Balitbang Diklat Utus Delegasi ke Dialog HAM RI-Norwegia Kenalkan Moderasi Beragama

11 Nov 2019
Balitbang Diklat Utus Delegasi ke Dialog HAM  RI-Norwegia Kenalkan Moderasi Beragama
Suasana Dialog HAM Republik Indonesia-Norwegia (foto: Sidqi, Kemlu)

Tromso (Kemenag). Indonesia-Norwegia kembali menggelar dialog bilateral untuk pemajuan HAM di negara masing-masing. Kegiatan tahunan yang digelar pada 4 November 2019 ini bertempat di Kota Tromso, Norwegia.

Delegasi Indonesia dipimpin Direktur HAM dan Kemanusiaan, Kemlu, Achsanul Habib, dan beranggotakan beberapa wakil dari Kemenko Polhukam, Kemen PPPA, dan Kementerian Agama. Turut dalam delegasi, Dubes RI untuk Kerajaan Norwegia dan Republik Islandia, Todung Mulya Lubis. 

Dialog HAM RI-Norwegia ini membahas banyak isu bersama, seperti: pengadilan anak, kejahatan internet terhadap anak, pemeriksaan dalam penyidikan oleh penegak hukum, dan isu-isu kebebasan berekspresi serta kebebasan beragama. Kedua pihak secara bergantian menceritakan tantangan permasalahan HAM di negaranya, upaya menanganinya, dan capaian-capaian perkembangan. Forum dua-arah untuk saling berbagi best practices dan menginspirasi ini, telah membangun kesalingpengertian dalam upaya bersama memajukan pelaksanaan HAM di negara masing-masing.

Terkait isu HAM dan kebebasan beragama, delegasi Norwegia, Lena Larsen, menceritakan berbagai persoalan yang dihadapi. Diantaranya, sebagai minoritas yang terus berkembang, muslim di Norwegia yang beragam etniknya mengalami tantangan diskriminasi, semisal dalam pekerjaan ataupun sewa rumah. Sikap anti-muslim terutama dari kelompok ekstrim kanan memang cukup keras di sini, seperti dalam kasus teror oleh Behring Breivik 2011 silam. Untuk itu, Pemerintah Norwegia mengembangkan ide multikulturalisme dalam masyarakat. Adapun kelompok LSM, seperti Oslo Coalition, mengembangkan metode dialog dan kerjasama. Prinsipnya, bertambahnya pengetahuan dari proses dialog akan mengubah sikap seseorang. Dan bagi mereka, dialog intra-agama dipandang lebih efisien dibanding dialog antaragama.

Sementara itu, delegasi Indonesia, Akmal Salim Ruhana, yang ditugaskan Kabalitbangdiklat dalam forum ini, bercerita tentang tantangan HAM dan kebebasan beragama di Indonesia serta kebijakan Pemerintah dalam menanganinya. Untuk terlaksananya hak beribadat, dalam kaitan kasus rumah ibadat, misalnya, telah ada PBM No. 9 dan 8 Tahun 2006. Selain kerangka regulasi kerukunan ini, juga ada ratusan FKUB yang melakukan dialog dan penanganan masalah di akar rumput. Demikian halnya, ada kerangka regulasi dan penanganan dengan pendekatan budaya untuk kasus-kasus aliran dan paham keagamaan.

Yang menarik, turut dikenalkan pula buku “Moderasi Beragama” yang dikonstruk sebagai penawar dinamika ekstrimisme/radikalisme yang sedang dihadapi kedua negara. Moderasi beragama menarik bandul pemahaman dan sikap keagamaan masyarakat ke titik tengah, menjauhi kedua titik ekstrim. Meski konsep ini (dan bahasa buku ini) masih berkonteks Indonesia, namun dapat memberi inspirasi bagi upaya ‘religious moderation’ di tengah masyarakat Norwegia yang dinamis tersebut.

Dialog berjalan dalam keakraban tapi tetap produktif dan konstruktif untuk pemajuan HAM di negara masing-masing. Kedua pihak memahami dan menghormati perbedaan pandangan, dan bersepakat untuk terus memperkuat dialog yang telah dilakukan sejak 2002 ini. Disepakati, dialog HAM RI-Norwegia ke-15 akan dilaksanakan di Jakarta tahun depan. []

Asr/diad

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI