Belajar Memahami Isu-isu Keagamaan dari Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan

12 Des 2019
Belajar Memahami Isu-isu Keagamaan dari Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan

Jakarta (12 Desember 2019).  Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI melalui Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan menerima kunjungan mahasiswa Magister Studi Agama-agama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta di ruang sidang perpustakaan Lantai 2, Kamis (12/12).

Pertemuan dihadiri oleh 25 mahasiswa dengan ketua rombongan delegasi Prof. Ridwan Lubis, peneliti puslitbang yaitu Dr. Kustini, Wahid, Suhana, dan Asna, serta Pustakawan Balitbangdiklat Hariyah.

Kegiatan ini dimaksudkan agar para mahasiswa mendapatkan pemahanan mengenai isu-isu keagamaan, cara mengatasi isu-isu tersebut, serta cara penyelesaian setiap konflik keagamaan.

Mengawali diskusi, Dr. Kustini menyampaikan beberapa hal terkait struktur Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK), tugas,  fungsinya, serta penelitian-penelitian yang dilakukan.

“Puslitbang BALK melakukan penelitian mengenai aliran keagamaan, kerukunan hidup umat beragama, Haji, Umroh, dan Produk Halal,” ujar Kustini.

Selanjutnya iapun juga menyampaikan beberapa hasil riset yang menjadi kebijakan negara dalam hal ini melalui Kementerian Agama. Beberapa contoh yang dikemukakan diantaranya penelitian mengenai perkawinan.

“Dari hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa terjadinya angka perceraian yang cukup tinggi menurut data dari Peradilan Agama yakni sebesar 70 %. Dilakaukan gugat cerai atas inisiatif dari pihak perempuan,” paparnya.

Menurut Kustini, salah satu faktor penyebab adalah akibat rendahnya pemahaman tentang perkawainan itu sendiri. Karena itulah kemudian Puslitbang BALK bekerjasama dengan Dirjen Bimas Islam menggagas adanya Suscatin alias Kursus Calon Pengantin.

“Suscantin ini menjadi pedoman atau modul bimbingan perkawinan yang dilaksanakan selama dua hari atau 16 jam dan diperkuat dengan PMA. Kegiatan ini sangat penting bagi calon pengantin dalam belajar mengelola perkawinan,” lanjutnya.

Contoh lain yang dikemukakan Kustini adalah penelitian mengenai Bahai. Melalui penelitian ini disampaikan kepada khalayak bahwa Bahai adalah agama yang dipeluk sebagian masyarakat Indonesia, bukan agama sempalan, tetapi juga belum dilayani oleh negara.

Berikutnya, Kustini juga mencontohkan tentang SKB Tiga Menteri No. 8 dan 9 tahun 2006. Di dalam SKB ini diatur tiga hal mengenai tugas kepala daerah dan wakilnya dalam memelihara kerukunan, pendirian rumah ibadah, dan forum kerukunan umat beragama.

SKB ini memperbaharui peraturan lama tahun 1979 yang sudah tidak relevan tentang pendirian rumah ibadah. Di dalam membuat peraturan ini Puslitbang mengundang majelis-majelis agama yakni MUI, PGI, KWI, Parisida Hindu Dharma Indonesia, Perwakilan Umat Buddha Indonesia. Ada juga SKB tentang Ahmadiyah, maupun Syiah.

“Selama ini penelitian-penelitian di Balitbang Diklat dilakukan selain karena Renstra juga karena adanya problem yang harus diselesaikan serta adanya laporan dari masyarakat,” ungkapnya.

Beberapa peneliti juga menyampaikan penelitian yang pernah dilakukannya  kepada para mahasiswa. Diantaranya  Ibu Suhanah, menyampaikan pengalamannya melakukan penelitian tentang umat Khonghucu. Pak Wahid menyampaikan pengalaman penelitiannya tentang Syiah, LDII, kepercayaan lokal. Kemudian Ibu Asna yang menyampaikan pengalaman penelitiannya tentang rumah ibadah.

Setelah paparan dari penelitian, forum dilanjutkan dengan diskusi dari mahasiswa kepada peneliti puslitbang. Beberapa pertanyaan menyinggung soal degadrasai moralitas manusia dalam beragama; keberadaan Al-Qur’an di masjid-masjid yang tidak terawat; fenomena gugat cerai;  efektivitas waktu suscatin; first travel; hingga pertanyaan soal agama lokal.

Karena keterbatasan waktu, tidak semua pertanyaan dapat dijawab dengan tuntas. Perlu pertemuan lebih dalam untuk mengeksplore pertanyaan-pertanyaan dengan detil. Meski demikian ada beberapa tanggapan dari para peneliti.

Secara ringkas dapat disampaikan bahwa Syiah memang tidak semua penganut mengaku karena konsekuensinya diisolir atau disingkirkan. Menurut peneliti, penganut Syiah banyak intelektual muda yang memiliki pemikiran tajam dan kuat teori-teori besar.

Sementara itu, terkait masjid-masjid di Indonesia memang lebih banyak dibiayai dan dikelola masyarakat. Berbeda dengan Brunei Darussalam yang dikontrol dan dibiayai pemerintah.

Berikutnya, peneliti menjawab mengenai Suscatin. Menurutnya, Suscantin bisa digagas melalui MoU dengan Kemenko PMK. Penyelenggaraan relatif lebih lama, yaitu sekitar tiga bulan. Hal ini berbeda dengan Suscantin Kemenag yang hanya dua hari.

Namun demikian, hal ini dinilai sudah cukup efektif karena penyelenggaraan suscatin bukan hanya ceramah tetapi juga ada meliputi step lainnya seperti pretest, perkenalan, dan persiapan perkawinan.

Pada tahap ini, catin (calon pengantin) diminta membuat sungai kehidupan tentang rencana perkawinan pada 5 tahun pertama, kedua, ketiga, dan selanjutnya.

Usulan wajib Suscatin perlu dipelajari lebih lanjut, mengingat adanya anggapan dari masyarakat hal ini memberatkan dan mempersulit. Apalagi jika waktunya 3 bulan seperti yang digagas Kemenko PMK.

“Mungkin untuk kota besar tidak masalah, tetapi jika sudah masuk ke wilayah-wilayah pedalaman dan terpencil tentu menyulitkan. Hal ini berbeda juga pada agama Katolik misalnya, yang memang mewajibkan catin untuk melakukan bimbingan pernikahan selama 6 bulan,” ujar Kustini.

Pertanyaan lain adalah terkait first travel. Menurut Kustini, ada 5 Pasti sebagai prinsip yang perlu diingat. “Carilah travel umroh dan haji dengan prinsip 5 Pasti. Pasti travelnya, pasti biayanya, pasti hotelnya, pasti jadwalnya, dan pasti visanya,” ungkapnya.

Pada akhir diskusi Kustini menyampaikan Pripsip Moderasi Beragama yang diusung oleh Kemenag. “Bukan agamanya yang dimoderasi, tapi sikap dalam beragamanya sehingga berada di tengah. Tidak condong ke kiri atau  ke kanan. Tidak radikal. Maka dari sinilah negara melayani, melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan umat beragama,” tandasnya.

Sebelum ditutup, pustakawan Balitbang Diklat menyosialisasikan tentang katalog online perpustakaan yang bisa diakses di eperpus.kemenag.go.id. Selain itu, terdapat pula versi android yang bisa diunduh di playstore dengan nama Perpustakaan Badan Litbang dan Diklat.

Perpustakaan Balitbang Diklat terbuka bagi para mahasiswa untuk bisa memanfaatkannya secara maksimal, khususnya dalam melakukan penelitian dan menunjang kegiatan akademisi. []

Teks/foto: HAR

Editor: diad

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI