Canangkan Tahun Reformasi Kelitbangan dan Kediklatan untuk Single Data
Jakarta (Balitbang Diklat)---Tahun 2023 ini menjadi tahun reformasi kelitbangan, dan saya pastikan tahun 2024 menjadi tahun reformasi kediklatan. Kita akan mengubah sekian banyak mata diklat yang tidak relevan lagi.
Hal tersebut disampaikan Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Prof. Suyitno mengawali sambutannya pada Rapat Koordinasi Kegiatan Mandatori di Jakarta, Selasa (13/6/2023).
“Kita berkepentingan agar produk kelitbangan itu fungsional, tidak sekedar sudah dilaksanakan. Perubahan reformasi kelitbangan itu berdampak pada transparansi pengelolaan anggaran,” ucap Kaban.
Ke depannya, kata Kaban, akan banyak data yang sifatnya bisa disebut mendekati single data, menjadi satu kesatuan dan mencerminkan nasional jadi tidak lagi tumpang tindih.
“Yang paling nyata, misalnya, masih ada Diklat Wawasan Kebangsaan. Terus bedanya dengan penguatan Moderasi Beragama itu apa? Wawasan Kebangsaan itu bagian dari Moderasi Beragama” ujar Kaban.
Tema kita hari ini, kata Kaban, yang serius dan beririsan dengan program kelitbangan, pertama yang beririsan di tiga Puslitbang dan Balai Litbang Agama. Yang dilihat adalah progres dari masing-masing survei yang dilakukan, dan bagi yang masih tahap persiapan tentu pematangan instrumennya.
“Saya dari awal termasuk yang mengkritisi haji lansia. Tolong, jangan cuma FGD. Datangi KBIH-KBIH, suasana kebatinan KBIH itu pasti mengalami bagaimana bertahun-tahun, karena resiko tinggi (risti) ini bukan barang baru,” ucapnya.
Tahun 2023 kesannya barang baru, jumlahnya lebih banyak karena tidak haji pada tahun 2020. Jadi, dari dulu risti dan lansia itu sudah ada, gara-gara tahun 2020 dan 2021 tidak ada pelaksanaan haji, penumpukanlah lansia ini.
“Dari 221 ribu menjadi 229 ribu, 67 ribu itu yang lansia. Lalu mitigasinya harus dua kali lipat, tetapi problemnya kalau kita melakukan mitigasinya hanya di ruangan hotel itu sama dengan kita membicarakan tentang pengentasan kemiskinan tetapi kita kenyang,” katanya.
Lesson learned itu ada dua, lanjut Kaban, bisa best practice dan was practice. Dua-duanya menjadi pelajaran untuk tidak diulang. “Kedua, pentingnya keterlibatan responden, meskipun purposive sampling karena akan berdampak pada hasil,” pungkas Kaban. (Barjah)