ANALISIS BIAYA SATUAN PENDIDIKAN DI MADRASAH SWASTA

5 Feb 2007
ANALISIS BIAYA SATUAN PENDIDIKAN DI MADRASAH SWASTA

ANALISIS BIAYA SATUAN PENDIDIKAN DI MADRASAH SWASTA

Tim Peneliti Puslitbang Penda—UPI Bandung,

Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagaman, Tahun 2006, 73 hlm.



Studi tentang Analisis Biaya Satuan Pendidikan di Madrasah  dilatarbelakangi oleh fakta penyelenggaraan pendidikan di madrasah yang begitu memilukan, baik dari aspek substansi, proses, dan konteks penyelengaraan maupun keterlibatan unsur pemerintah dan masyarakat dalam pembiayaannya. Sudah tentu, kedua aspek tersebut begitu berpengaruh terhadap mutu pendidikan yang dihasilkan madrasah. Keterlibatan pemerintah dalam pembiayaan pendidikan di madrasah, berkaitan dengan realisasi pelaksanaan kehendak perundang-undangan pendidikan yang masih relatif kecil, bila dibandingkan dengan satuan pendidikan di luar Departemen Agama. Padahal dilihat dari aspek fungsi, tugas dan peranan kelembagaan satuan pendidikan madrasah memikul tanggung jawab yang sama dengan satuan pendidikan lainnya. Salah satu kelemahan mendasar dalam sistem pembiayaan pendidikan di madrasah ialah alokasi biaya penyelenggaraan tidak didasarkan pada analisis komponen-komponen dan aktifitas-aktifitas manajemen yang harus dibiayai secara riil. Dan ketika  menghitung kebutuhan biaya per siswa masih didasarkan pada asumsi-asumsi yang keliru. Sehingga, pada saat menentukan besaran anggaran untuk satu satuan pendidikan pun kurang dapat dipertanggungjawabkan secara riil.

Studi ini bertujuan untuk menghitung biaya minimal pendidikan pada masing-masing jenjang pendidikan  madrasah swasta, baik untuk tingkat MI dan MTs. Berdasarkan tujuan umum tersebut, maka tujuan khusus studi ini ialah untuk mendapatkan informasi tentang: 1) Komponen-komponen yang harus dibiayai dalam penyelenggaraan satuan pendidikan pada masing-masing jenjang pendidikan madrasah swasta tingkat MI dan MTs; 2) Aktivitas-aktivitas dari setiap komponen yang harus dibiayai dalam penyelenggaraan satuan pendidikan di masing-masing jenjang pendidikan madrasah swasta tingkat MI dan MTs; 3) Besaran jumlah biaya satuan minimal pendidikan pada masing-masing jenjang pendidikan madrasah.

Penelitian ini  berkesimpulan  bahwa Komponen-komponen yang seharusnya dibiayai dalam penyelenggaraan satuan pendidikan pada jenjang pendidikan madrasah swasta tingkat MI dan MTs agar memiliki kualitas dan daya saing dengan jenis-jenis pendidikan persekolahan lainnya adalah meliputi; Komponen Kesejahteraan Personel terdiri dari; a) Gaji/honor, b) Tunjangan, c) Kesra, d) Transport, e) Seragam, f) Kelebihan jam mengajar/kerja, g) THR, h) Dana Sosial, i) Insentif atas prestasi. Komponen Pengembangan Personel terdiri dari; a) Kegiatan lokakarya, b) Seminar, c) Magang, d) Pelatihan-pelatihan, e) Penataran-penataran. Komponen Penunjang KBM terdiri dari; a) Pensil, b) Pulpen, c) Berbagai Jenis Tinta, d) Berbagai Jenis Penghapus, e) Berbagai Jenis Buku, f) Berbagai Jenis Kertas, g) Berbagai Jenis Penggaris, h) Berbagai Jenis Amplop, i) Berbagai Jenis Spidol, j) Stepler. Komponen Pemeliharaan dan Penggantian terdiri dari; a) Penyediaan Alat dan Bahan Kebersihan, b) Pengecatan Tembok Gedung dan Pagar, c) Penggantian Genteng yang Rusak, d) Pemeliharaan Mebel, e) Pemeliharaan Kelas, f) Pemeliharaa Kelas, g) Pemeliharaan Kantor, h) PemeliharaanHalaman, i) Pemeliharaan Alat Pelajaran. Komponen Daya dan Jasa terdiri dari; a) Langgana Telepon, b) Listrik, c) Air, d) Koran, e) Gas. Komponen Pembinaan Kesiswaan terdiri dari; a) Pramuka, b) PMR, c) UKS, d) Prestasi Olah raga, e) Prestasi Kesenian, f) Lomba Cerdas Cermat, g) Perpisahan kelas terakhir, h) Kegiatan Keagaaan, i) Majalah Dinding, j) Buletin Madrasah, k) lain-lain. Komponen Rumah Tangga Madrasah (Overhead) terdiri dari; a) Rapat Intern Sekolah, b) Rapat Tingkat Kecamatan, c) Rapat Tingkat Kabupaten, d) Overhead Pembinaan oleh Depag/Diknas, e) Overhead Tamu LSM, f) Overhead Tamu Wartawan, g) Menjamu Tamu dan Aparat Pemerintah, h) Overhead Tamu Lainnya, i) Penyusunan dan Pelaporan.

Beberapa rekomendasi yang perlu menjadi perhatian, yaitu: 1) Biaya minimal untuk setiap komponen pembiayaan operasional madrasah memiliki kesenjangan yang tinggi dan bervariasi untuk setiap propinsi, dan konsekuensinya prosentase kesenjangan itu harus dapat dipenuhi.  Pemerintah dapat melakukan bermacam cara untuk membantu madrasah diantaranya dengan bentuk bantuan langsung berupa biaya kegiatan madrasah atau bentuk pembantuan dalam melibatkan masyarakat melalaui stimulasi kepada komite madrasah; 2) Untuk mengetahui kebenaran dari biaya operasional maksimal yang diperlukan dalam penyelenggaraan madrasah, perlu dilakukan studi yang secara khusus menggali sisi maksimal kebutuhan pembiayaan madrasah dengan pola pelibatan madrasah dalam pelatihan dan penyusunan rencana anggaran belanja madrasah; 3) Besar kecilnya biaya satuan minimal dan maksimal (menurut pengakuan pada kepala madrasah/responden) pada MIS dan MTsS di masing-masing daerah, belum mencerminkan kebutuhan biaya minimal dan maksimal yang sesungguhnya yang dianggap oleh tim studi merupakan komponen yang memicu aktivitas yang harus dibiayai secara ideal pada madrasah, pada kenyataannya oleh para pengelola madrasah dianggap kompoen yang di sinyalir hanya berlaku untuk madrasah/sekolah negeri.  Sehingga, komponen minimal dan maksimal yang harus dibiayai tidak dianggap sebagai yang harus dibiayai oleh madrasah swasta.  Sekalipun komponen itu ada dan dilakukan madrasah swasta, pembiayaannya hanya mengandalkan sumbangan, infak, atau keikhlasan pribadi personil untuk melaksanakan aktivitas tersebut; 4) Perubahan budaya keterlibatan masyarakat dalam madrasah dari pola lama harus dirubah ke dalam pola baru dimana masyarakat terlibat tidak hanya sekedar pada infak tentatif akan tetapi sampai kepada infak yang bekelajutan; 5) Komponen-komponen kritis yang ditemukan dari prosentase kesenjangan antara biaya minmal dan maksimal dari sisi kebutuhan biaya harus menjadi perhatian dalam pembiayaan pendidikan di madrasah. Sehingga apabila ada pola-pola bantuan dari pemerintah baik yang berupa proyek maupun bantuan lainnya mengutamakan komponen tersebut.  Dengan demikian prioritas bantuan pemerintah ditujukan kepada pemenuhan kebutuhan pembiayaan yang tidak dapat dipenuhi pada komponen-komponen yang bersangkutan; 6) Untuk memperkecil disparitas dari pembiayaan yang beragam, maka perlu standarisasi minimal dalam pembiayaan yang meliputi komponen-komponen tersebut dalam kesimpulan.  Juga model dan proses pembiayaan yang dilakukan mengacu kepada standar yang dikembangkan, contoh untuk kasus madasah yang dalam pembiayaannya masih tergantung kepada sumber perorangan ataupun yayasan dengan pola pengeluaran uang karena kebutuhan mendesak; 7) Perhitungan satuan biaya operasional ninimal dan maksimal untuk MIS dan MTsS di setiap wilayah, sebagaimana ditunjukan pada tabel-tabel di atas,masih bersifat versi lapangan (kepala madrasah/responden).  Untuk menghitung dan menganalisis biaya satuan yang benar-benar ideal, diperlukan proses analisis dengan mempertimbangkan bukan hanya sekedar pengakuan dan harapan pengelola madrasah, namun harus pula mempertimbangkan karakteristik politik, sosial ekonomi masyarakat daerah (PDRB, daya beli/pendapatan per kapita masyarakat, laju inflasi, dan pertimbangan para ahli.  Dengan demikian, diperlukan pengkajian yang mendalam tentang model-model pengelolaan pembiayaan madrasah yang sesuai dengan karakteristik dan tipologi masyarakat dimana madrasah itu berada.

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI