Balitbang Diklat Kembali Gelar Uji Sahih Buku Moderasi Beragama

22 Jul 2019
Balitbang Diklat Kembali Gelar Uji Sahih Buku Moderasi Beragama
Foto: Humas

Jakarta (22 Juli 2019). Balitbang Diklat Kementerian Agama kembali menggelar Uji Sahih Buku Induk Moderasi Beragama di Jakarta, Senin (22/07).

Kepala Badan Litbang dan Diklat (Kaban) Abd. Rahman Mas'ud dalam laporannya menjelaskan tujuan penyusunan Buku Induk Moderasi Beragama.

“Tujuan disusunnya Buku Induk Moderasi Beragama ini antara lain untuk memberikan sumbangsih pemikiran tentang uraian yang mengajarkan sikap beragama yang moderat dan seimbang; serta melestarikan pandangan dan tradisi keagamaan yang ramah dengan budaya lokal,” papar Kaban Mas’ud.

Buku ini hadir untuk menjelaskan tentang moderasi beragama dan meluruskan salah faham tentangnya. Karenanya, secara keseluruhan isi buku ini akan mengandung penjelasan tentang apa (what), mengapa (why), dan bagaimana (how).             

"Saya yakin akan banyak masukan dalam pertemuan ini untuk menyempurnakan buku Moderasi Beragama. Kehadiran buku ini penting bagi kita semua dan negara," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meminta kepada tim penulis agar buku judul buku tersebut disederhanakan menjadi Buku Moderasi Beragama. Sejumlah narasinya juga perlu disederhanakan untuk memudahkan pemahaman pembaca dan masyarakat luas.

"Saya setuju dengan masukan dan saran dari sejumlah tokoh agama agar judul buku tersebut disederhanakn menjadi Buku Moderasi Beragama. Soal buku induk, bisa dijelaskan di pengantar," ujar Menag.

"Hindari penggunaan kata-kata yang terlalu akademis. Gunakan kalimat yang populer. Sebab buku ini nantinya bakal menjadi acuan bagi seluruh kementerian dan lembaga," sambungnya.

Kepada tim penulis, Menag berpesan agar isi Buku Moderasi Beragama dapat dijelaskan secara detail, misalnya tentang mengapa moderasi beragama bukan moderasi agama, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman kemudian hari.

"Yang kita moderasi itu dalam makna tidak berlebihan dan ekstrim yaitu dengan memahami ajaran agama dan mengamalkannya. Nah ini perlu penjelasan bagamaina cara kita beragama, bukan pada agamanya. Sebab esensi semua agama pada hakikatnya memanusiakan manusia," kata Menag.

Menag juga menambahkan perlunya ulasan bahwa beragama itu hakikatnya berindonesia dan berindonesia hakikatnya beragama. Penjelasan tentang tenggang rasa juga penting karena sangat relevan dengan konteks moderasi beragama.

"Agama tidak hanya nalar semata, perlu ada kemampuan dan kemauan ikut merasakan perbedaan, bukan malah membenarkan perbedaan. Artinya kita harus bisa berempati dengan yang berbeda dengan kita," tandasnya.  

Kegiatan diikuti sejumlah tokoh agama, ormas dan instansi terkait. Mereka berasal dari MUI, PGI, MATAKIN, Wahid Institute, Gusdurian Network Indonesia, Staf Khusus Presiden Indonesia, Muhammdiyah, PHDI, akademisi UIN Bandung, Ombudsman, LIPI serta Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan. []

diad/diad

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI