Bahasa Betawi atau Bahasa Gaul? Tantangan Besar dalam Finalisasi Terjemahan Al-Qur'an Bahasa Daerah

23 Nov 2024
Bahasa Betawi atau Bahasa Gaul? Tantangan Besar dalam Finalisasi Terjemahan Al-Qur'an Bahasa Daerah
Kaban Suyitno pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Finalisasi Terjemahan Al-Qur’an Bahasa Betawi Juz 16-30 di Jakarta, Jumat (22/11/2024).

Jakarta (BMBPSDM)---Puslitbang Lektur, Khazanah, Keagamaan, dan Manajemen Organisasi (LKKMO) mengadakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Finalisasi Terjemahan Al-Qur’an Bahasa Betawi Juz 16-30 yang telah disusun selama 8 bulan. Pada agenda ini, Kepala Badan (Kaban) Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM)  Suyitno membuka sekaligus memberikan arahan terkait tantangan-tantangan yang harus dihadapi selama proses penerjemahan Al-Qur’an Bahasa Betawi.

 

Salah satu tantangan serius terkait penerjemahan Al-Qur’an bahasa daerah adalah pengaruh bahasa gaul. Bahkan, istilah-istilah seperti gemoy, bestie, ghosting lebih akrab di kalangan generasi muda daripada bahasa daerah mereka sendiri. “Bahasa-bahasa gaul ini kini mendominasi, baik dalam komunikasi sehari-hari maupun di media sosial,” ucapnya di Jakarta, Jumat (22/11/2024).

 

Suyitno berpendapat mungkin suatu saat kita akan menghadapi tantangan untuk menterjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa gaul. Tetapi, ini menggambarkan pentingnya pesan Al-Qur’an tetap dapat diterima dengan baik oleh semua kalangan dan juga tetap memastikan bahwa pesan Al-Qur’an sampai secara substansial.

 

Suyitno menegaskan bahwa penerjemahan Al-Qur’an memang sifatnya tidak final seperti Al-Qur’an itu sendiri. Tafsir dan terjemahan akan terus mengalami revisi untuk menyempurnakan tata bahasa, kosakata, maupun diksi yang digunakan. “Proses ini wajar dan penting dilakukan untuk menjaga kualitas dan akurasi terjemahan,” ungkapnya.

 

Lebih lanjut, Suyitno mengemukakan tantangan lain dalam penerjemahan Al-Qur’an bahasa daerah ini adalah generasi muda yang semakin gengsi menggunakan bahasa daerah. “Anak-anak zaman sekarang cenderung tidak mengenal bahasa kromo atau bahasa halus. Padahal, kearifan lokal seperti ini menggambarkan nilai-nilai penghormatan dan tata krama yang luhur,” imbuhnya.

 

Pada kesempatan ini, Kapuslitbang LKKMO Moh.Isom menjelaskan bahwa setelah Al-Qur’an terjemahan bahasa Betawi ini selesai dapat dijadikan muatan lokal (mulok) di SD, madrasah, dan lembaga pendidikan lainnya di DKI Jakarta agar manfaat dari terjemahan ini semakin besar. “Diharapkan Al-Qur’an terjemah bahasa Betawi ini dapat digunakan dalam tilawah pada setiat event PHBI dan majelis taklim, agar Al-Qur’an bisa benar-benar membumi, dan bahasa Betawi pun lestari,” tutur Isom.

 

Isom menggarisbawahi terkait tantangan dalam proses penerjemahan bahwa penerjemahan tetap harus mengacu pada rukun iman Islam dan menggunakan istilah yang tidak menyimpang dari ajaran Islam.

 

"Semoga hasil penerjemahan ini dapat diuji publik dengan baik, sehingga tidak menimbulkan khilafiyah di masyarakat. Perbedaan pendapat yang mungkin muncul kiranya dapat diselesaikan melalui diskusi, agar produk akhirnya menjadi referensi yang sahih dan bermanfaat,” pungkas Isom. (Natasya Lawrencia)

   

 

 

Penulis: Natasya Lawrencia
Sumber: Natasya Lawrencia
Editor: Abas dan Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI