Di Era Digital, Pengelola Media Cetak Butuh Kreativitas Tinggi

9 Jun 2023
Di Era Digital, Pengelola Media Cetak Butuh Kreativitas Tinggi
Kaban Suyitno bersama Sesban Arskal Salim pada rapat penerbitaan Majalah LiDik edisi 24 tahun 2023 di Jakarta, Kamis (8/7/2023). (foto Eko Muktiawan)

Jakarta (Balitbang Diklat)---Di era digital, sebagian besar orang kurang antusias terhadap produk printing atau media cetak seperti majalah. Mereka tidak melihat apalagi melirik. Belum lagi terbitnya paling cepat mingguan. Beberapa di antaranya dwi mingguan dan bahkan bulanan. 

Hal tersebut dikatakan Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, Prof Amien Suyitno, saat menyemangati tim publikasi pada rapat penerbitaan Majalah LiDik edisi 24 tahun 2023 di Jakarta, Kamis (8/7/2023).

“Dengan tantangan seperti itu, berarti para pengelola media cetak sebagaimana berlaku dalam dunia jurnalistik harus mampu mencari angle baik dari sisi mulai covering dan tata letak. Bahkan, angle-angle berita yang mampu disuguhkan agar lebih menarik,” ujarnya.

“Intinya, butuh kreativitas tinggi bagi pengelola media cetak semacam majalah. Kalau persoalan menutup (mengakhiri penerbitan-red), itu gampang. Tapi, saya yakin bahwa proses yang selama ini berjalan tidak gampang. Tidak sesederhana yang kita kira,” tandas Kaban. 

Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang ini menekankan bahwa liputan-liputan yang ada di majalah tidak melulu pemberitaan-pemberitaan konvensional. Akan tetapi, angle itu akan menjadi menarik jika yang ditonjolkan bukan acara pembukaan.

“Jadi, lebih kepada apa yang disampaikannya. Bisa juga nanti di-quote untuk medsosnya. Ini sering saya katakan kepada tim humas di website. Saya bahkan sering mengoreksi angle-angle berita supaya kita terbiasa dengan sedikit sensasional,” terangnya.

Kaban mengaku masih ingat saat belajar penelitian jurnalistik Pancasila bersama teman-teman wartawan tempo dulu di Bisnis Indonesia. Kantornya di Jakarta Selatan. Kata mereka, sebuah media atau apapun dituntut untuk membuat angle yang hiperbolis.

“Beritanya sederhana, tapi besar sensasinya. Boleh didramatisir tapi tidak terkesan bombastis dan latah,” tandas mantan Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Ditjen Pendis ini.

Kaban mengakui bahwa yang bisa melakukan hal itu hanya para wartawan profesional. Akan tetapi, ia menegaskan bahwa jurnalis dan humas Balitbang Diklat Kemenag bisa belajar dari liputan-liputan wartawan profesional itu. 

Pria asal Tulungagung, Jawa Timur, ini kembali mengingatkan agar dalam memilih foto ilustrasi terkait pemberitaan harus gambar yang beraktivitas seperti sedang berpidato di podium atau berbicara di forum.

“Bukan yang mejeng. Kalau yang mejeng itu cocoknya kita pasang di rumah. Jadi, alasannya apa memilih ini, kalau dari sisi ini foto paling ganteng ya bolehlah,” selorohnya saat mengomentari sampul LiDik edisi 23.

Kegiatan fullday yang dihadiri tim redaksi dan tamu undangan dari sejumlah satker Balitbang Diklat ini digelar di Merlynn Park Hotel Jl KH Hasyim Ashari No 29-31, Petojo Utara, Gambir, Jakarta Pusat. (Ova/bas/sri)

   

 

Penulis: Ali Musthofa Asrori
Editor: Abas/Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI