DIALOG BUDAYA KEAGAMAAN DI JAMBI

7 Sep 2020
DIALOG BUDAYA KEAGAMAAN DI JAMBI

Jambi (Balitbang Diklat). Puslitbang Lektur Khazanah Keagamaan dan Manajemen Organisasi bekerjasama dengan UIN Sultan Thaha Saifuddin mengadakan Dialog Budaya Keagamaan. Acara yang dilaksanakan selama tiga hari tanggal 5-7 September 2020 di Hotel Swissbell Jambi ini dihadiri oleh tokoh agamawan, budayawan, sastrawan, sejarawan, peneliti serta civitas akademika Jambi.

Menurut Kepala Puslitbang LKKMO M. Zain dialog budaya keagamaan bertujuan untuk membangun kehidupan harmoni, damai, toleran dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Budaya Melayu sarat dengan nilai-nilai luhur tersebut yang dapat memperkaya kehidupan moderasi beragama kita di Indonesia. Budaya Melayu dan bahasa Melayu telah berkontribusi luar biasa dalam mempersatukan wilayah Nusantara

Kapuslitbang LKKMO Muhammad Zain dalam sambutannya mengatakan budaya Melayu sopan santun dalam pergaulan menanam budi, menerima budi, membalas budi, berhutang budi, termakan budi, menanggung budi, tidak tahu membalas budi.

“Kita harus berbuat baik kepada orang yang telah memberi budi.Budaya Melayu saling memberi, social exchange dalam istilah antropologi. Uniknya dalam budaya Melayu jika ingin bertamu tidak perlu janjian baik siang atau malam,” ujarnya.

M. Zain menambahkan bahwa Melayu itu Islam. Sebagaimana Remy Silado menyebut bahwa 1 dari 10 kata Indonesia adalah bahasa Arab. Melayu berkarakter kuat, santun, dan bermartabat. “Budaya pantun yang kuat dan masih mengakar. Budaya literasi yang tinggi di Penyengat. Bahkan para nelayan pun bisa berpantun dan menulis catatan harian layaknya seorang peneliti,” ungkapnya.

Bahkan Koentjaraningrat, dkk, (Heddy Shri Ahimsa- Putra, dan Mahyuddin al Mudra, editor), Masyarakat Melayu dan Budaya Melayu dalam Perubahan, 2016. Buku merupakan terlengkap mengenai budaya Melayu, sejarah Melayu, bahasa Melayu, Sastra Melayu, Naskah Melayu, Kesenian Melayu, Organisasi Sosial Melayu, Teknologi Melayu, Orang Melayi dan Non Melayu. 

Dialog Budaya Keagamaan diawali dengan Tari Penyambutan Selamat Datang. Tari Sekapur Sirih simbol keterbukaan masyarakat Jambi. Menurut Rektor UIN Jambi Prof. Su'aidi Asy'ari, Ph.D masyarakat Jambi masyarakat Melayu yang tidak mengidentikkan kemelayuannya. Namun berperilaku dan bertata pergaulan adat Melayu. Seseorang yang mengaku dirinya orang Melayu harus beradat-istiadat Melayu, berbahasa Melayu, dan beragama Islam. 

Orang Melayu Jambi memiliki cara pandang moderat, inklusif, ingin hidup bersama dan berpotensi menerima keragaman sangat tinggi. Pengakuan adanya keragaman sejatinya melekat pada muslim Melayu Jambi. Keberterimaan Melayu Jambi terhadap keragaman perlu dihargai. Orang Jambi menerima kaum pendatang dan hampir tidak pernah terdengar konflik antaretnis di Jambi. Bahkan tidak pernah terjadi kecemburuan sosial orang Melayu Jambi terhadap pendatang yang lebih maju dan sukses dari mereka. 

Segala hal yang terkait perbedaan didialogiskan sehingga ditemukan titik temu dan mengakui keragaman yang ada. Jambi mengakui keberagaman. Paham-paham yang dianggap berpotensi ekstrem atau radikal berjumpa dengan kemelayuan maka paham tersebut dapat diperlambat atau diperlembut menjadi lebih moderat.

Untuk itu, diakhir sambutannya Rektor UIN STS menyampaikan salah satu moto program kerjanya adalah menjadikan UIN STS Jambi sebagai “Lokomotif Perubahan Sosial, Unggul Nasional menuju Internasional dengan Semangat Moderasi Islam”. Dengan moto tersebut dibuat program unggulan kurikulum moderasi Islam yang nantinya dapat menghargai perbedaan dan moderat dalam beragama.

Nilai-nilai luhur Melayu Jambi patut dilestarikan sebagaimana pepatah Laksamana Hang Tuah: Tuah Sakti Hamba Negeri. Esa Hilang Dua Berbilang. Patah Tumbuh Hilang Berganti. Takkan Melayu Hilang di Bumi.[]

NS/diad

 

 

 

Penulis: Novita Siswayanti
Editor: Dewindah
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI