Amsal Bakhtiar: Jurusan Agama di Madrasah Tidak Jadi Pilihan Utama
Bogor (29 Agustus 2019). Ada fenomena menarik di kalangan peserta didik madrasah baik negeri maupun swasta. Termasuk juga di Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC). Bahwa untuk Jurusan Agama ternyata kurang diminati siswa. Mereka lebih memilih jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Kepala Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Diklat Kemenag, Amsal Bakhtiar, mengatakan hal tersebut saat membuka resmi seminar hasil penelitian Evaluasi Program Penyelenggaraan Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia (MAN IC) yang digelar di Hotel Royal Amaroossa Bogor Jl Otto Iskandardinata No 84 Baranangsiang, Kota Bogor, Rabu (28/08) sore.
“Mari kita perhatikan, yang dominan di madrasah aliyah pun itu kalau tidak IPA ya IPS. Bahkan, agama itu menjadi pilihan yang ketiga. Ini kenyataan. Bisa kita lihat umpamanya di MAN 4 Pondok Pinang. Di sini yang paling banyak dipilih itu jurusan IPA, lalu IPS. Baru kemudian agama dan Bahasa Arab,” tuturnya.
Bahkan, lanjut Amsal, di MAN IC yang sekarang berjumlah 23 sekolah itu pun tidak ada jurusan agama. “Padahal aslinya madrasah itu kan (berbasis) agama. Tapi, di madrasah-madrasah unggulan ternyata agama itu tidak menjadi prioritas,” ujarnya menyayangkan.
Oleh karena itu, kata dia, Menteri Agama era Orde Baru Munawir Syazali memberikan satu solusi Madrasah Aliyah Negeri Program Khusus (MAN PK). Untuk era masa kini, MAN PK ini mengalami reinkarnasi. “Ia dihadirkan kembali. Setelah sekian lama pernah mati, sekarang dihidupkan kembali. Jadi ada revitalisasi. Lebih tepatnya reinkarnasi,” selorohnya disambut tawa hadirin.
Menurut mantan Direktur Diktis Ditjen Pendis Kemenag ini, orang yang mematikan MAN PK dikritik keras oleh ahli pendidikan Prof Azyumardi Azra. “Karena ini merupakan aset satu-satunya yang masih tinggal untuk bisa linier masuk ke IAIN atau UIN sekarang,” ungkapnya.
Maka ketika terjadi penyusutan peminat untuk masuk perguruan tinggi keagamaan Islam, kata Amsal, salah satu penyebabnya adalah mati surinya MAN PK. “Itu sebenarnya salah satu faktor menghilangnya satu jalur masuk IAIN dan UIN, yakni MANPK. Alhamdulillah sekarang hidup lagi. Tentu saja kita bergembira akan hal ini,” ujarnya.
Guru Besar UIN Jakarta ini menambahkan, dalam konteks ini pihaknya melihat bahwa MAN IC merupakan bagian transformasi pendidikan Islam sebagaimana MAN PK. “Walaupun awal berdirinya digagas Pak Habibie lalu diserahkan ke Kemenag, kita bangga karena MAN IC inilah yang mampu bersaing denggan sekolah favorit yang masih dikuasai oleh sekolah-sekolah non Islam, umpamanya Tarakanika, Don Bosco, dan lain-lain,” paparnya.
Dalam pembukaan seminar, hadir Direktur Kurikulum Sarana Prasarana Kesiswaan dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah Ditjen Pendis Kemenag, Ahmad Umar, yang mewakili Dirjen Pendis Kemenag Kamaruddin Amin.
Direktur KSKK A Umar mengatakan, sangat berterima kasih dan mengapresiasi temuan para peneliti tentang penyelenggaraan MAN IC di Indonesia. Ia melihat, soal sarana dan prasarana di MAN IC lebih baik dari madrasah lainnya. Meskipun ada temuan bahwa ada belum standar atau masih ada yang kurang itu wajar karena jumlahnya sangat banyak.
Menurut Kabid Litbang Pendidikan Madrasah, Alfinar Aziz, seminar tersebut mengundang 50 peserta terdiri dari akademisi, guru, pengawas MA baik negeri maupun swasta dari Jakarta, Depok, dan Bogor, serta para peneliti Puslitbang Penda. Kegiatan yang menghadirkan para narasumber dari sejumlah kampus tersebut dijadwalkan tiga hari, Rabu-Jumat, 28 s.d 30 Agustus 2019. []
Musthofa Asrori/diad