Coffee Morning #2: Pengalaman Short Course di Jerman

26 Jan 2015
Coffee Morning #2: Pengalaman Short Course di Jerman

Jakarta (26 Januari 2015). Jum’at (23/1) Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan (Puslitbang Penda) kembali selenggarakanCoffee Morning edisi ke-2. Bertempat di ruang Kapuslitbang Penda, Jakarta, hadir sebagai narasumber Ta’rif, peneliti pada Puslitbang Penda.

 

Pada kesempatan ini, Ta’rif membagikan pengalamannya mengikutishort course yang diselenggarakan bulan Desember 2014. Bersama beberapa peneliti lainnya, Ta’rif mengikuti kursus singkat di Universitas Goethe, Jerman.

Sebagai peneliti pada Puslitbang Penda, Ta’rif selain mengikuti kursus, ia juga mengamati perkembangan pelaksanaan pendidikan agama dan keagamaan, terutama pendidikan agama Islam di Jerman. Sebagaimana pengamatannya, Pemerintah Jerman yang menganut Ideologi Sekulerisme, tidak mengatur pendidikan agama secara khusus. Bahkan anak didik di Jerman diberikan kebebasan, apakah ingin mengikuti pendidikan agama atau tidak.

Pada level pendidikan dasar, Pemerintah Jerman lebih mengedepankan pendidikan karakter dibandingkan pendidikan agama. Pada level Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar, pendidikan karakter diajarkan di sekolah, sementara pendidikan agama hanya diajarkan di lingkungan keluarga masing-masing.

Pendidikan agama baru diajarkan di kelas 5 pada level Sekolah Dasar. Khusus pendidikan agama Islam di Negara Bagian Frankfurt, pendidikan Agama Islam diserahkan pada sekolah masing-masing. Di negara bagian ini, bahan ajar pendidikan agama Islam menggunakan bahan ajar yang seragam. Buku ajar yang digunakan berjudul “Saphir” diajarkan mulai dari kelas 5 sampai kelas 10.

Hal yang menarik, menurut Ta’rif adalah adanya peningkatan semangat dalam mengkaji agama Islam. Meskipun Islamophopia di Jerman tergolong tinggi, namun ternyata bagi kalangan terdidik mempelajari ajaran agama Islam menjadi bahan kajian yang menarik minat mereka.

Fakta menarik lainnya adalah kebijakan Pemerintah Jerman dalam hal pendidikan agama. Mereka mewajibkan para peserta didik yang ingin mendapatkan pelajaran agama, harus diajar oleh pengajar yang seagama dengan peserta didik.

Dalam sesi tanya jawab, diskusi yang diikuti oleh Kapuslitbang Penda dan para peneliti di lingkungan Puslitbang Penda, berjalan hangat. Hampir sebagian besar peserta diskusi mengemukakan pendapat dan melontarkan pertanyaannya.

Sebagian besar pertanyaan yang dilontarkan berkaitan dengan kebijakan Pemerintah Jerman terhadap pendidikan agama, terutama agama Islam, dan juga fenomena Islamophobia yang berkembang pada masyarakat Jerman.[]

Ags/viks/ags

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI