Arfi Hatim: Jangan Sampai Dianggap Melanggar HAM!

21 Jan 2023
Arfi Hatim: Jangan Sampai Dianggap Melanggar HAM!
Kapuslitbang BALK Arfi Hatim (tengah) memberikan arahan pada kegiatan Diskusi Analisis Kebijakan KUHP di Jakarta, Jumat (20/01/2023).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (Bimas Agama) Balitbang Diklat meyelenggarakan kegiatan Diskusi Analisis Kebijakan KUHP, bertempat di Jakarta, Jumat (20/012023).

Kapuslitbang Bimas Agama, Arfi Hatim mengatakan, diskusi ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan pemerintah RI untuk menyampaikan tanggapan  atas permintaan klarifikasi PBB terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP mengenai beberapa pasal tindak pidana terhadap agama.

Menurut Arfi Hatim, pembahasan bersama terkait UU ini, khusus yang berkaitan dengan Kemenag, yaitu pidana keagamaan, kepercayaan dan aborsi. “Dibahas dari berbagai perspektif hukum positif maupun agama, jangan sampai dianggap melanggar HAM,” katanya di Jakarta, Jum’at (20/01/2023).

Arfi Hatim mengatakan, dirinya meyakini bahwa KUHP tersebut sudah melalui proses panjang dan disertai naskah akademik. “Pastinya ada tinjauan-tinjauan secara teoritis, epistemologis, dan sosiologis". Kita di sini sebagai supporting memberikan klarifikasi dan tanggapan yang nanti akan diolah lagi secara *komprehensif oleh Kementerian Luar Negeri bersama instansi yang terkait,” ucapnya.

Hadir pada diskusi ini Juru Bicara Menteri Agama Anna Hasbi. Menurutnya, setelah membaca sekilas, ada baiknya memberikan atau menyusun Frequently Asked Questions (FAQ).

Anna mengatakan bicara aborsi di luar sana (perspektif Barat) selalu ada pandangan terbagi dua, yaitu prolife (hidup itu harus berlanjut), dan prochoice (keyakinan perempuan punya hak atas tubuhnya sendiri). Sedangkan di Indonesia tidak seperti itu. “Indonesia mayoritas masyarakat beragam dan menjalankan keyakinan masing-masing,” katanya.

“Kita tidak bisa mengambil pandangan ke kanan atau ke kiri, karena keragaman yang sangat majemuk sehingga yang kita ambil secara general, pandangan-pandangan umum yang pandangan kita sangat moderat buat orang luar sangat sulit,” ujar Anna.

Menurut Anna, kita harus memberikan penjelasan tentang apa yang mendasari semangat cara pandangan kita, yang mendasari perilaku kita. Contoh di luar sana tidak ada acara dimulai dengan doa, tapi selalu dilakukan di Indonesia.

“Beberapa kondisi tertentu dengan alasan-alasan dijelaskan dengan gamblang dan mudah dipahami, tidak semata-mata beralasan kitab saja tapi ada reasoning di dalamnya, karena Kemenag memiliki tanggung jawab pembinaan terhadap masyarakat,” tandasnya.

Diskusi ini diikuti oleh peserta dari berbagai lintas instansi, di antaranya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), Majelis Ulama Indonesia (MUI), Perwakilan Umat Buddha (WALUBI) dan perwakilan masing-masing unit eselon I Kemenag.

(Barjah/bas)

Penulis: Barjah
Editor: Abas
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI