Ditemukan Gagasan Perlunya Pembinaan Masjid di Bali Hindari Ujaran Kebencian dan Fanatisme Golongan

7 Apr 2017
Ditemukan Gagasan Perlunya Pembinaan Masjid di Bali Hindari Ujaran Kebencian dan Fanatisme Golongan

Denpasar (7 April 2017). Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan mengadakan penelitian berbasis masjid di beberapa provinsi, dari pertengahan Bulan Maret sampai pertengahan bulan April 2017. Sebanyak 16 peneliti diterjunkan ke delapan provinsi, salah satunya Provinsi Bali, di samping Provinsi Aceh, DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, NTB, NTT, dan Maluku.

Di Pulau Dewata, pengumpulan data lapangan dilakukan sejak tanggal 30 Maret hingga 8 April 2017. Tenaga penelitian yang ditugaskan ke Bali yaitu Edi Junaedi dan Ova Musthofa Asrori. Edi fokus di Masjid Baitul Makmur, sedangkan Ova di Masjid Raya Ukhuwwah. Keduanya masih berada di daerah Kota Denpasar, ibukota Bali. Pemilihan dua masjid itu sesuai hasil penjajakan penelitian yang dilakukan seminggu sebelumnya, tepatnya tanggal 16 sampai 20 Maret lalu.  Masjid Baitul Makmur dan Masjid Raya Ukhuwwah dinilai yang paling menarik dalam penelitian yang dikoordinir oleh Bidang Bimas Agama, Aliran, dan Kerukunan ini.

Dikemas dengan nama kegiatan “Penelitian Peta Penyiaran Keagamaan Islam di Indonesia (Berbasis Masjid)”, peneliti menyadari keterkaitannya dengan instansi kemasjidan, terutama Dewan Masjid Indonesia (DMI) setempat. Dalam satu kesempatan wawancara, Ketua DMI Provinsi Bali, Bambang Santoso, menegaskan bahwa perlu dilakukan pembinaan kepada semua takmir masjid yang ada di Bali. “Takmir-takmir masjid di Bali perlu dibina, bukan hanya diberikan bantuan fisik. Pembinaan itu dimaksudkan agar kegiatan kegamaan masjid terhindar dari ujaran kebencian (hate speech dan fanatisme golongan (ta’ashshub), serta narasumbernya menggunakan referensi yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan”, ucapnya saat ngobrol santai seusai Kultum Subuh hari Senin (3/4) lalu.

Itu sesungguhnya sejalan dengan arahan Kepala Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, Muharam, ketika rapat persiapan penelitian beberapa waktu lalu. Menurutnya, penelitian ini diharapkan mampu menggali potensi masjid dalam menyebarkan Islam Rahmatan Lil’alamin. Kita ingin masjid memberikan peran dalam membangun kerukunan umat beragama, baik secara internal maupun eksteral, harap doktor lulusan salah satu universitas di India ini.

Penegasan Bambang di atas seakan menguatkan apa yang diingatkan oleh Kepala Bidang Bimas Agama, Aliran dan Kerukunan, Kustini, kepada para tenaga penelitian saat pembekalan sebelum terjun ke lapangan hari Kamis (23/3) lalu di Kantor Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan, Jakarta Pusat. Ia mewanti-wanti agar penelitian ini merujuk pada Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1979. Pada Bab II pasal 2 SKB tersebut, menurut wanita berdarah Sunda ini, pelaksanaan penyiaran agama dilakukan dengan semangat kerukunan, tenggang rasa, saling menghargai dan saling menghormati antara sesama umat beragama serta dengan dilandaskan pada penghormatan terhadap hak dan kemerdekaan seseorang untuk memeluk/menganut dan melakukan ibadat menurut agamanya.

Apa yang disampaikan Ketua DMI Provinsi itu sepertinya menguatkan Surat Edaran No. 6/X/2015 tentang Ujaran Kebencian yang dikeluarkan Kapolri, Badrodin Haiti. SE Ujaran Kebencian tersebut menyangkut pokok-pokok sebagai berikut:Pertama, ujaran kebencian berdampak merendahkan harkat dan martabat manusia dan kemanusiaan; Kedua, ujaran kebencian dapat merongrong prinsip berbangsa dan bernegara yang ber-Bhinneka Tunggal Ika serta melindungi keragaman kelompok; Ketiga, ujaran kebencian dapat berbentuk, antara lain: penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, provokasi, hasutan, dan penyebaran beritabohong atau fitnah;

Keempat, ujaran kebencian dapat bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan/atau kelompok dalam masyarakat yang dibedakan dari aspek: suku/etnis, ras, agama/keyakinan/kepercayaan, antargolongan, warna kulit, gender, kaum difabel, dan orientasi seksual; Kelima, ujaran kebencian dapat dilakukan melalui berbagai media, seperti orasi publik, spanduk, banner, jejaring media sosial, demonstrasi, ceramah keagamaan, media massa, dan pamflet; dankeenam, tindakan hukum atas dugaan tindak pidana ujaran kebencian mengacupada ketentuan KUHP (Pasal 156, 157, 310, 311), UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Pasal 28 dan 45), UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (Pasal 16). []

Edijun/diad

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI