Dukung Pendanaan Pendidikan Agama dan Keagamaan, PP 55 Tahun 2007 Perlu Direvisi
Jakarta (Balitbang Diklat)---Staf Khusus Menteri Agama (Stafsus Menag) Adung Abdurrahman mendukung penuh revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Sebab, di dalamnya masih ditemukan klausul tentang pesantren. Sementara, belakangan pesantren telah diatur dalam undang-undang tersendiri, yakni UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Pada pertemuan yang diinisiasi Puslitbang Penda Balitbang Diklat Kemenag RI dalam fullday (kegiatan sehari) yang digelar di Tamarin Hotel Jl KH Wahid Hasyim No 77 Jakarta, Selasa (7/11/2023), ia sangat mengapresiasi upaya merevisi dan mengeluarkan pesantren dari PP 55/2007.
“Namun, sebelum melangkah lebih jauh, kita perlu menjawab pertanyaan tentang apakah pesantren termasuk pendidikan keagamaan atau tidak. Sebab, hal ini akan memengaruhi pendidikan agama dan keagamaan yang sudah ada dalam regulasi, khususnya PP 55 Tahun 2007,” kata Adung.
Menurutnya, jika regulasi pesantren dikeluarkan dari kategori pendidikan agama, hal ini akan menciptakan kategori tersendiri yang perlu dipertimbangkan secara cermat.
“Kita perlu berpikir matang tentang bagaimana regulasi ini memengaruhi pandangan umum terhadap pendidikan agama dan keagamaan. Ini bisa berdampak pada pelaksanaan pendidikan agama di Indonesia,” tutur Adung Abdurrahman.
Dalam pertemuan tersebut, Sekjen PP GP Ansor ini juga menginformasikan tentang isu penting terkait dengan pendanaan pendidikan agama dan keagamaan. “Saat ini sedang berlangsung pembahasan Perpres yang akan menjadi payung hukum bagi pemda untuk mengalokasikan dana APBD dalam mendukung pendidikan agama dan keagamaan,” ungkapnya.
Adung menyatakan bahwa sejauh ini banyak gubernur, bupati, dan wali kota yang merasa ragu memberikan dukungan pendanaan lantaran landasan regulasinya masih dianggap kurang jelas.
“Oleh karena itu, payung hukum dari peraturan presiden ini akan memberikan kejelasan kepada pemerintah daerah dalam mengalokasikan dana untuk pendidikan agama dan keagamaan,” sambungnya.
Adung juga menyoroti pentingnya kesetaraan dalam regulasi program dan anggaran bagi semua agama, bukan hanya Islam. Ia menyatakan bahwa Kementerian Agama harus menjadi kementerian yang mewadahi kepentingan semua agama.
“Dan kesetaraan ini merupakan langkah penting untuk menjaga stabilitas dan harmoni di negara yang dikenal dengan keragaman agama dan kepercayaan,” tandasnya.
Ia juga menegaskan pentingnya menjaga eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan konsep konsensus kebangsaan dalam kurikulum agama. Ia memperingatkan bahwa regulasi yang tidak cukup jelas dapat memungkinkan pemahaman keagamaan yang bervariasi.
“Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa regulasi mendukung keselarasan agama dengan prinsip negara,” tegas Adung.
Diskusi sesi kedua yang dimoderatori Kepala Puslitbang Penda Mohsen Alaydrud ini menggarisbawahi urgensi revisi PP 55/2007. Meskipun detil revisi belum dipublikasikan secara lengkap, penting untuk mempertimbangkan dampak dan keseimbangan antara kepentingan agama dan prinsip negara dalam perubahan regulasi di masa mendatang. (Ova/bas/sri)