Al-Qur’an Braille dan Al-Qur’an Isyarat, Bukti Layanan Inklusif Keagamaan di Indonesia
Samarinda (Balitbang Diklat)---Al-Qur’an untuk semua karena terdapat dua amanat dalam kitab suci tersebut, yaitu amanat ilahi dan amanat konstitusi. Artinya, Al-Qur’an sebagai kitab petunjuk bagi seluruh manusia apapun kondisinya.
Pentashih Ahli Madya Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Deni Hudaeny mengatakan bahwa amanat ilahi maksudnya semua berhak mendapatkan cahaya petunjuk dari Allah subhanahu wa taala. Apakah orang tersebut beriman atau tidak, apakah mendengar atau tidak, serta melihat atau tidak.
“Sejarah membuktikan, seorang ulama bernama Imam Asy-syatibi Ar-Ra’in dengan kondisi tunanetra bisa menghapal Al-Qur’an bahkan merumuskan bait-bait dalam kitab Hirzul Amani wa Wajhut Tahani,” papar Deni di hadapan 400 peserta Talkshow Al-Qur’an untuk Semua pada Expo MTQ Nasional Samarinda, Rabu (11/9/2024).
Sedangkan Al-Qur’an sebagai amanat konstitusi yakni ada regulasi yang mengatur. Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menyebutkan bahwa para disabilitas berhak mendapatkan layanan kitab suci Al-Qur’an dan lektur keagamaan lainnya yang mudah akses sesuai dengan kebutuhan.
“Pemerintah, khususnya Kementerian Agama berikhtiar memberikan layanan Al-Qur’an berikut terjemahannya bagi disabilitas tunanetra melalui Mushaf Al-Qur’an Braille dan bagi disabilitas tunarungu-wicara melalui Mushaf Al-Qur’an Isyarat,” tuturnya.
Menurut Deni, berdasarkan hasil penelitian di berbagai wilayah di dalam dan di luar negeri yang telah melakukan pembelajaran Al-Qur’an Isyarat, akhirnya ditetapkan dan disepakati menggunakan Arabic Sains Language. “Tujuannya dipilih Arabic Sains Language agar teman-teman tuli bisa membaca Al-Qur’an di Arab Suadi, Makkah, Madinah, dan Mesir karena menggunakan isyarat yang sama,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Deni menuturkan bahwa sejak tahun 2020 LPMQ telah menyusun pedoman Al-Qur’an Isyarat sesuai dengan kesepakatan teman-teman tuli. Setelah itu, Mushaf Al-Qur’an Isyarat lengkap 30 juz dengan metode khitabah dan metode tilawah telah disusun.
“Alhamdulillah, Indonesia menjadi negara pertama yang menerbitkan Mushaf Al-Qur’an Isyarat lengkap dengan dua metode tersebut. Semoga negara Islam lainnya bisa belajar dari Indonesia,” katanya.
Deni berharap dengan adanya Mushaf Al-Qur’an Braille dan Mushaf Al-Qur’an Isyarat dapat menjadi layanan keagamaan inklusif bagi seluruh umat Islam di Indonesia.
“Mudah-mudahan dengan ikhtiar ini, kita dapat meraih keberkahan Al-Qur’an,” tutupnya.
Kegiatan menghadirkan juga narasumber Kapuslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Moh. Isom serta Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an Abdul Aziz Sidqi dengan dipandu moderator Kasubag Tata Usaha Lajnah Pentashihahan Mushaf Al-Qur’an Musyadad.
Tampak hadir 400 peserta yang berasal dari Biro Kesejahteraan Rakyat Kalimantan Timur, Perangkat Kota Samarinda, Dinas Pendidika dan Kebudayaan Kota Samarinda, Kanwil Kemenag Kalimantan Timur, Kankemeng Kota Samarinda, Universitas Mulawarman, Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur, UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, LPTQ, dan SLB Kota Samarinda.
(Dewi Indah Ayu D)