“Deradikaliasi” VS “Disengagement” Sebuah Tinjauan Akademis
Jakarta (8 September 2014). Para ahli berpendapat bahwa semua kelompok teroris pasti akan berakhir. Namun permasalahannya adalah bagaimana mereka akan berakhir? dan melalui metode apakah terorisme dapat dihilangkan?
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghentikan aksi terorisme yang terjadi berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Pendekatan militeristik maupun non militer telah dan terus diupayakan untuk menghilangkan ancaman teror di tengah-tengah masyarakat.
Aksi militeristik dinilai belum mampu menyelesaikan permasalahan terorisme. Pendekatan dengan kekuatan senjata dianggap sebatas menyelesaikan terorisme sesaat tanpa dapat menghilangkan faktor pemicu munculnya terorisme. Untuk itu, para ahli berpendapat bahwa pendekatan militeristik harus disertai dengan pendekatan non militeristik untuk menghentikan aksi terorisme.
Salah satu strategi non militeristik yang populer adalah strategi deradikalisasi. Deradikalisasi menjadi bahasan yang seolah tidak dapat dipisahkan dalam pembahasan upaya penanganan terorisme. Namun demikian, meskipun deradikalisasi telah dijalankan, bahkan untuk menjalankannya di Indonesia telah dibentuk sebuah badan khusus yaitu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), ternyata masih terdapat kelompok-kelompok yang menjalankan aksi terorisme di Indonesia.
Ditengah belum berhasilnya upaya deradikalisasi, muncul wacana penanganan terorisme dengan metode dan pendekatan baru, yaitu disengagement. Disengagementmenjadi tawaran alternatif yang memberikan banyak harapan.
Pendekatan disengagement yang lebih “moderat” dinilai lebih menjanjikan dibandingkan dengan pendekatan deradikalisasi yang terkesan “ekstrim”. Jika deradikalisasi menekankan pada perubahan ideologi pelaku teror, makadisengagement “hanya” berupaya untuk merubah pelaku teror untuk “membenci” tindakan kekerasan tanpa harus meninggalkan ideologi yang diyakininya.
Selanjutnya, bagaimanakah pemaknaan deradikalisasi dan disengagemen secara akademis? Apakah yang membedakan kedua pendekatan ini? apakah kekurangan dan kelebihan dari masing-masing pendekatan? Faktor apakah yang mempengaruhi keberhasilan kedua pendekatan ini? dan metode apakah yang layak digunakan untuk meminimalisir aksi terorisme di Indonesia?
Selanjutnya silahkan simak pembahasannya dalam artikel yang ditulis oleh Gazi Saloom, Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Artike yang berjudul Meninggakan Jalan Teror: Antara Deradikalisasi dan Disengagement merupakan salah satu karya ilmiah yang dimuat dalam Jurnal Dialog Volume 37, Nomor 1, Tahun 2014, halaman 109-120.
(AGS/Chee/Viks/SR)