Buku Agama yang Berkualitas adalah Prioritas! Simak Proses Penilaian yang Sedang Berlangsung

Jakarta (BMBPSDM)---Ketersediaan buku agama yang bermutu merupakan bagian dari tanggung jawab negara dalam membentuk karakter bangsa yang religius, toleran, dan berwawasan kebangsaan. Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Agama terus memastikan bahwa setiap buku agama yang terbit dan beredar telah melalui proses penilaian yang ketat dan akuntabel.
Sebagai wujud komitmen tersebut, Pusat Penilaian Buku Agama, Lektur, dan Literasi Keagamaan (PBAL2K) menggelar Sidang Penilaian Buku Agama Tahun Anggaran 2025 yang dilaksanakan mulai 11 hingga 13 Juni 2025 di Serpong, dengan melibatkan 148 peserta dari berbagai instansi, baik secara luring maupun daring melalui Zoom Meeting.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada segenap penilai dan supervisor yang telah bekerja dengan sungguh-sungguh agar anak bangsa mendapatkan sumber bacaan yang bergizi secara intelektual dan spiritual. Karena itu, setiap buku agama harus lolos uji kualitas dan keabsahan,” tegas Kepala PBAL2K Sidik Sisdiyanto saat membuka kegiatan tersebut, Rabu (11/6/2025).
Menurut Sidik, proses penilaian buku agama telah memasuki tahapan krusial, yakni telaah dan verifikasi mendalam oleh tim penilai dan supervisor. Tahapan ini menjadi ujung tombak dalam memastikan bahwa buku agama tidak hanya akurat secara substansi, tetapi juga sesuai dengan norma kehidupan berbangsa dan bernegara serta tidak melanggar hak cipta.
"Supervisor memiliki tanggung jawab lebih besar. Mereka bukan hanya mengawasi, tapi juga harus menelaah isi buku secara detail dan objektif," jelasnya.
Dalam skema baru, lanjut Sidik, satu buku kini dinilai oleh satu penilai, tidak lagi dua seperti sebelumnya. Hal ini menuntut sinergi yang lebih kuat antara penilai dan supervisor untuk menyepakati hasil akhir penilaian.
Selain aspek substansi, proses ini juga mencakup pemeriksaan aspek teknis, mulai dari keaslian naskah, potensi plagiarisme, hingga kualitas penyajian dan desain buku. Semua ini dilakukan untuk memastikan buku agama yang beredar benar-benar layak, bermutu, dan memiliki daya edukatif yang tinggi bagi masyarakat.
“Para penilai dan supervisor kami minta tidak hanya fokus pada isi, tetapi juga bertanggung jawab terhadap keaslian dan integritas karya yang dinilai. Ini bagian dari upaya mencegah pelanggaran hak cipta dan menjaga kredibilitas sistem penilaian,” ungkap Sidik.
Melalui kegiatan ini, Kementerian Agama mempertegas peran negara dalam membentuk ekosistem literasi keagamaan yang sehat dan bertanggung jawab. Buku agama bukan sekadar bacaan, melainkan instrumen pembentuk moral dan karakter bangsa. Oleh karena itu, proses penilaian yang ketat merupakan keniscayaan dalam menjaga mutu kehidupan beragama di Indonesia.
Sri Hendriani