaskan anak bangsa, dan tidak membuat persoalan di kemudian hari,” pungkasnya.
Penilaian buku agama yang dilakukan PBAL2K bertujuan memastikan bahwa setiap bahan bacaan keagamaan yang beredar tidak hanya layak dari sisi substansi dan ajaran, tetapi juga aman dari potensi konten intoleransi, disinformasi, atau penyimpangan nilai.