Apa yang Hilang dari Manuskrip Keagamaan Nusantara? SI Jawarba Punya Jawabannya!
Malang (Balitbang Diklat)---Kementerian Agama terus berupaya merawat dan melestarikan kekayaan manuskrip agama dan keagamaan di Nusantara. Melalui Sistem Informasi Jaga Warisan Bangsa (SI Jawarba) yang digagas Kapuslitang Lektur, Khanzanah Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) Moh. Isom, hadir sebagai langkah untuk melakukan digitalisasi manuskrip agar lebih mudah diakses dan dipelajari berbagai kalangan, termasuk peneliti dan akademisi.
Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama Suyitno dalam sosialisasi Si Jawarba di Malang, Jawa Timur, menekankan pentingnya merawat dan mengeksplorasi manuskrip keagamaan. Menurutnya, manuskrip-manuskrip tersebut merupakan bagian penting dari warisan budaya Nusantara yang tersebar luas, terutama manuskrip terkait agama dan keagamaan.
“Manuskrip ini tidak hanya sekadar dokumen sejarah, tetapi juga merupakan cermin perjalanan perkembangan agama di Nusantara,” ujarnya di Malang, Jumat (13/9/2024).
Menurut Kaban, merawat manuskrip bukanlah pekerjaan yang murah. Jika manuskrip yang sudah rentan tidak ditangani dengan baik, kita berisiko kehilangan aset penting dalam bentuk kekayaan agama dan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, aplikasi SI Jawarba menjadi amat penting.
Pada kesempatan tersebut, Kaban mengisahkan perjalanan panjang masuknya agama di Nusantara, mulai dari dominasi Hindu dan Buddha sebelum abad ke-14, hingga masuknya Islam yang membawa pengaruh besar terhadap budaya lokal.
“Kalau kita melihat perkembangan Islam di Nusantara, kita harus belajar dari masa sebelum abad ke-14, di mana pengaruh Hindu dan Buddha sangat dominan, terutama saat Sriwijaya menguasai Nusantara,” katanya.
Kaban juga menjelaskan bahwa akulturasi budaya pra-Islam dengan Islam menciptakan karakteristik unik dari Islam di Indonesia yang berbeda dengan negara-negara lain. Menurutnya, salah satu tantangan besar adalah perbedaan pemahaman antara agama dan budaya, serta aspek teologis dan sosiologis dalam tradisi masyarakat.
Hal ini sering kali menimbulkan kesulitan dalam memisahkan nilai-nilai budaya dan agama, terutama ketika berbicara tentang warisan manuskrip. Oleh karena itu, SI Jawarba diharapkan tidak hanya berfungsi untuk melestarikan, tetapi juga untuk menggali lebih jauh khazanah keilmuwan keagamaan yang ada dalam manuskrip tersebut.
“Pasca abad ke-14, pengaruh kolonialisme turut merusak dan memengaruhi sejarah kita, termasuk banyak manuskrip yang dibawa ke luar negeri, seperti ke Belanda. Tantangan kita saat ini adalah bagaimana melalui SI Jawarba, kita tidak hanya merawat tetapi juga mengakses dan mengeksplorasi manuskrip-manuskrip yang masih belum terawat dengan baik, terutama yang bersifat koleksi pribadi,” pungkasnya.
Hadir dalam acara tersebut Dr. Ahmad Hidayatullah yang menyampaikan paparan tentang kondisi terkini manuskrip agama dan keagamaan di Malang. Acara ini diikuti peserta dari berbagai lembaga, di antaranya UIN Maulana Malik Ibrahim, LTN NU Jatim, Universitas Negeri Malang, Pesantren Al Hikam, Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas Brawijaya, dan perwakilan dari Kementerian Agama Kota Malang. (Barjah)