Buka Diklat Teknis, Kabadan: Diklat Momentum untuk Belajar
Ciputat (08 Agustus 2017). Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan kembali menyelenggarakan diklat. Kali ini digelar tiga angkatan diklat secara bersamaan, yaitu Diklat Teknis Substantif Metode Tadqiq bagi Peneliti, Dosen, dan Widyaiswara, Diklat Teknis Substantif Edukasi Kerukunan Angkatan I bagi Pimpinan/Guru Pondok Pesantren, dan Diklat Teknis Substantif Edukasi Hak Asasi Manusia bagi Kepala/Guru Madrasah. Kepala Badan Litbang dan Diklat (Kabadan), Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D., berkenan membuka diklat secara resmi, di Kampus Diklat Kementerian Agama, Ciputat, Tangerang Selatan, Selasa, (8/8). Hadir bersama peserta dalam acara pembukaan Kepala Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan, Dr. H. Mahsusi, MM., Pejabat eselon III dan IV, widyaiswara, dan segenap panitia.
Dalam arahannya, Kabadan menjelaskan bahwa tadqiq adalah aktivitas pemeriksaan sebuah teks yang memerlukan kehati-hatian tingkat tinggi, sehingga buku-buku ajar dapat dipastikan kebenarannya, tidak terjadi salah tulis dan salah tafsir. Diklat tadqiq ini menjadi kesempatan yang baik bagi para peneliti dan dosen untuk belajar. Kabadan menegaskan meskipun peneliti dan dosen sudah berjibaku dengan dunia penelitian yang sarat dengan aktivitas intelektual, namun jangan sekali-kali berasumsi tidak perlu belajar.
“Peneliti dan dosen justru tidak boleh berhenti belajar, termasuk melalui diklat ini. Diklat inilah momentum kita untuk belajar. Dalam proses learning, kita harus bersikap humble, tawadhu, sesuai nilai-nilai yang diajarkan dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim. Tuntutan belajar bagi seorang muslim itu sepanjang hayat, mina al-mahdi ila al-mahdi, long life education,” ujarnya.
Berkaitan dengan Diklat HAM, Kabadan menyitir kesesuaian HAM denganmaqashid al-syari’ah (tujuan syariat) yang ada dalam Islam. “Dalam Islam, adahifdz al-din, artinya memelihara agama. Demikian juga dalam HAM agama harus diproteksi, tidak boleh ada penodaan terhadap suatu agama. Demikian juga ada hifdz al-nafs, yaitu memelihara nyawa. Demikian juga dalam HAM, hidup merupakan hak yang tidak boleh dirampas oleh siapapun. Jangan sampai terjadi kasus massa main hakim sendiri dengan membakar orang yang diduga pelaku kriminal,” ungkapnya.
Selanjutnya, “hifdz al-nasl, memelihara keturunan, yakni hak membangun keluarga dan memiliki keturunan yang sah. Kemudian hifz al-mal, artinya memelihara harta. Hak terhadap harta juga sama-sama dijaga oleh agama dan juga oleh negera. Setiap orang berhak memiliki properti sesuai dengan ketentuan dan tidak bisa diambil oleh orang lain. Terakhir hifdz al-‘aql, yaitu memelihara akal agar tetap dijaga, tidak dirusak dengan hal-hal yang merusak akal,” terang Kabadan.
Berkenaan dengan Diklat Kerukunan, Kabadan menekankan pentingnya kerukunan bagi bangsa Indonesia. Menurutnya, kondisi kerukunan di Indonesia jauh lebih kondusif dibanding dengan negara lain. Hal ini salah satunya terlihat dari hasil survei indeks kerukunan umat beragama tahun 2016 yang dilakukan Badan Litbang dan Diklat. Hasil survei menunjukkan indeks kerukunan berada pada angka 75,47, yang berarti memuaskan.
“Karena itu, ideologi yang harus dikembangkan adalah ideologi kerukunan, peace ideology, bukan ideologi kekerasan. Namun demikian, potensi intoleransi, disharmoni, radikalisme, dan ekstrimisme masih tetap ada, terbukti dengan masih adanya sikap dan praktik yang kontradiktif dengan peace ideology. Mari kita ejawantahkan kultur dasar bangsa kita sebagai bangsa yang damai dan ramah, yaitu bangsa yang dikenal dengan smiling country, negara yang murah senyum dan ramah”, imbuh sosok asal Kudus, Jawa Tengah ini.