Dialog Lintas Guru Agama Harus Ditindaklanjuti
Tangerang Selatan (10 Maret 2017). Dialog Lintas Guru Pendidikan Agama di sekolah umum harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah dan seluruh pemangku kepentingan. Sebab, dengan dialog kita bisa memahami satu sama lain dan tercipta kerukunan.
Hal tersebut dikatakan Kepala Bidang Litbang Pendidikan Agama dan Pendidikan Tinggi Keagamaan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan (Penda), Nurudin Sulaiman, saat menutup lokakarya (workshop) Modul Dialog Lintas Guru Pendidikan Agama di Hotel Soll Marina Serpong, Tangerang Selatan, Jumat (10/3) siang.
“Selaku penindak lanjut di daerah tentu Pemda dan stakeholders di sekolah. Isu kerukunan ini penting sekali untuk jadi perhatian bersama,” ujar Nurudin di hadapan para guru agama peserta lokakarya.
Menurut Nurudin, tujuan utama kegiatan ini adalah membangun karakter baik bagi guru pendidikan agama maupun peserta didik, agar bisa menghargai perbedaan, peduli sesama, menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial, mampu bekerjasama dengan pemeluk agama yang berbeda, mampu memecahkan masalah secara bersama dan bisa hidup bersama dengan penuh kedamaian dalam kebersamaan.
Sebelumnya, saat upacara pembukaan, Kepala Puslitbang Penda, Amsal Bakhtiar, menyebut kegiatan ini merupakan rangkaian dua agenda Puslitbang Penda Balitbang dan Diklat Kementerian Agama RI pada awal tahun 2017.
Dua agenda tersebut, lanjut Amsal, adalah seminar bertajuk “Menangkal Sikap Intoleransi di Madrasah” dan lokakarya (workshop) Modul Dialog Lintas Guru Pendidikan Agama. Dua agenda yang dijadwalkan selama tiga hari, Rabu-Jumat, 8-10 Maret 2017.
Sumanto, salah satu pensiunan peneliti mengatakan, kegiatan Dialog Lintas Guru Agama merupakan Salah Satu Rekomendasi Simposium Internasional bertajuk:The Strategic Role of Religious Education in the Development of Culture of Peace. Simposium tersebut dihelat Puslitbang Penda di Hotel Salak Bogor pada 2012.
Dalam kegiatan tersebut, lanjut Sumanto, Guru Agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu) berkumpul dan berdialog untuk membuat rencana aksi Pendidikan Budaya Damai melalui Pendidikan Agama. “Dalam dialog tersebut tidak mendialogkan masalah-masalah yang bersifat doktrinal. Akan tetapi pada masalah kehidupan sosial. Kami sengaja menghindari isu-isu sensitif keagamaan,” kenangnya.
Sumanto menambahkan, rencana aksi yang disusun mencakup sejumlah materi, antara lain menghargai perbedaan, kepedulian sosial, tanggungjawab sosial, kerjasama, memecahkan masalah bersama-sama, dan kebersamaan lainnya.
“Rencana aksi tersebut dilaksanakan di sekolah baik oleh seorang guru agama maupun secara bersama-sama dengan guru agama yang lain. Pelaksanaanya di kelas bisa masuk ke dalam intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Diharapkan kegiatan ini diprogramkan di sekolah,” tandasnya. []
Musthofa Asrori/diad