Cegah Gejala Intoleransi, Balitbang Diklat Inisiasi Buku Pedoman Respons Dini Konflik Keagamaan di Kalangan Pelajar

23 Nov 2023
Cegah Gejala Intoleransi, Balitbang Diklat Inisiasi Buku Pedoman Respons Dini Konflik Keagamaan di Kalangan Pelajar
Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. Suyitno saat memberikan arahan pada Seminar Pedoman Respons Dini Konflik Keagamaan di Kalangan Pelajar di Jakarta, Kamis (23/11/2023).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Konflik agama muncul karena intoleransi. Hal tersebut bisa dilihat dari gejala intoleransi di beberapa lembaga pendidikan, terutama di kalangan pelajar. 

Merespons kondisi tersebut, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan menginisiasi buku pedoman dini terkait konflik agama di kalangan pelajar. Pembahasan secara komprehensif digelar pada Seminar Pedoman Respons Dini Konflik Keagamaan di Kalangan Pelajar.

Baseline yang harus ditekankan adalah adanya kajian serius terkait moderasi beragama di kalangan pelajar. Bukan mapping soal konfliknya, tetapi lebih kepada tren moderasi beragama di kalangan pelajarnya,” ujar Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. Suyitno di Jakarta, Kamis (23/11/2023).

Menurut Kaban, konflik merupakan implikasi dari sebuah proses intoleran sehingga timbul ketidakharmonian dan ketidakharmonisan. “Adanya tidak toleransi itu pada gilirannya menunjukkan intoleran yang berujung konflik,” tuturnya.

Kaban menegaskan, riset intoleransi di sekolah menjadi dasar mengapa buku panduan tersebut diperlukan. Pelajar dianggap rentan karena kurangnya kesiapan untuk menerima perbedaan, terutama dalam konteks agama. 

“Pelajar harus siap berbeda, karena ketidaksiapan dapat menyebabkan konflik, terutama saat ada agama yang berbeda di sekolah,” tegas Kaban.

Lebih lanjut, Kaban juga mengimbau agara dalam pedoman respon dini mengenai konflik agama harus memerhatikan ekosistemnya. Meskipun guru agama menjadi salah satu aktor utama, panduan tersebut juga harus dengan jelas untuk memastikan efektivitasnya. 

“Ada lampiran instrumen yang memberikan guideline bagi sekolah dalam mengelola konflik. Buku ini juga harus mencakup ekosistem yang mengenali kondisi satuan pendidikan dan mengidentifikasi posisi strategisnya, bukan hanya fokus pada pelajar,” ungkap Guru Besar UIN Raden Fatah itu.

Terakhir, Kaban mengingatkan bahwa pelajar bukan kelompok strategis. Selain itu, buku panduan pun harus menggambarkan kondisi tantangan dalam mengelola konflik di sekolah.

“Dengan perubahan dinamika pembelajaran, pelajar memiliki akses ke berbagai informasi dari luar sekolah dan kesadaran akan potensi konflik harus ditingkatkan,” katanya.

“Buku ini tidak hanya panduan tetapi juga menggambarkan Rencana Aksi Sekolah (RAS) yang jelas untuk mengelola konflik. Kesadaran dan keseriusan dari semua pihak di lingkungan pendidikan menjadi kunci untuk menciptakan lingkungan yang lebih adem dan memberikan pencerahan,” tandasnya.

M. Rizky/diad

 

Penulis: Muhammad Rizky Febrianto
Sumber: Kontributor
Editor: Dewi Indah Ayu
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI