DAMPAK SOSIAL DARI PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DAN PEMAHAMAN KEAGAMAAN DI INDONESIA
DAMPAK SOSIAL DARI PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DAN PEMAHAMAN KEAGAMAAN DI INDONESIA
SCHISMA GEREJA KRISTEN PROTESTAN DI SUMATERA UTARA;
Studi Kasus Gereja Protestan Persekutuan (GPP) di Medan
Oleh: Tim Peneliti
58 halaman
1985/1986
Perkembangan pemikiran dan pemahaman keagamaan yang terjadi saat ini sebenarnya juga sudah mulai terjadi pada masa sebelum perang kemerdekaan meskipun intensitasnya berbeda-beda bagi masing-masing wilayah di Indonesia. Pada dua dasawarsa terakhir percikan-percikan perkembangan pemikiran dan pemahaman keagamaan itu bisa dilihat antara lain, misalnya pada Gerakan Islam Jama’ah pada paruhan terakhir dasa warsa ‘60an; pemikiran pembaharuan dengan issue “sekularisasi” yang muncul pada awal dasawarsa ‘70 an; gelombang-gelombang pro dan kontra yang mengikuti penerbitan buku “Pergolakan Pemikiran Islam” oleh Ahmad Wahib pada dasawarsa ‘80 an. Dan akhir-akhir ini muncul issue fundamentalis, gerakan inkarus sunnah, theologi pembebasan dan sebagainya.
Dampak sosial dari keanekaragaman gelombang pemikiran dan pemahaman keagamaan dapat dirasakan. Bahkan kadangkala meningkat menjadi "issue politik” sebagaimana tercermin dari kasus jilbab. Meskipun demikian dampak dari perubahan pemikiran dan pemahaman keagamaan itu belum diketahui secara mendalam dan luas, setidak-tidaknya pemikiran terhadap dampak sosialnya seringkali masih bersifat spekulatif.
Berdirinya gereja-gereja Kristen Protestan di Sumatera utara yang berdiri sendiri dan satu sama lain tidak ada hubungan apa-apa pada mulanya disebabkan beragamnya faham keagamaan atau sekte yang dianut oleh para pekabar Injil asing yang datang di Sumatera Utara. Sebab-sebab lainnya ialah letak geografis masyarakat yang berlainan dan berjauhan, dimana sosio-kulturalnya pun berbeda- beda. Namun pada perkembangan selanjutnya bermunculanlah gereja-gereja yang baru berdiri sendiri sebagai akibat schisma/perpecahan-perpecahan yang terjadi di kalangan gereja induknya.
Pada umunmya perpecahan itu terjadi disebabkan adanya perbedaan faham tentang peristiwa-peristiwa gerejani, sentimen terhadap tokoh-tokoh gerejani, perbedaan suku dan adat istiadat serta keluarga dan perbedaan pandangan dalam organisasi gerejani, seperti ; kepemimpinan, keuangan dan sebagainya. Sedang dalam masalah ajaran-ajaran seperti ; buku-buku gerejani, buku nyanyian, katekismus, liturgi dan tatagereja, tidak menjadikan pertentangan. Sebab-sebab yang terakhirlah yang melatar belakangi berdirinya Gereja Protestan Persekutuan (GPP), walaupun tidak semua sebab itu turut melatar belakanginya.***